Bab 23. Curhat

7 3 2
                                    

"Pesan dari siapa Le?"

Aku menunjukkan pesan itu pada Fiya. Membiarkan Fiya membacanya sendiri. Sungguh, setelah sekian lama menunggu balasan ternyata malah hanya ini yang aku dapatkan. Balasan singkat yang sebelumnya tak pernah Bumi lakukan.

"Ini seriusan kak Bumi? Kok dia cuma bales gini doang Le?"

Pertanyaan Fiya  berhasil membuat Fahri dan Deka menoleh kearah kami berdua. Kemudian menghentikan permainannya dan mendekat.

Aku mengangguk lemah menanggapi pertanyaan Fiya. Rasanya seperti menunggu hal yang sangat sia-sia dan aku benci itu.

"Lo kenapa El?" Kepo Deka.

"Diem lo!" Fiya langsung menyemprotnya. Sedangkan Fahri hanya bisa diam tak merespon apapun.

"Tadi gue denger lo nyebut nama Bumi?" Tanya Deka lagi. Memang orang ini tak bisa dibilangin.

"Iya, Bumi yang udah cap gue sebagai miliknya tapi sekarang malah seakan hilang ditelan dirinya sendiri." Tanpa sadar aku malah bercerita pada mereka.

Mungkin sudah tidak kuasa menahan segala beban yang selama ini ku pendam karena terlalu memikirkan Bumi. Karena nyatanya sampai saat ini aku masih merasa kalau Bumi masih milikku dan untukku.

"Kalian bayangin jadi gue yang udah dibaperin sama dia, diperlakukan kayak orang yang paling spesial, sampai akhirnya gue bisa naruh rasa sama dia." Aku mulai meluapkan semuanya. Fiya mengelus-elus pundak ku untuk menenangkan.

"Tapi gue sama dia gak pernah ada status yang jelas, walaupun dia selalu yakinin gue kalau gue itu punya dia. Tapi kita gak pernah pacaran!"

"Sabar," Fahri mengeluarkan suara nya, malah semakin membuatku rapuh.

"Dia udah lulus, dan sebelumnya dia udah bilang kalau hubungan kita bakalan kayak biasanya. Tapi setiap kali gue kirim pesan gak pernah dapat balasan sama sekali."

"Sampai sekarang, dia baru balas pesan gue dan malah ngebuat gue ngerasa gak pernah berarti apa-apa buat dia selama ini. Padahal sebelumnya dia gak pernah giniin gue, perihal ngomong pun dia gak pernah singkat walaupun cuma sama gue." Aku mulai menunduk pilu.

Membayangkan kembali bagaimana dulu Bumi memperlakukan ku dengan sangat sangat baik, mengantarkan ku pulang, dan mengatakan kalau aku miliknya. Semuanya masih dengan jelas terpatri dalam otakku, tidak ada yang terlupa barang sedikit saja.

Perhatian yang selama ini Bumi berikan juga sampai sekarang masih sangat berbekas dalam ingatanku, bagaimana Bumi memberi ku hadiah ulang tahun, bagaimana Bumi menggodaku, bagaimana Bumi tersenyum padaku. Tidak bisa ku lupakan begitu saja walaupun sekarang aku kecewa padanya.

"Gue pernah mikir buat dateng ke rumah Bumi buat ketemu sama dia, tapi gue gak tau rumah dia dimana."

"Gue rindu Bumi," Itu kalimat terakhir yang mampu aku katakan pada mereka.

Lidah rasanya sudah kelu menyebut nama Bumi, hanya mengingatnya saja sudah membuat hatiku sesak.

"Bumi balas apa emangnya?" Tanya Deka.

Aku pun menunjukkan pesan terakhir Bumi, membuat Deka menghela napasnya.

"Gue gak tau maksud dia apa, tapi yang jelas dia punya alasan bersikap kayak gini El," ujar Deka. Tidak biasanya dia berbicara benar seperti ini, tapi aku sedikit bersyukur karena tidak perlu capek untuk marah padanya.

"Yang gue tebak alasan dia ya karena lo kurang cantik mungkin," lanjut Deka.

Baru saja aku memujinya, ia langsung menunjukkan aslinya. Benar-benar harus aku tarik kembali ucapan ku barusan.

"Gue lagi malas debat sama lo!" Ucapku datar.

"Lo gak bisa ya serius dikit Ka? Lama-lama gue juga jadi ikutan kesel tau gak?" Cerca Fiya.

Namun tanpa diduga, Fahri mengusap puncak kepalaku dengan lembut. Aku merasakannya walaupun tangannya terasa kaku. Namun Fahri tetap berusaha menunjukkan kepeduliannya.

"Gue tau lo bisa ngadepin semuanya," ujar Fahri tenang namun begitu menembak.

Fiya dan Deka menghentikan keributannya ketika mendengar suara Fahri. Mereka memperhatikan kami dengan saksama. Sampai akhirnya Fahri tersadar dan menurunkan tangannya dari kepalaku.

Tampaknya Fahri kelihatan malu dan masih belum terbiasa. "Makasih Fahri, gue tau diem nya lo itu selalu memperhatikan." Ucapku yang membuat Fahri mengangguk kaku.

"Gue gak nyangka lo dengerin Elsa ngomong Ri," ucap Deka dengan nada menyebalkan.

Untung aku sedang tidak ada hasrat untuk menimpalinya, jadi dia aman sekarang.

"Gue dengerin," ujar Fahri.

"Lo emang temen yang baik banget Ri," puji Fiya pada Fahri. Fahri pun tak memberikan respon berlebih, hanya tersenyum sedikit sekali.

"Iya lah, gak kayak sebelahnya noh!" Sindir ku pada Deka dan dia pun menatapku galak.

"Gue seneng bisa punya kalian."

Lekas pulih, Bumiku (COMPLETE)Where stories live. Discover now