[25] Hampir

95 18 0
                                    

"Jaehyun-ah.. aku pikir, kita harus berhenti."

●•●Sinned in February●•●

Malam terasa dingin bagi Hea. Perempuan itu sulit untuk tidur dan hanya menatap langit-langit kamarnya. Harusnya, terasa mudah untuknya bukan? Hea hanya tinggal menunggu waktu disaat anaknya lahir dan setelah itu ia bisa melanjutkan hidupnya. Ia bisa menyusul ketertinggalannya dan tetap bisa meraih cita-citanya.

Dan selama itu pula, ia tidak perlu memikirkan bagaimana cara ia mendapat uang atau melihat Jaehyun bekerja keras untuk mengumpulkannya. Namun, perempuan itu justru merasa belum sepenuhnya yakin akan keputusannya itu. Disisi lain, Hea juga tidak ingin menghabiskan masa mudanya dengan mengurus anak dan apa yang terjadi setelah itu?

Hea harus menanggung semuanya sampai akhir, ia harus terus mengurus anaknya. Bagaimana remaja sepertinya dapat menghidupkan seorang anak? Hea belum punya pekerjaan yang tetap, ia tidak akan bisa mengurus anaknya dengan layak. Jaehyun? Apa mungkin orang tua Jaehyun akan terus membantu? Bahkan disaat Hea tidak menyerahkan anaknya? Perempuan itu rasa tidak.

"Aku harus menyerahkannya.. dia harus hidup dengan baik." Gumam Hea dengan hembusan napas berat. Uang dan masa depan. Kedua hal itu selalu membuat Hea yakin bahwa menyerahkan anaknya adalah pilihan yang tepat namun disisi lain, perempuan itu merasa mampu meninggalkan masa depannya dan mengurus anaknya.

Ketika mendengar suara pintu utama yang terbuka, Hea langsung tahu bahwa seseorang yang datang adalah Jaehyun. Perempuan itu melangkah keluar dari kamarnya dan melihat Jaehyun yang sedang melepas sepatunya, laki-laki itu belum menyadari kehadirannya.

Jaehyun terlihat menutup setengah matanya dan melepas sepatunya dengan lesu. Laki-laki itu terlihat benar-benar kelelahan. "Mau teh?" tanya Hea, Jaehyun yang cukup terkejut karena baru menyadari kehadiran Hea, tidak menjawab dan hanya memberi anggukan.

Seragam Jaehyun terlihat berantakan, laki-laki itu bahkan langsung membaringkan dirinya di sofa. Dari dapur, Hea dapat melihat dengan jelas bahwa Jaehyun sudah jatuh tertidur namun perempuan itu masih menyeduhkan teh untuk laki-laki itu.

Dengan teh hangat ditangannya, Hea berjalan mendekat menuju ruang tamu dan meletakkan secangkir teh itu diatas meja, "Hanya ini yang aku bisa lakukan untukmu," gumam Hea.

Hea berniat kembali menuju kamarnya, namun suara Jaehyun berhasil menghentikan langkahnya. "Eommaku tiba-tiba mengirimiku uang." Ucap Jaehyun.

Mendengar itu, membuat Hea tahu bahwa keputusannya sudah diterima oleh Ibu Jaehyun. Kini, kenapa ia harus membuat pikirannya lelah dengan kebimbangannya? Sudah jelas, Hea harus menyerahkan anaknya. Hea tidak merespon lebih ucapan Jaehyun dan hanya mengatakan, "Istirahatlah, jangan terlalu membebani dirimu."

Namun sebelum Hea benar-benar melangkah menuju kamarnya, perempuan itu berbalik dan melihat Jehyun yang tengah meminum teh yang barusan dibuatnya. "Lebih fokuslah pada sekolahmu," ucap Hea, kalimat itu entah kenapa membuat Jaehyun tiba-tiba berhenti meminum tehnya.

"Karena orang tuaku sudah memberikanku uang?" tanya Jaehyun sambil menatap Hea lama.

"Aku hanya tidak suka melihatmu kelelahan seperti itu," kata Hea yang membuat Jaehyun tersenyum kecil dan mengangguk-angguk.

Beberapa kali Hea sempat mengatakan hal itu dan Jaehyun mengerti. Namun laki-laki itu tak sepenuhnya menuruti ucapan Hea, Jaehyun harus tetap mengumpulkan uang sekalipun orang tuanya tetap memberikannya karena laki-laki itu tahu, tak selamanya ia akan terus bergantung pada orang tuanya.

Jaehyun tiba-tiba merenggangkan otot-otot tubuhnya, bersikap seolah ia tak lagi kelelahan. Kini laki-laki itu telah membuka lebar matanya dan tersenyum kecil agar membuat Hea yakin bahwa dirinya tidak selelah itu. "Kenapa hanya berdiri? Mau ikut aku menonton film?" tanya Jaehyun sambil menepuk-nepuk bagian sofa yang kosong disebelahnya.

Sinned in FebruaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang