Bab 39. Mulai

8 3 0
                                    

Malam harinya, aku mengirim pesan pada kak Bagas untuk mengajaknya bertemu di kafe seberang sekolah setelah kegiatan belajar mengajar selesai.

Dengan mudahnya kak Bagas mengiyakan permintaan ku tersebut. Tentunya aku juga sudah meminta izin pada Fiya yang sekarang sudah menyandang status sebagai pacar kak Bagas.

"Sebentar lagi aku bakalan dapet jawabannya Bumi." Ucap ku dengan tangan yang memeluk erat boneka pemberian Bumi. Sambil tersenyum hangat menatap langit-langit kamar yang dihiasi benda langit.

Bukan, bukan karena kamarku atapnya bolong. Namun karena memang sudah di desain seperti keadaan langit yang penuh bintang pada malam hari. Bintang-bintangnya akan menyala jika lampu kamarku dimatikan. Ketika melihat itu rasanya pasti menenangkan.

Setelah puas menatap nya, aku mulai memejamkan mataku bersiap untuk mencari tahu tentang Bumi besok. Semoga saja hasilnya bisa sesuai kemauan ku selama ini.

-

Aku, Fahri, Fiya, dan Deka sedang makan di kantin. Seperti biasa kami memesan bakso, dua laki-laki di depanku ini jadi ikut-ikutan memesan bakso, alasan awalnya sih biasa tidak ribet gitu jadi langsung memesan di satu kedai. Namun hari-hari berikutnya mereka jadi ketagihan. Haha.

"El, gue mau tanya nih." Ucap Deka di sela makan.

"Tinggal tanya." Jawabku singkat.

"Kenapa lo kalo makan bakso gak suka pake kecap?" Tanyanya setelah melihat ku menuangkan 3 sendok sambal juga cuka beberapa tetes.

"Kenapa lo gak suka pake cuka?" Aku membalikkan pertanyaan nya.

Dengan lugu Deka menjawab, "Karena gue gak suka."

"Itu jawaban gue." Deka melongo.

"Mak..." Ucapan Deka terjeda ketika kak Bagas ikut bergabung dalam meja kami.

"Yo yo yo wassap bro!" Sapanya dengan tangan yang seperti mengajak ber-tos. Namun tidak ada yang menanggapi.

"Gak jelas lo!" Tukas Deka membuat kak Bagas mendelik.

"Diem aja deh jomblo! Orang gue kesini mau ketemu Fiya." Fiya pun tersenyum menyambut nya.

"Hai kak!" Sapa Fiya malu-malu. Halah biasanya juga malu-maluin. Huek!

Kak Bagas pun membalasnya dengan senyuman manis yang bisa membuat hati wanita kejang-kejang. Namun tidak dengan ku.

"Eh iya Le, lo jadi kan ntar ngajak gue ke kafe?" Kak Bagas beralih bertanya padaku.

Aku pun mengangguk, "iya kak jadi, nanti sama Deka juga."

"Oke! Jangan lupa traktir gue ya!"

"Itu urusan Deka." Deka pun memberikan jempolnya setuju.

Fiya menoleh penasaran padaku, "Emang sebenernya lo mau ngomongin apa Le?"

"KEPO LO!" Sahut ku heboh. Membuat Fiya memutar bola matanya malas.

-

Aku dan Deka sudah sampai lebih dulu di kafe, tinggal menunggu kehadiran kak Bagas saja yang katanya ingin mengantar Fiya pulang dulu.

Kami mengambil tempat duduk disebelah kaca. Selain agar kak Bagas tidak susah mencari, juga sekalian menikmati pemandangan yang penuh dengan kendaraan.

"Yang mau lo tanyain apa aja?" Tanya Deka.

"Ya yang mau gue tau."

"Gue ikut lo aja deh." Ujarnya.

Aku menyerahkan note yang sudah ku persiapkan dari rumah beserta bolpoin nya pada Deka. "Nanti kalo ada info penting lo catet ya!"

Deka menunjukkan wajah bingung. "Buat apa?"

"Ya buat kenang-kenangan." Jawabku asal.

Tak lama setelah itu, kak Bagas datang dengan pakaian yang sudah berubah. Juga wangi yang menyeruak ke hidungku.

"Lo mandi dulu?" Aku mendelik curiga.

Yang ditanya pun hanya merespon dengan cengengesan.

"Pantes lama banget lo ya!"

"Udah gak papa El, biar jawabnya lebih lancar jaya tanpa hambatan yang menghadang." Deka berucap dengan nada yang menjengkelkan. Namun aku hanya mengiyakan biar cepat selesai.

Lanjut pada kak Bagas, aku mulai melontarkan satu persatu pertanyaan yang selama ini sudah lama bersarang di kepalaku.

"Lo temen deket Bumi?" Terlihat kak Bagas yang nampak kaget mendapati pertanyaan itu.

"Jadi lo nyuruh gue kesini buat bahas Bumi?" Tanya nya.

Aku dan Deka pun kompak mengangguk.

"Gue gak tau apa-apa tentang Bumi." Ucapnya dengan cepat.

Kak Bagas justru membuat ku dan Deka semakin merasa curiga padanya. Akhirnya giliran Deka yang berbicara.

"Plis kasih tau ke kami kak, Elsa butuh banget." Pinta Deka.

"Emang ada urusan apa lo sama Bumi?"

Nah loh.

Aku bingung harus jujur apa tidak pada kak Bagas. Ingin mengatakan sejujurnya namun takut tidak dipercaya dan dikira mengaku-ngaku, kalau tidak jujur hasil yang akan diterima ya mungkin kak Bagas akan sulit di interogasi.

"Lo ada apa sama Bumi?" Kak Bagas mengulangi pertanyaannya.

Oke. Aku akan cerita.

"Gue udah kenal lama sama Bumi semenjak SMP, gue sama Bumi deket. Kita suka pulang bareng, makan bareng, bahkan Bumi juga ngecap gue sebagai miliknya. Gue suka sama Bumi, dan dia pun selalu buat gue ngerasa berharga. Dia banyak banget ngasih gue hadiah yang gak pernah gue lupain." Aku menjeda ucapanku, menatap ke arah Deka yang sudah menundukkan kepalanya.

Aku tau rasanya ada di posisi Deka, mendengarkan pengakuan bahwa orang yang disukai malah menyukai yang lain. Apalagi ini benar-benar ada dihadapannya langsung. Jadi ku putuskan untuk menggenggam tangan Deka. Ia pun tersenyum.

"Tapi semenjak SMA Bumi berubah, Bumi jadi pemarah, Bumi jadi suka nyakitin gue baik lewat kata maupun tindakan. Lo tau itu kan kak?" Kak Bagas mengangguk.

"Bahkan dia pacaran sama kak Dara, bukan gue gak terima. Tapi gue tau kalau dia bukan Bumi yang gue kenal selama ini. Gue mau tau apa alasannya kak, dan menurut gue orang yang cocok buat jadi narasumber ya cuma elo. Gue mohon kasih tau gue apa yang lo tau dari Bumi."

Kak Bagas menatap mataku yang mulai memerah karena menahan amarah juga rindu dan segala macam perasaan lain yang sudah lama dipendam.

"Jadi selama ini Elsa yang dimaksud Bumi itu beneran lo?"

Lekas pulih, Bumiku (COMPLETE)Where stories live. Discover now