[07] Tersesat

132 20 0
                                    

"Apa kau pikir aku bisa bersembunyi atau menjalani kehidupanku seperti biasanya? Kau bisa, namun aku tidak."

●•●Sinned in February●•●

Hari ini, 20 Maret...

Tak mudah bagi Hea untuk melakukan ini, namun pikiran ataupun hatinya sudah ditutup dinding tebal. Ia tidak peduli apa kata orang tentang sikapnya yang mungkin terlihat aneh, namun perempuan itu ingin memberitahu sebuah kebenaran pada Jaehyun. Kebenaran tentang kehamilannya, jika laki-laki itu tidak dapat menerima atau mempercayainya, Hea pun sama. Mereka bahkan hampir menunjukkan reaksi yang sama ketika mengetahuinya.

Tak kunjung mendapat jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang harus mereka lakukan kini, membuat Hea membuang napasnya, ia benar-benar merasa frustasi selama sebulan belakang ini. Bagaimana tidak, perempuan itu sempat dilanda rasa bingung luar biasa, ia tidak tahu bagaimana harus memulai hingga membuatnya memilih untuk tetap melanjutkan hidup dan berusaha untuk menyembunyikannya dari siapapun.

Namun perempuan itu pelan-pelan menyadari, bahwa ia tidak seharusnya menjalani ini sendirian. Ia membawa nyawa lain didalam perutnya, dan itu bukan hanya tanggung jawabnya untuk menjaga apa yang ia bawa, namun itu juga tanggung jawab Jaehyun. Sehingga Hea memutuskan untuk membuat Jaehyun mengetahui kebenaran, agar dirinya tidak menanggung ini sendirian.

Tetapi laki-laki itu justru masih mematung dengan alat test kehamilan digenggaman tangannya, membuat Hea perlahan semakin takut bahwa ia akan benar-benar menjalani ini sendirian dan Jaehyun yang akan pergi meninggalkannya. Hea tahu batas didalam dirinya, namun ia benar-bear tidak ingin sendirian, ia bisa saja melewati batas itu jika Jaehyun benar-benar melakukan hal yang ditakutinya, yaitu meninggalkannya.

"Jawab aku!" Hea memekik yang membuat Jaehyun tersadar akan lamunannya.

Laki-laki itu tak menjawab Hea lagi, dia malah menatap Hea dengan tatapan yang Hea tak mengerti apa maksudnya. Hea pikir, Jaehyun setidaknya akan memberikannya solusi atau jalan keluar atau apapun itu namun laki-laki itu justru melangkah keluar dari dalam gudang tanpa mengatakan sepatah katapun.

Hea menahan Jaehyun dengan menarik pergelangan tangan laki-laki itu ketika mereka sudah keluar dari dalam gudang, lorong sudah sepi karena jam pelajaran sudah dimulai, namun Hea tidak peduli, ia ingin kejelasan Jaehyun. "Sekarang bagaimana?!" suara Hea tetap meninggi, lorong memang sepi namun suara mereka mungkin dapat didengar.

Lagi-lagi Jaehyun tidak merespon apa-apa, ia justru terdiam menatap Hea yang berusaha menahan air mata itu. "Apa kau benar-benar tidak peduli?" tanya Hea dengan suaranya yang mulai serak.

"Memangnya, apa yang harus aku lakukan?" pada akhirnya Jaehyun mengatakan sebuah kalimat, kalimat yang Hea tidak pernah sangka akan Jaehyun katakan padanya.

"Kau pikir aku tahu apa yang akan aku lakukan nanti?" Hea balik bertanya. "Apa kau pikir aku bisa bersembunyi atau menjalani kehidupanku seperti biasanya? Kau bisa, namun aku tidak." jelas Hea.

Jaehyun kembali terdiam, kata-kata itu memang sukses membungkamnya. Namun ia membutuhkan waktu untuk memproses ini semua masuk ke dalam pikirannya. Semua datang dengan tiba-tiba walaupun Jaehyun sudah merasakan perasaan tidak enak, ia tidak berpikir bahwa itu ternyata benar adanya.

"Aku perlu waktu," jawab Jaehyun.

