31. Hujan

2K 295 54
                                    

Hi, apa kabar?

--

Setetes air hujan turun, diikuti tetesan lainnya yang kian lama kian membesar, tepat setelah Galang pergi setelah mengantarkan Qinan pulang.

Qinan memandangi hujan deras di depan rumahnya. Jadi terpikirkan jika Galang pasti kehujanan sekarang, harusnya dia mampir lebih dulu kalau tahu akan begini.

Gadis itu memasuki rumahnya, memberi salam, tapi kemudian tersentak dan langsung terdiam ketika melihat Rama ada di ruang tamu.

"Lo dari mana aja?"

Qinan menghela napa berat, mau tak mau harus bercerita.

Sementara itu, Galang terus melajukan motornya menembus hujan deras. Beberapa kali mengusap kaca helmnya yang tertutup buliran hujan.

Sejujurnya Galang benci hujan, ketika hujan turun dia akan segera menjauh ke tempat yang teduh. Tadinya dia akan berteduh, tapi dia teringat jika saudaranya sedang sendirian di rumah. Dengan kondisi Gilang yang baru saja patah tulang, pasti dia kesulitan sekarang. Meski, terkesan ogah-ogahan membantu, tapi tetap saja Galang peduli padanya.

Hujan kian deras ketika Galang sampai di rumahnya. Ia melepas helm, sehingga bulir hujan kini jadi menimpa kepalanya. Kemudian terdiam sejenak, melihat mobil ayahnya terparkir di depan rumah.

Galang menarik rambutnya yang basah, mengusap wajah, seraya mengembuskan napas pelan. Dia tebak, ayahnya akan memarahinya nanti.

Galang lalu turun dari motornya, memasuki rumah, tak peduli meski seluruh tubuhnya basah kuyup hingga meneteskan air ke lantai. Saat lima langkah masuk, dia berhenti ketika melihat Pradika dan Gilang melangkah menuruni tangga.

Pradika berjalan cepat menghampiri Galang. Meninggalkan Gilang yang langkahnya sedikit tertatih. Tanpa basa-basi Pradika langsung bertanya dengan tajam, "Dari mana saja kamu sampai basah kuyup begini?"

Pradika baru datang beberapa menit lalu, setelah mendapat kabar dari pihak sekolah tentang Gilang yang jatuh dari tangga. Namun, saat dia tiba di rumah, dia hanya menemukan Gilang yang tengah kesusahan mengambil minum, tanpa ada Galang yang seharusnya ada di sini menemaninya.

"Tadi, aku minta Galang buat antar orang yang nolong aku, Pa." Yang menjawab adalah Gilang, ia mendekat berdiri di samping Galang.

Pradika berdecak kecil. "Papa tidak bertanya pada kamu Gilang." Gilang sontak merapatkan bibir. Pradika dan Galang saling beradu tatap, cara mereka menatap begitu mirip dengan lensa coklat yang bening.

Pradika berkata lagi, "Gilang jatuh dari tangga sampai masuk rumah sakit, tapi kenapa kamu tidak memberitau papa?" tanyanya telak.

"Aku juga baru tau tadi." Galang menjawab tenang, meski sejujurnya dia sedang tegang sekarang. Karena seberani apapun Galang, dia sama sekali tak bisa melawan papanya.

"Pantas saja orang lain yang memberitau papa. Kamu ke mana saja di sekolah? Bukankah kamu juga harusnya latihan futsal untuk pertandingan nanti? Atau kamu bolos lagi, sampai tidak tahu adik kamu jatuh?"

Galang menelan ludah, lalu mengangguk pelan. Membuat Pradika melotot, merasa geram. Sementara Gilang, berdecak kecil karena baru tahu juga soal itu.

"Papa tak habis pikir denganmu Galang." Pradika menghela napas kasar, "Sudah berapa kali papa peringatkan. Jangan bolos lagi, papa tidak mau nama kamu terus tercoreng." Pradika menghela napas panjang merasa penat. Lalu memperhatikan Galang dari ujung kaki sampai ujung kepala.

BITTERSWEET : TWINS ✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin