35. Rasa yang masih terpendam

2.3K 304 207
                                    

Absen dulu yuk.
Kalian asal kota mana aja?

Jangan lupa vote-men:)

***

Dalam persaingan, setiap orang harus bisa mengambil atau bahkan membuat setiap peluang. Jika terus pasrah, jangan harap akan ada kemenangan.
(Gilang)

***

"Adit adikku yang tersayang!"

Qinan melompat ke samping Adit yang baru selesai sarapan, langsung merangkulnya erat disertai tawa receh dan cengiran penuh makna.

Adit jelas merasa risih dengan sikap kakaknya yang sok manis. Adit tahu betul jika kakaknya itu sedang menginginkan sesuatu darinya. Biasalah, itu adalah salah satu modus dari seorang kakak pada adiknya.

"Najis, gak usah pegang-pegang ya!" Adit menghempaskan tangan Qinan yang merangkulnya, melenggang pergi melewati Qinan keluar dari dapur.

Qinan mencibir, meskipun tetap saja mengejar Adit dan merangkul kembali pundak Adit yang lebih tinggi darinya itu, sehingga kakinya harus berjinjit untuk mencapainya. "Dit, lo ganteng banget hari ini. Mata gue silau lihat kerlap-kerlip pesona lo," katanya hiperbola.

"Geli anjir!" balas Adit ketus, melangkah tenang menuju kamarnya, kali ini membiarkan Qinan yang semakin kesusahan merangkulnya sambil berjalan.

Dengan perbandingan tinggi mereka, rasanya Qinan ingin protes. Kenapa cowok cepat sekali tubuh tinggi sih? Padahal 'kan cewek juga mau tinggi.

Qinan melepas rangkulan pada Adit, kakinya sudah pegal berjinjit terus. Dia memilih ke hadapan Adit, menghentikan langkah adiknya itu. Lalu dengan sok perhatian, mengencangkan dasi Adit yang sudah tergantung rapi di kerah seragamnya.

"Dit, lo kan baik nih. Tolongin gue dong, sekali ini aja." Qinan mengerjap memohon, yang malah membuat Adit jadi mendelik sebal.

"Sekali apanya? Baru aja kemarin lo minta gue ambilin sendal lo yang nyangkut di genteng." Adit tak bohong, kemarin sore tiba-tiba Qinan misuh-misuh padanya, minta tolong buat ambilin sebelah sendalnya di genteng. Katanya sih, Qinan habis lempar buah mangga di depan rumah, eh sendalnya malah nyasar ke genteng.

"Itu masalalu, Dit. Gue minta tolong buat kehidupan masa depan gue." Ucapan ngawur Qinan membuat Adit mengernyit. "Apaan pake bawa masa depan segala?" 

Adit kira benar-benar ada hal penting yang harus segera Qinan dibereskan. Tapi, nyatanya bukan.

"Pinjem sepeda lo, dong."

Pemuda itu mendatarkan wajahnya. "Terus gue ke sekolah naik apa? Ikan terbang?"

"Motor lo—"

"Motor gue dibawa bapak dinas ke luar kota. Baru aja subuh tadi berangkat, masa udah lupa."

Wajah Qinan mendadak masam. Kalau tadi mengencangkan dasi Adit yang miring, sekarang dia mengencangkannya sampai membuat Adit tercekik. Alhasil hal itu membuat Adit tak terima dan memgunci kepala Qinan di celah keteknya.

"Heh, lo mandi gak sih? Kenapa keteknya masih bau!" Qinan meronta-ronta, mencium bau ketek Adit dia jadi mual.

"Enak aja! Lo nyium bau jigong lo sendiri kali!"

BITTERSWEET : TWINS ✓Where stories live. Discover now