14. LDKS 1 : Fighting

2K 278 29
                                    


Setelah dua hari yang lalu pemilihan ketua OSIS dilaksanakan. Para calon anggota OSIS periode sekarang akan melaksanakan LDKS hari ini –jumat– di sekolah yang dimulai setelah pulang sekolah sampai minggu pagi.

Qinan menempelkan pipinya ke meja dengan malas. "Belum juga mulai, tapi udah capek aja," gerutunya setelah selesai berkumpul di lapangan di saat yang lain istirahat di kantin. Membahas acara LDKS yang akan dilaksanakan nanti setelah pulang sekolah.

Res menepuk bahu Qinan. "Semangat dong! Jangan loyo kayak si Kibo."

"Napa gue dibawa-bawa terus sih, Res? Kalo lo ngefans sama gue, bilang dong!" timpal si rambut ikal yang langsung diberi delikkan dari Res.

Rama berpindah duduk ke kursi depan Qinan. Menekan pipi gadis itu dengan telunjuk, sehingga Qinan jadi menegakkan tubuhnya.

Rama menyengir lebar. "Semangat, Qinan!" katanya penuh energi.

Gadis itu balas tersenyum, lalu tiba-tiba berdiri sambil mengacungkan sebelah tangan ke atas. "Oke, semangat!" Bersamaan dengan itu murid kelasnya yang lain langsung bertepuk tangan dengan geli.

"Eh woy! Gue juga ikut LDKS bareng dia. Kenapa gak ada yang nyemangatin gue sih?" Rio berdiri, merasa tak terima dengan kepilih kasihan teman sekelasnya itu.

"Punten, maneh teh saha?" Kibo berceletuk. Langsung membuat seisi kelas tertawa.

***

Qinan keluar kelas saat jam istirahat kedua. Dia tidak ke kantin melainkan ke UKS untuk meminta koyo kepada Mbak Cici –dia lupa tidak membelinya tadi– buat jaga-jaga takutnya dia masuk angin saat bermalam di sini. Kenapa gak nanti aja ngambilnya? Karena kalau nanti koyonya bisa langsung ludes. Yang lainnya juga pasti ingin pakai koyo.

Qinan membuka pintu UKS. Sambil berseru memanggil si perawat UKS. "Mbak ... oh mbak!"

"Berisik!"

Qinan segera memusatkan pandangan ke seorang laki-laki yang tengah duduk bersila di atas ranjang tengah, seraya memegang ponsel dalam posisi horizontal. Mata Qinan menyipit sejenak, yang kemudian malah langsung tergelak.

Galang, lelaki itu mengernyit melihat Qinan tertawa. "Apa?"

"Nggak, tadi kan aku manggilnya mbak, kanapa kakak yang nyahut sih? Sejak kapan kakak jadi mbak-mbak?" balas Qinan, tertawa lagi.

Galang langsung membulatkan mata, menyorot tajam Qinan, merasa tak terima. "Lo ngata-ngatain gue?"

Tawa Qinan mereda, gadis itu jadi menurunkan ekpresi wajahnya. Mendadak ngeri melihat tatapan intimidasi Galang. "Kalem, Kak. Cuma bercanda, kakak sensian amat kayak gak pernah diajak bercanda," cibirnya lalu berbalik dan mengambil koyo di lemari.

Galang mengembuskan napas pelan. Apa yang dikatakan gadis itu memang benar, dia sudah lama tidak bercanda dengan orang. Dia juga bukan tipe orang yang suka bercanda. Dia selalu bersikap serius dan menyikapi orang lain dengan serius pula.

"Kakak ngapain di sini? Sakit? Atau lagi makan siang?" tanya Qinan tiba-tiba saja sudah berdiri di dekat Galang saat lelaki itu melamun.

"Lo sendiri ngapain?"

Qinan mendelik, kalimat itu sama persis seperti pertanyaan Gilang padanya saat mereka bertemu di supermarket. Mentang-mentang kembar, ucapanku bisa kembar juga. Mereka berdua sama-sama menyebalkan, sama-sama sinisan, sama-sama baperan.

BITTERSWEET : TWINS ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora