Bab 28. Kak Bagas

8 3 4
                                    

"Bumi!" Kak Bagas datang dan langsung memisahkan mereka.

Bumi melepas cengkeraman nya, aku langsung memegang lengan Fahri. Menatap Bumi dengan tatapan tajam.

"Lo berubah Bum!" Ucapku menahan tangis.

"Bumi lo sadar posisi! Lo ketua OSIS sekarang, mau jadi apa SMA Gerbang nantinya?!" Kak Bagas mendorong Bumi sampai punggung nya membentur tembok.

"Bagas udah, Bumi kebawa emosi tadi." Bela Kak Dara.

"Bumi udah gak bisa didiemin terus Dar! Lo juga jangan belain Bumi terus!"

Kak Bagas menghela napasnya berat. Ia sadar kalau tidak seharusnya bersikap begini didepan junior apalagi sekarang sudah banyak yang menjadikan ini tontonan gratis.

"Dara, lo bawa masuk Bumi ke ruang OSIS. Ga enak udah banyak banget yang nonton, nanti malah ketauan BK."

Kak Dara membawa masuk Bumi, Bumi pun hanya diam dibawanya.

"Kalian gak papa?" Kak Bagas beralih pada kami bertiga.

"Gak." Jawab Fahri singkat. Ia masih belum bisa menurunkan emosinya.

"Leza gak papa?"

"Gak papa Kak,"

"Challenge nya gak usah kalian lanjutkan, langsung balik ke kelas aja."

"Tapi tinggal satu kak," ujar Romeo.

"Siapa lagi?"

"Kak Bagas,"

"Gue? Itu mah gampang. Nanti aja, sekarang kalian balik ke kelas dulu persiapan pulang."

-

Aku membereskan meja ku, sambil memohon pada Fahri agar tidak menceritakan kejadian ini pada Deka dan Fiya. Jujur, karena satu PLS dengan Fahri membuatku lebih banyak melakukan kegiatan bersamanya dan semakin banyak yang Fahri ketahui sedangkan tidak dengan Deka dan Fiya.

"Iya," jawab Fahri.

"Ayo keluar," aku keluar bersama Fahri dan seperti biasa menunggu Deka dan Fiya di depan gerbang mart.

"Leza, gue mau bicara." Di depan pintu sudah ada Kak Bagas yang menungguku.

"Leza mau pulang," ucap Fahri menjawab pertanyaan kak Bagas.

"Lo duluan aja ya Ri," aku pun bicara dengan Fahri, meminta nya untuk memberi aku dan kak Bagas space untuk berbicara.

Fahri pun menyanggupi. Dan beranjak meninggalkan kami berdua.

"Nanti Leza pulang sama gue," kak Bagas berucap lagi, membuat Fahri menoleh.

"Terserah,"

"Kita ngomong di kantin aja gimana? Sekalian makan siang." Tawar kak Bagas. Aku pun mengangguk mengikuti permintaan nya.

"Mau ngomong apa kak?"

"Gue atas nama Bumi mau minta maaf sama lo, gue wakil ketua OSIS. Dan gue minta kesediaan lo buat mengerti sikap Bumi yang emang emosional."

Bumi, kenapa berubah gini?

Sejak kapan kamu jadi emosian?

"Aku tau kak,"

"Lo udah kenal Bumi?"

Aku ingin menjawab iya, namun tidak jadi karena tidak mau membuat masalah baru. Aku tidak mau nantinya malah perihal ini semakin menyebar dan malah membuat Bumi semakin emosi.

"Cuma tau nama kak," Kak Bagas pun mengangguk.

"Pesan makanan dulu ya Le?"

"Iya kak,"

Selesai memesan makanan, kak Bagas kembali melanjutkan obrolannya. Sebenarnya aku sudah lelah dan ingin segera sampai rumah, namun tidak mungkin juga aku mengatakan itu pada senior yang sudah sangat baik sejak awal perkenalan seperti kak Bagas.

"Lo udah punya pacar Le?"

Sebisa mungkin aku bersikap biasa saja, tidak mau terbawa suasana dengan mata teduh milik kak Bagas juga suaranya yang menenangkan.

Walaupun sedikit gugup, tapi aku segera menetralkan nya.

"Gak punya kak,"

"Oh bagus deh,"

Bagus? Bagus apanya?

"Iya kak,"

Obrolan berlangsung sambil menghabiskan makanan. Kalau dilihat-lihat emang kak Bagas lebih menarik. Aku yakin dia sudah punya pacar.

"Udah selesai?"

"Udah kak,"

"Yuk pulang." Kak Bagas membayar terlebih dulu pesanan kami dengan men-scan barcode di depan kedainya.

"Fahri itu siapa?" Di perjalanan kak Bagas banyak sekali bertanya. Aku pun selalu berusaha menjawab meskipun sedikit singkat.

"Temen kak,"

"Suka lo?"

"Enggak kak,"

"Tapi keliatannya iya," aku pun diam tidak menjawab.

Lalu kalau Fahri suka memangnya ada masalah apa dengan kak Bagas? Aku bahkan tidak pernah mengurusi hal ini, lagian kami murni berteman.

"Kakak teman dekat Bumi?" Kini giliran aku yang bertanya.

"Iya, gue kenal sejak hari pertama MOS. Waktu itu muka Bumi bener-bener datar kayak gak ada semangat hidup." Ucapnya.

"Kok kakak mau temenan?"

"Ya gue ngerasa cocok aja sih."

"Eh rumah lo belok mana?"

Aku menunjuk arah kanan dengan telunjukku, "kesana kak."

"Makasih banyak ya kak, maaf ngerepotin." Ucapku sambil sedikit menundukkan kepala, kemudian tersenyum singkat.

"Gak papa Le, kalo besok gue jemput lo gimana? Kebetulan rumah gue ga terlalu jauh dari sini."

Haduh.

"Engga usah kak, aku udah berangkat bareng temen." Tolak ku halus, takut menyinggung.

"Fahri?" Tebaknya.

"Bukan, tapi Deka."

Kak Bagas tersenyum, "Kalo gue suka sama lo gimana?"

Aku juga tersenyum, menanggapi dengan santai pertanyaan nya. "Cuma kalau kan? Jadi belum tentu."

"Tapi sekarang udah suka beneran. Gimana?"

Lekas pulih, Bumiku (COMPLETE)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant