[18] Akui

98 14 0
                                    

"Kau sudah menjadi laki-laki brengsek, jangan buat dirimu terlihat tambah brengsek dengan berbohong didepanku."

●•●Sinned in February●•●

Selama perjalanan pulang, pikiran Jaehyun dipenuhi dengan rencana-rencana Hea. Perempuan itu akan melakukan semua rencananya hari ini, tidak memperdulikan perkataan Jaehyun yang meminta untuk tidak terburu-buru. Jaehyun tahu kenapa, Hea hanya ingin menyelesaikannya, namun setidaknya perempuan itu harus beristirahat dari segala tekanan yang tengah dirasakannya.

Dan Jaehyun berniat untuk mengantar Hea ke apartemen yang sudah disewanya itu, rencana terakhir adalah Hea yang bersembunyi. Sisanya, Jaehyun akan menjalani hidupnya sambil mengumpulkan uang untuk membantu Hea dan menutupi segalanya dari dunia. Jaehyun tak tahu apa ia bisa terus menyembunyikan hal ini, namun ia akan berusaha untuk melakukannya.

Setelah Jaehyun sampai dirumahnya, ia masuk dengan membuka pintu utama. Laki-laki itu cukup terkejut ketika melihat kedua orang tuanya sedang berada diruang tamu, bukan diruang keluarga sehingga ketika Jaehyun menginjakkan kaki masuk ke dalam rumahnya, orang tuanya langsung menyambutnya.

Tanpa berpikir panjang, Jaehyun menghampiri orang tuanya dan membungkuk hormat, "Aku sudah pulang." Sapa Jaehyun. Bukannya menjawab, orang tuanya justru terdiam, Jaehyun mungkin memang tak sering merasakan kehangatan keluarganya karena memang orang tuanya yang sibuk, namun tidak biasanya mereka seperti ini.

"Apa ada tamu yang akan datang?" tanya Jaehyun karena tidak biasanya orang tuanya berdiam diruang tamu, mereka lebih sering menonton televisi diruang keluarga ketika sedang tidak bekerja.

Ibunya tiba-tiba bangkit dan berjalan mendekat ke arah Jaehyun. Membuat Jaehyun perlahan gugup karena menatap mata Ibunya yang terlihat serius. "Kami menunggumu." Jawab Ibunya dan Jaehyun sama sekali tidak menduga bahwa jawaban itu yang akan didengarnya.

"Ada apa?" tanya Jaehyun lagi dengan senyuman kaku.

Ibunya menunjukkan sebuah benda yang sedari tadi ia genggam sambil menunggu Jaehyun dan sekarang, Ibunya menunggu reaksi yang akan Jaehyun tunjukkan ketika melihat benda itu kini berada ditangannya. Dan benar saja, Jaehyun terkejut namun laki-laki itu berusaha untuk tidak menunjukkannya.

"Kau tahu 'kan ini apa?" tanya Ibunya sambil menunjukkan benda yang digenggamnya itu tepat diwajah Jaehyun.

Jaehyun terdiam, Ibunya melontarkan kalimat yang hampir sama seperti yang Hea ucapkan padanya waktu itu. "Kau tahu 'kan ini apa?" ulang Ibunya penuh penekanan, setelah melihat anaknya yang justru terdiam.

"Iya, aku tahu." Jawab Jaehyun sambil menatap balik Ibunya, ia harus menyembunyikan kebenarannya sehingga Jaehyun harus bertindak seolah benda itu bukan miliknya.

"Ini milik kekasihmu." Bukan pertanyaan tapi pernyataan yang Ibunya lontarkan, membuat Jaehyun menarik napas banyak-banyak untuk menstabilkan detak jantungnya. "Siapa dia?" tanya Ibunya lagi.

"Bukan milik kekasihku," sangkal Jaehyun, mendengar itu membuat Ibunya menatap Jaehyun bingung. "Benda itu bukan milik kekasihku." Jaehyun mengulang lagi kalimatnya dengan tegas namun menghindari tatapan Ibunya karena matanya bisa saja menunjukkan kebohongan yang tengah dilakukannya.

"Lalu bagaimana benda ini, bisa berada dikamarmu?" Tanya Ibunya penuh penekanan, berusaha untuk menghentikan segala kebohongan yang tengah dilakukan Jaehyun. "Kenapa kau menyembunyikannya? Apa kekasihmu sudah aborsi?" tanya Ibunya, pertanyaan yang tak pernah Jaehyun duga akan keluar dari mulut Ibunya.

