8. Keluarga

2.2K 310 16
                                    


Keluarga bukan hanya tentang rumah.


°°°

Laju motor ninja hijau berhenti di sebuah pekarangan rumah, terparkir di samping mobil warna silver milik saudaranya.

Galang melepas helm, turun dari motornya, lalu memasuki rumah sambil memberi salam. Awalnya dia akan segera ke lantai atas dimana kamarnya berada, tapi langkah kakinya terhenti dan malah berbelok ke arah dapur.

Galang menyembulkan kepala melihat ke dalam dapur, dia menarik napas pelan sambil menghirup dalam aroma sedap dari masakan yang sedang dimasak ART rumahnya. "Mbok, lagi buat apa?" tanya Galang, masih di posisi yang sama.

Wanita berumur setengah abad yang dipanggil Mbok Diah itu menoleh kaget pada Galang. "Den Galang ngagetin Mbok aja. Ini lagi masak buat makan siang."

"Aku bantuin, yah." Galang menghampiri Mbok Diah, berdiri ke samping wanita itu lalu merebut spatulanya. Mengambil alih posisi Mbok Diah memasak capcay.

"Den Galang kebiasaan deh! Sini Mbok aja, aden ganti baju dulu sana!" Mbok Diah mengomel. Kebiasaan Galang mengambil alih posisinya sebagai juru masak di rumah ini semakin lama semakin keseringan. Meskipun itu kemauan Galang sendiri, tetap saja membuatnya merasa tak enak.

Selain bermain bola, Galang memiliki hobi tersembunyi, yaitu memasak. Hanya keluarga dan Mbok Diah saja yang tahu hobinya itu. Saat masih kecil, dia sering memperhatikan mamanya memasak, hal itu membuatnya ingin mencoba memasak juga. Bahkan sekarang, dia sudah cukup ahli dalam bidang itu.

Pasti, tidak akan ada yang menyangka fakta itu karena imej Galang di sekolah.

Galang menaruh spatulanya kembali, langsung menurut pada perkataan Mbok Diah, yang bagi Galang sudah seperti ibu kedua baginya. Apalagi setelah mamanya meninggal, dia tak punya sosok seorang ibu lagi.

"Papa belum pulang, Mbok?" tanya Galang. Mbok Diah menggeleng, membuat Galang menghela napas agak kecewa.

"Kenapa? Dari kemarin Den Galang nanyain Tuan terus?"

Galang tersenyum tipis. "Ada deh," katanya, lalu pergi dari sana.

Galang naik ke lantai atas menuju kamarnya. Kamar Galang dan Gilang saling berhadapan, kamar Galang di sebelah kiri dan Gilang di kanan-jika dilihat dari tangga. Hal paling mencolok untuk membedakan kedua kamar tersebut adalah di depan pintu kamar Galang terpajang gantungan pintu dengan bacaan 'Dilarang masuk'.

Galang membuka kenop pintu, memasuki kamarnya dan langsung terdiam dengan wajah datar, melihat kembarannya yang sedang tengkurap di atas kasur miliknya sambil menonton anime dari laptop.

"Lo bisa baca gak sih?"

Gilang menoleh pada Galang. Tak mengatakan apa-apa, kemudian kembali fokus pada layar laptop.

Galang mendengkus, lalu menimpuk saudaranya dengan tas. Gilang mengaduh, langsung mendudukkan diri sambil memegangi kepalanya. Meskipun isi tas Galang hanya ada ada satu buku dan satu pulpen, atau paling tidak ditambah baju olahraga, tetap saja rasanya sakit.

"Kenapa sih?"

"Jelas-jelas ada tulisan dilarang masuk, lo gak bisa baca?" Galang berucap galak. Tulisan 'dilarang masuk' depan pintunya bukan hanya untuk hiasan, tapi juga berlaku. Siapapun tidak boleh masuk, kecuali izin dulu dengannya.

BITTERSWEET : TWINS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang