[19] Hancur

104 15 2
                                    

"Aku lebih memilih tinggal bersama seseorang yang sudah membesarkanku, jadi aku akan kembali, Eomma."

●•●Sinned in February●•●

Walaupun sempat ragu, namun Hea kembali membuat dirinya yakin. Beberapa kali tangannya terangkat untuk mengetuk pintu kamar Ibunya, namun diurungkannya. Dan pada akhirnya, Hea memberanikan dirinya lagi, ia telah menyiapkan kebohongan lagi, sehingga tidak perlu menunggu lebih lama untuknya melakukan itu lagi.

Perempuan itu mengetuk pintu, mendengar sautan Ibunya yang menyuruh masuk, Hea kemudian mengambil napas banyak-banyak dan melangkah masuk. Dilihatnya, Ibunya sedang duduk ditepi ranjang sambil melipat-lipat pakaian adik-adik panti lainnya. "Ada apa?" tanya Ibunya sambil merapikan baju-baju yang sudah dilipatnya dan memberikan Hea tempat untuk duduk disampingnya.

Hea ikut duduk ditepi ranjang, tepat disebelah Ibunya. Perempuan itu tak langsung menjawab, ia terdiam sejenak yang membuat Ibu panti melihat Hea dengan tatapan bertanya-tanya. "Kau baik-baik saja, 'kan?" tanya Ibunya lagi.

Hea tak menjawab pertanyaan itu, ia tidak baik-baik saja sekarang, perasaannya benar-benar kacau ketika harus melakukan kebohongan ini lagi dan lagi. "Aku sudah tahu siapa orang tuaku," ucap Hea. Awalnya Ibu panti terkejut namun tak lama kemudian ia tersenyum dan mengangguk.

"Kau ingin bertemu dengan mereka?" tanya Ibu panti dan Hea mengangguk. "Kalau begitu kenapa kau terlihat sedih?" tanya Ibu panti lagi.

Kebohongan itu terdengar begitu nyata ditelinga Ibu panti sepertinya, membuat Hea merasa dirinya benar-benar bersalah karena melakukan ini. "Bagaimana kau mengetahuinya, Hea-ya?" Hea sudah menduga bahwa pertanyaan itu akan keluar dari mulut Ibunya, kini Hea harus menjawabnya agar kebohongan yang dilakukannya terlihat semakin nyata.

"Aku sudah mencaritahu sejak lama dan akhirnya aku menemukan mereka," jawab Hea dengan senyuman tipis, menatap mata Ibunya untuk membuat kebohongan yang dilontarkannya itu benar adanya.

Ibu panti tersenyum kemudian mengangguk, "Kau ingin aku menemanimu?" tanya Ibu panti.

Hea sontak menggeleng, "Tidak perlu, aku akan melakukannya sendiri." Balas Hea setelah itu ia menunduk dalam. "Tidak perlu khawatir. Aku akan kembali, secepat mungkin." Sambung Hea.

"Kenapa kau kembali? Kau sudah menemukan orang tuamu, kau bisa tinggal bersama mereka." Ucap Ibu panti, walaupun merasa tidak rela melepas satu anaknya, namun ia juga tidak bisa melarang ketika Hea sudah menemukan keluarganya, Hea pasti sangat menginginkan itu.

Hea menarik napas panjang-panjang dan tersenyum kecil, "Panti adalah rumahku dan akan selalu menjadi rumahku jadi aku akan kembali," jawab Hea dengan anggukan kecil. "Aku lebih memilih tinggal bersama seseorang yang sudah membesarkanku, jadi aku akan kembali, Eomma." Ucap Hea lagi.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggumu." Balas Ibu panti dengan senyuman. "Karena kau akan kembali, wajahmu tidak seharusnya terlihat begitu sedih. Harusnya kau senang," Ibu panti mengusap lembut rambut Hea yang terurai. "Tidak usah memikirkanku, jika kau berubah pikiran suatu saat nanti dan tidak kembali, jangan pikirkan aku dan adik-adikmu, lanjutkan saja hidupmu." Ucap Ibu panti lagi.

"Aku bilang, aku akan kembali." Hea berucap tegas, tentu saja ia akan kembali karena hanya panti rumah yang ia punya, satu-satunya rumah dan Hea pasti akan kembali.

Hea kemudian memeluk erat Ibunya, sambil mengucap kata maaf didalam hatinya sebanyak mungkin, berusaha mengucap kata itu sebanyak kebohongan yang diucapkannya. Ibunya mengelus punggung Hea lembut dan berucap, "Tak apa." Seolah mendengar permintaan maaf Hea, namun apa mungkin Ibunya memaafkan kebohongan-kebohongan itu?

Sinned in FebruaryWhere stories live. Discover now