Hea manatap laki-laki yang berdiri dihadapannya itu. Benar, dirinya bahkan memerlukan waktu untuk menerima ini semua, tapi apa jaminan yang akan Jaehyun berikan padanya kalau seandainya laki-laki itu justru tidak bertanggung jawab dengan alasan membutuhkan waktu? Bagaimana jika Hea justru akan membuat dirinya terlihat bodoh karena mempercayai itu?

"Apa tidak ada jalan keluar, menunggumu berpikir hanya membuang waktuku." Balas Hea.

Jaehyun terlihat tidak terima dengan balasan Hea itu, membuat laki-laki itu menaikkan kedua alisnya. "Apa kau tidak bisa mencari jalan keluar sendiri?" tanya Jaehyun. "Memang ada berapa banyak jalan keluar sampai kau tidak bisa memilih atau bahkan tidak mengetahuinya?" sambung Jaehyun. "Kau hanya ingin membuatku terlibat padahal kau bisa membereskan ini sendiri," ujarnya.

"Membereskan ini sendiri?" Hea mengulang pertanyaan Jaehyun. Perempuan itu terlihat benar-benar muak oleh Jaehyun, kenapa bisa-bisanya laki-laki itu berkata demikian padanya seolah ini hanyalah masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan jentikan jari.

"Apa kau perlu uang? Maksudku uang untuk menyelesaikan ini?" tanya Jaehyun.

Hea benar-benar merasakan perasaan campur aduk, ia sakit hati dengan perkatakan Jaehyun namun disisi lain ia juga merasa muak dengan apa yang ia dengar. "Tidak, tapi aku membutuhkanmu." Jawab Hea.

"Membutuhkanku untuk apa? Untuk bertanggung jawab? Aku sudah bilang, bahwa aku perlu waktu." Jaehyun menekankan perkataannya. "Apa kau ingin kandungan itu digugurkan dan itu alasan kau mendatangiku?" tebak Jaehyun yang tanpa ia sadari, satu tamparan keras mendarat dipipinya.

Hea tidak mengatakan apa-apa setelah melakukan ini, namun air matanya sudah jelas menetes dari matanya. Kini kesabaran Hea sudah benar-benar habis, ia melangkah pergi, meninggalkan Jaehyun yang hanya mematung. Laki-laki itu terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi apapun itu Hea tidak ingin tahu.

"Aku.." itu suara Jaehyun yang dapat Hea dengar karena perempuan itu belum terlalu jauh.

Hea berbalik, memutuskan untuk mendengarkan ucapan Jaehyun walaupun ia tidak bisa apa yang kira-kira akan dikatakan laki-laki itu.

"Aku mengerti tujuanmu datang padaku setelah sebulan lamanya. Nyatanya, kau membiarkannya hidup dan lama-kelamaan kau menyadari bahwa kau tidak bisa menjalani ini sendirian. Jika kau tidak menginginkannya, kau sudah membunuhnya bahkan tanpa sepengetahuanku, apa begitu?" ucap Jaehyun.

"Kau datang dan memberitahuku karena ingin dia tetap hidup," sambung Jaehyun lagi, kini laki-laki itu tertunduk. "Namun, beri aku waktu." Ujarnya.

Hea membuang padangannya, perempuan itu bahkan baru menyadarinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hea membuang padangannya, perempuan itu bahkan baru menyadarinya. Kini keduanya sama-sama menunduk, sama-sama menahan untuk tidak meneteskan air mata. Mereka hanya sepasang anak muda yang tengah tersesat, entah dengan jalan keluar apa namun mereka tetap ingin bertahan.

Bertahan pada suatu rintangan yang tidak pernah mereka lewati seumur hidup, rintangan yang akan membawa mereka pada dunia yang baru, atau justru dunia yang berbeda.

Bertahan pada suatu rintangan yang tidak pernah mereka lewati seumur hidup, rintangan yang akan membawa mereka pada dunia yang baru, atau justru dunia yang berbeda

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terima kasih sudah membaca!
Jangan lupa vote dan komennya!

Sinned in FebruaryWhere stories live. Discover now