Bab 22. Dekat

7 3 2
                                    

Setelah kejadian kemarin, hubungan ku dengan Deka semakin akrab. Deka tak jarang ikut makan bersama di kantin bersama aku dan Fiya. Bukan hanya Deka, namun teman sebangkunya yang bernama Fahri pun ikut serta.

Untuk Fahri, aku baru merasakan sekelas dengannya tahun ini. Siklus nya setiap tiga tahun sekali pasti kelas akan diacak, dan bersyukur nya aku selalu satu kelas dengan Fiya selama tiga tahun berturut-turut.

Seperti saat ini, kami berempat sedang duduk menghadap satu sama lain. Disebelahku kiri ku ada Fiya, didepanku ada Deka dan disebelah kanan Deka duduk seorang Fahri.

Fahri orang nya baik selama aku mengenalnya, dia tidak suka meledek seperti Deka. Tipikalnya lebih ke pendiam namun memperhatikan, dia sangat peduli.

"Burung burung apa yang gak baik?" Deka memulai tebak-tebakan nya.

Sedari tadi yang memenuhi meja kami ya aku dan Deka yang sering ribut.

"Burung dara!" Sahut Fiya semangat.

"Salah!" Jawab Deka.

Aku berpikir, tidak ada salahnya mencari tahu jawaban konyol tebak-tebakan Deka. Siapa tau bisa membuat suasana hatiku lebih baik. Sedangkan yang bisa ku saksikan disini Fahri hanya diam memperhatikan kami semua tanpa ada niatan bergabung dalam obrolan.

"Gue mau jawab," ucapku.

Seisi meja mengalihkan pandangan nya pada diriku.

"Jawabannya, burung angsa! Kenapa? Ya karena dia suka nyerang orang lewat. Pasti gue bener! Iya kan?" Jawabku tak mau kalah. Walaupun nyatanya sedikit aneh, tapi itu yang kutemukan dalam otak.

"Apa-apaan lo! Ya salah banget lah!"

"Ya terus apa jawabannya?" Tantang ku.

"Jawabannya ya burung sangka!! Hahahaha!" Deka terbahak dengan tangan yang memukul meja.

Fahri yang tadinya diam pun sedikit menyunggingkan senyumnya kaku. Sedangkan Fiya juga ikut terbahak bersama Deka. Dan aku hanya memandang Deka dengan tatapan tidak bisa dijelaskan.

Burung sangka katanya? Memang sinting!

"Hah tebakan lo gak bermutu nih!" Ucapku kesal.

"Enak aja! Lo nya aja yang emang cemen!" Balas Deka tak mau disalahkan.

Ini nih yang tak bisa dimaafkan dari Deka. Dia tidak pernah mau mengalah dari perempuan. Bagaimana pun keadaan dan situasi nya, dia tetap selalu berusaha untuk menang. Tidak seperti Bumi yang lebih sering mengalah untukku.

Fiya berdecak, "Udah kenapa sih?! Lo berdua yang berantem tapi gue yang capek dengerinnya. Kalau mau berantem sana lanjutin di lapangan! Gue sama Fahri gak mau denger."

Fahri yang merasa namanya disebut pun menoleh bingung ke arah Fiya. "Kenapa? Emang lo mau dengerin mereka ribut terus?" Tanya Fiya sarkas.

Dan Fahri pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aku dan Deka sama-sama diam daripada harus mendapat ocehan dari mulut tajam milik Fiya. Melanjutkan kembali makan yang tertunda karena tingkah Deka.

"Eh gue punya ide nih, gimana kalau nanti kita kumpul dirumah Leza?" Usul Fiya yang membuatku langsung tersedak.

Fahri langsung menggeser minumnya ke arahku dan aku segera meneguknya. "Makasih Fahri." Kemudian Fahri mengangguk dan mengambil lagi minumnya.

"Gue sih setuju!" Sahut Deka.

"Gue yang gak setuju!" Jawabku. Apa-apaan ini. Kenapa jadi tiba-tiba rumahku yang dijadikan sasaran.

"Le, setuju aja kenapa sih? Daripada lo gabut kan sendirian dirumah? Mending kita temenin." Rayu Fiya.

Benar juga sih, daripada nanti aku harus bosan dirumah karena hanya melakukan hal yang sama berulang-ulang. Lebih baik mengajak mereka main kerumah, karena pasti menunggu Mamah pulang jadi tidak terasa lama.

Setelah berpikir, akhirnya aku mengangguk juga. "Tapi yang bertamu tau diri aja harus bawa makanan."

"Gak ikhlas banget kayaknya lo?!" Ucap Deka.

Aku hanya menatapnya sebentar lalu mengalihkan nya lagi pada makanan.

"Lo gimana Fahri? Mau ikut apa enggak?" Fiya kini bertanya pada Fahri yang diam terus.

"Iya," jawabnya singkat.

-

Sekolah sudah dipulangkan, kesepakatannya adalah aku hanya disuruh menunggu dirumah sedangkan mereka nantinya yang akan menuju kerumah ku dengan alamat yang sudah ku berikan sebelumnya.

Aku menunggu di depan televisi dengan memakan popcorn juga teh kotak. Serius, semakin kesini rinduku pada Bumi semakin tinggi menumpuk. Walaupun tak bisa ku sembunyikan kalau kehadiran Deka dan Fahri memberi warna lain dalam hidupku. Rasanya seperti sedikit berkurang rasa sakitnya sebab memikirkan Bumi.

Jika kalian penasaran Bumi sudah menghubungi ku apa belum, maka jawabannya masih sama. Belum.

Tidak tau apa yang terjadi pada Bumi sampai tidak sempat membalasnya. Padahal nomornya masih aktif dan sering online. Mungkin saja Bumi sangat sibuk dengan sekolahnya, pikirku.

Ting nong
Bel rumah ku berteriak.

"Eh Fahri, masuk dulu Ri." Aku membukakan pagar untuk Fahri memasukkan motornya.

"Makasih," ucapnya.

Tak berselang lama setelah kedatangan Fahri, Deka dan Fiya datang bersamaan.

"Loh? Kok kalian bisa bareng?" Tanya ku heran.

Fiya melepas helmet nya dan memberikannya pada Deka. "Iya, gue minta dijemput Deka tadi." Aku pun hanya ber-oh ria.

"Ya udah hayu masuk!" Ucapku.

Kami masuk ke dalam rumah dan segera duduk di sofa ruang tamu. Yang kulihat Fiya membawakan 2 tas berisi banyak makanan. Aromanya sudah sangat menyeruak dari tadi.

"Leza gue bawain lo makanan banyak nih!" Seru Fiya.

"Makasih Fiya." Kemudian aku membawanya ke dapur dan memindahkan nya kedalam stoples lalu kembali ke ruang tamu.

"Ini dimakan, oleh-oleh dari Fiya." Makanan itu ku letakkan diatas meja.

Fahri dan Deka sedang bermain PS. Aku yang menyuruhnya daripada mereka gabut tidak tau harus ngapain. Sedangkan aku dan Fiya ya hanya mengobrol seperti biasanya.

"Lo gak mau bikin makanan gitu Fi?" Tanya ku.

"Gue lagi mager banget ah."

Drrrt drrtttt
Aku merasakan ponselku yang bergetar. Segera ku buka dan ternyata notifikasi chat dari Bumi.

Bumi
Aku baik Elsa, maaf tidak membalas pesanmu.

Lekas pulih, Bumiku (COMPLETE)Where stories live. Discover now