"Bukan milik kekasihku," sangkal Jaehyun lagi. "Itu mungkin saja hadiah yang diberikan temanku dihari ulang tahunku, untuk mengerjaiku." Jaehyun tak tahu kenapa hanya jawaban ini yang dipikirkannya, namun ia benar-benar akan kehabisan kata-katanya.

"Anak muda bermain-main dengan alat test kehamilan?" ucap Ibunya tak percaya. "Ini mungkin saja hadiah yang diberikan kekasihmu, Jaehyun-ah." Sambung Ibunya sambil menunjukkan alat test kehamilan itu didepan wajah Jaehyun lagi.

"Siapa perempuan itu?" tanya Ibunya lagi, namun Jaehyun memilih tak menjawabnya melainkan hanya mengisyaratkannya lewat tatapan bahwa jawaban yang ia berikan masih sama sekalipun pertanyaan itu akan terus dilontarkan oleh Ibunya.

Ayahnya yang sedari tadi diam dan hanya mendengarkan, kini memutuskan untuk bangkit dan berdiri disamping istrinya. Kini orang tuanya berdiri tepat dihadapannya, membuat Jaehyun semakin terasa terintimidasi. "Kami mengijinkan kau berpesta dengan amat sangat meriah.. mengundang seluruh teman-temanmu bahkan menyediakan tempat yang bagus.." ucap Ayahnya. "Namun ketika hal itu terjadi.." sambung Ayahnya sambil melihat benda yang ada digenggaman Ibu Jaehyun, "Kau harus mengatakan yang sejujurnya." Tutup Ayahnya.

"Jawabanku masih sama." Balas Jaehyun.

Mengetahui bahwa Jaehyun tak kunjung mengakuinya membuat Ayahnya secara reflek melayangkan satu tamparan keras dipipi Jaehyun, "Kau sudah menjadi laki-laki brengsek, jangan buat dirimu terlihat tambah brengsek dengan berbohong didepanku." Ucap Ayahnya penuh amarah.

"Benda itu bukan milik kekasihku," Jaehyun mengucapkan kalimat itu lagi, tak peduli jika ia akan mendapat satu tamparan lagi. Kenapa ia tidak sekalian saja menjadi brengsek dengan membohongi orang tuanya daripada harus menghancurkan rencananya.

"Kenapa kau tidak mengakuinya? Apa kau sudah berencana hidup bahagia dengan kekasihmu dan calon anakmu?" ucap Ayahnya, "Tidak bisa, Jaehyun-ah. Ada banyak hal yang harus kau lakukan daripada memberi pertanggungjawaban untuk seorang perempuan yang sudah kau hamili!" Ayahnya berucap tinggi, ia tidak akan membiarkan anaknya menjalani hidup seperti itu.

Mendengar itu, tentu saja membuat Jaehyun terkejut. Bagaimana bisa Ayahnya tak menginginkan Jaehyun untuk menanggung kesalahan yang sudah diperbuatnya dengan alasan bahwa ia harus melakukan banyak hal? Jaehyun bisa saja melakukan keduanya, namun orang tuanya seperti tak menginginkan hal itu.

"Ijinkan aku untuk bertanggungjawab." Ucap Jaehyun, tetap pada pendiriannya. Hea tidak ingin membunuh bayinya, setidaknya Jaehyun harus berada dipihak yang sama dengan perempuan itu.

"Ya!" balas Ayahnya tak terima, namun dengan cepat Ibu Jaehyun berusaha untuk menghentikan amarah suaminya.

"Kami akan mengijinkannya, tapi biarkan kami bertemu dengan kekasihmu." Ucap Ibunya, "Masalah ini harus dibicarakan antar keluarga," Ibunya meyakinkan Jaehyun untuk membuatnya bertemu dengan Hea dan membicarakan hal ini.

Jaehyun tak langsung menjawab, bukan ini yang dimaksud dengan menyembunyikan segalanya dari dunia. Namun sialnya, ia telah ketahuan secara telak membuat Jaehyun benar-benar merasa marah bahwa ia telah menghancurkan rencana Hea. Disisi lain, Jaehyun menyadarkan dirinya bahwa ia akan tetap bertanggung jawab dan yang mengetahuinya hanyalah keluarganya dan keluarga Hea sehingga ia masih bisa menyembunyikan ini dari dunia luar.

"Baiklah," jawab Jaehyun, ia harus meminta maaf pada Hea karena telah menghancurkan rencana perempuan itu.

Namun setidaknya, Jaehyun dan Hea tidak perlu bersembunyi lagi didepan keluarga mereka 'kan?

Namun setidaknya, Jaehyun dan Hea tidak perlu bersembunyi lagi didepan keluarga mereka 'kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih sudah membaca!
Jangan lupa vote dan komennya!

Sinned in FebruaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang