Bab 43. Tragedi

7 3 0
                                    

Semenjak hari ketika aku mendatangi rumah Bumi tanpa membawa hasil apapun. Aku memutuskan untuk membiarkan semua terjadi sesuai alurnya. Tidak ingin lagi mencoba membuat Bumi ingat kembali, karena nyatanya perjuangan ku dan Deka tidak ada gunanya.

Dengan mata yang masih sembab, aku memutuskan untuk tetap berangkat sekolah. Jika ada yang bertanya sudah ku siapkan alasan yang sangat jelas yaitu karena begadang.

Ketika turun ke bawah, Mamah sudah menunggu ku untuk sarapan bersama. Dan langsung menyadari keanehan di mataku tentunya.

"Kamu abis ngapain El?" Tanya Mamah dengan memegang sebelah mataku.

Dengan segala ketenangan aku menjawab, "kayaknya begadang semalam deh mah."

"Begadang ngapain emangnya?"

Duh, untuk pertanyaan ini kan belum ku persiapkan jawabannya.

Aku pun menjawab asal, "maraton drakor mah."

"Ohh."

Untung saja Mamah percaya.

"Tapi kok kayak abis nangis yah?"

Eh?

"Drakor nya sedih banget mah, Elsa nangis jadinya." Otakku berpikir cepat.

"Oke. Ya udah makan buruan El."

-

S

ampai di sekolah, semua pandangan mata menuju ke arahku. Benar-benar ditatap terang-terangan. Namun aku tetap berjalan seperti biasanya dan berusaha tidak memedulikan walaupun sebenarnya susah.

Coba saja kamu bayangkan, satu sekolah memandangi mu selama kamu berjalan. Rasanya seperti seorang artis yang baru naik daun lalu muncul di televisi. Ditatap satu negara, ya begitu.

"Bisa ya masih kelas X udah ngerebut pacar orang!" Bahkan sindiran dengan gamblang nya terdengar di telinga ku.

Apa sih sebenarnya yang dimaksud mereka?

Yang ngerebut tuh siapa?

Dan yang direbut juga siapa? Aneh!

Di depan koridor kelas XI, langkahku harus berhenti karena dihalangi oleh kak Dara dan dua temannya. Tidak mengerti apa maksudnya.

Kak Dara mendorong bahuku dengan sedikit keras. "Lo sengaja kan nyuruh Bumi buat putusin gue?!"

Ha? Bumi putus dengan kak Dara?

Jadi ini adalah alasan satu sekolah menatapku bagai maling yang tertangkap basah mencuri ayam tetangga.

"Gue gak ngerti maksud lo apa." Aku pun melanjutkan jalan dengan santai, namun kak Dara tidak membiarkan itu terjadi.

"Sopan dikit dong lo sama kakak kelas! Masa lagi diajak ngomong malah pergi gitu aja?" Kak Dara sengaja menaikkan oktaf suaranya agar menarik perhatian sekeliling.

Alhasil kami untuk kesekian kali harus menjadi fokus perhatian.

"Emang lo udah sopan sama gue?" Tanyaku santai dan membuat kak Dara semakin naik pitam.

"Songong banget ya lo jadi junior!" Diluar dugaan karena tiba-tiba kak Dara melayangkan tamparannya pada pipi ku.

Ku rasakan sudut bibirku perih, mungkin sedikit mengeluarkan darah. Aku menatap nyalang kak Dara. "Lo ada masalah apa sama gue?!"

"Lo udah bikin gue sama bumi PUTUS!" Ucap kak Dara lantang.

Tanganku tiba-tiba tertarik mundur ke belakang. Ternyata Fahri pelakunya.

"Gak papa?" Aku menggeleng.

Fahri memegang ujung bibirku, kemudian menghampiri kak Dara dengan langkah tergesa.

"Lo harusnya mikir, apa yang ngebuat Bumi putusin elo! Sikap lo aja begini, mana ada cowo yang mau! Bego!" Sindir Fahri sarkas.

Kak Dara pun tidak tinggal diam, ketika dia ingin melayangkan tamparan lagi. Guru BK sudah datang duluan dan langsung membuat nya mengurungkan niat.

"KALIAN! IKUT SAYA KE RUANG BK SEKARANG!" Tutur Guru BK itu dengan nada garang.

"Kamu juga Leza, untuk saya minta penjelasan."

Setelah itu Bumi muncul diantara kerumunan, mencegahku agar tidak pergi. "Bu, apa gak sebaiknya luka Elsa diobati dulu?"

Guru itu melihat luka di ujung bibir ku, lalu bertanya. "Kamu ditampar sama Dara?"

Dengan kaku aku pun mengangguk samar.

"Obati dulu lukamu, setelah istirahat kamu ke BK." Putus nya.

Fahri langsung menarik tanganku menuju ruang UKS, aku hanya diam saja dalam genggamannya.

"Gak usah berhubungan sama Bumi lagi, gak ada untungnya." Perkataan Fahri membuatku berhenti berjalan.

"Kenapa lo bilang gitu?"

"Karena emang kenyataannya begitu, Leza." Fahri mengajak ku berjalan lagi.

Tanpa ku sadari ternyata Bumi mengikuti langkah kami, ia membuntuti dibelakang tanpa suara. Mendengar semuanya yang diucapkan aku dan Fahri tentunya.

Di dalam UKS, Fahri langsung mengambil kotak P3K dan mulai membersihkan luka ku. Membuat ku meringis menahan sakit.

"Lo habis nangis?" Tuding Fahri.

"Engga," jawabku cepat.

"Jangan pikir lo bisa boongin gue." Ucap Fahri tak terbantah.

Selesai diobati lukanya, aku langsung memeluk Fahri. "Makasih udah ngertiin gue."

Gubrak!

Kami berdua menoleh ke arah pintu, ternyata patung manekin dengan balutan seragam PMI sudah jatuh kebawah. Kemudian muncul Bumi.

Aku terkejut melihatnya, bagaimana bisa dia ada disini?

Sedangkan Fahri langsung berucap sinis pada Bumi. "Mau apa lo?!"

"Fahri udah, biarin Bumi kesini. Siapa tau dia mau ngambil obat atau apa." Ucapku menenangkan Fahri.

Fahri hanya diam setelah itu, kembali duduk di atas ranjang ku. Tidak memedulikan Bumi sama sekali.

Bumi pun berjalan menuju ke arahku, lalu senyumnya sedikit mengembang membuatku merasa aneh sendiri.

"Elsa gue minta maaf," ucapnya dengan nada rendah.

Aku melongo mendengar penuturan Bumi. "Ini beneran kak Bumi?" Beo ku.

"Ini gue, Bumi."

Fahri hanya diam mendengarkan itu semua, sama denganku yang bingungg harus merespon seperti apa.

"Maaf selama ini udah nyakitin lo, dan maaf juga udah buat lo kena masalah karena gue putusin Dara. Tapi gue ngelakuin ini karena gue mulai inget El, walaupun belum semuanya." Perasaan senang muncul dalam hatiku mendengar penuturan panjang dari Bumi.

"Lo berhasil balikin ingatan gue El, tunggu gue inget semuanya ya?"

Aku hanya mampu mengangguk singkat menanggapi Bumi.

Bumi pergi begitu saja, membuat Fahri segera mengajukan pertanyaan nya.

"Inget semuanya?"

"Bumi amnesia Ri,"

Lekas pulih, Bumiku (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang