Bab 11. Toko Buku

28 13 6
                                    

Membaca bisa membuatmu lupa pada dunia yang nyata. Jadi aku suka sekali membaca.
~Elsa
//

"Kenapa liontin nya matahari Bumi?" Tanyaku ketika kami sedang berjalan pulang menuju rumahku. Bersama Bumi.

"Karena matahari bagian terpenting bumi."

"Tapi aku kan bukan matahari."

"Kamu matahari ku,"

"Elsa!" Aku tersentak, Fiya meneriaki namaku.

"Kenapa Fi?"

"Lanjutin lagi ceritanya dong, gue penasaran banget nih."

Iya, aku sedang menceritakan kejadian kemarin pada Fiya. Fiya bilang dia baper. Lalu bagaimana denganku?

"Terus Bumi kasih gue kalung ini." Aku menunjuk untaian kalung yang sudah tergantung manis dileherku.

Fiya menyentuhnya, matanya berbinar.

"Cantik banget kalungnya!!"

Aku tersenyum senang, rasanya Bumi selalu mampu membuat orang disekitarnya juga merasakan bahagiaku.

"Bilang sama Bumi dong, kan Bumi yang beliin." Aku berkata sambil memamerkan kalungku sekali lagi pada Fiya. Ia mendengus sebal.

"Gue mau punya pacar yang kayak kak Bumi." Ujarnya.

Aku tertawa, Fiya memang belum pernah pacaran. Aku dengan Bumi pun tidak pacaran, kami hanya berteman baik. Iya, hanya berteman.

"Ah lo mah rese, mentang-mentang udah ada kak Bumi." Fiya memberengut, membuang pandangannya dari arahku.

Rasanya seru membuat Fiya sebal, ekspresi nya selalu membuatku ingin tertawa. Dia tidak suka diledek, tapi aku suka melakukannya.

"Le, boleh kali tanyain kak Bumi beli kalungnya dimana." Fiya kembali menoleh, bukan tanpa alasan. Tapi karena memang ada kemauan dibalik semuanya.

"Heh! Ya gue gak mau lah ya."

-

"Kak Bumi kenapa suka banget pake surat ya? Padahal teknologi canggih, apa dia gak punya ponsel?" Tanya Fiya padaku, kami sudah ada di perpustakaan sekarang. Pelajaran Bahasa Indonesia, ditugaskan membuat puisi.

"Gue juga belum sempet tanya ke Bumi sih, nanti deh gue tanya."

Waktu pembuatan puisi yang sudah diberikan segera habis, aku sudah selesai dengan puisiku. Semoga saja nanti aku mendapat giliran untuk membaca di depan teman-teman. Karena puisi yang aku tulis adalah tentang Bumi.

"Bagaimana anak-anak? apa sudah selesai dengan puisi kalian?" Tanya pak Agus, selaku guru yang mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di kelasku.

Semuanya mengangguk, seraya menjawab. "Sudah pak."

Pak Agus melanjutkan kalimatnya, "Saya mau salah satu perwakilan dari kalian untuk maju membacakan puisi nya didepan!"

Tak ada yang menjawab, atau sekedar mengangguk. Satu kelas terlihat tegang, hanya sepasang mata yang melirik kesana kemari dengan isyarat menyuruh temannya untuk maju. Tapi tidak ada juga yang mau.

Lekas pulih, Bumiku (COMPLETE)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن