29. Rasa Bersalah

2.2K 272 52
                                    

Mata lelaki itu memicing sesaat, ketika melihat saudara kembarnya sudah tiba di sekolah lebih pagi darinya dan kini tengah berdiri di depan kelas 10 IPA 3, entah sedang apa.

Gilang mendekat, membuat Galang yang tengah bersandar ke tembok kelas tersebut jadi menegak.

"Ngapain di sini?" tanya Gilang.

"Nunggu, Rama."

Ada rasa ketidakpercayaan dari Gilang. Mengingat orang macam Galang itu bukanlah orang yang senang menunggu, kalau dia mau dia bisa saja menyuruh Rama yang mendatanginya. Tapi, lihatlah keajaiban di depannya itu.

Namun, kemudian Gilang sadar jika Galang memang berbohong. Ketika saudara kembarnya itu malah memanggil nama lain.

"Qinan." Nada suara Galang terdengar berat, memanggil gadis yang baru datang dan hendak memasuki kelasnya itu.

Gilang melihat Rama datang bersama Qinan, namun sama sekali tak disapa Galang. Ia jadi dibuat penasaran, tentang seberapa dekat Galang dengan Qinan?

'Galang suka sama dia?' batin Gilang berbicara seperti itu. Percaya tidak percaya, dia belum bisa memastikannya. Apalagi Galang jarang berekspresi, jadi sulit melihat apakah ada rasa suka dari raut wajah ataupun caranya menatap.

Gilang jadi memperhatikan wajah Qinan sekarang. Gadis itu terlihat tak nyaman, apalagi saat gadis itu meliriknya. Ketara sekali dia tak menyukai kehadirannya di sana.

"Maaf, Kak. Aku gak bisa bicara sekarang." Qinan menjawab, lalu tanpa pamit langsung melengos memasuki kelasnya.

Galang mendengkus. "Ram, lo udah bujuk dia?" tanya Galang pada Rama yang masih berdiri di depan kelas.

Kemarin Galang dan Rama membicarakan soal Qinan. Tentang apa yang terjadi pada gadis itu. Lalu Galang meminta Rama untuk membujuk Qinan agar bicara dengannya lagi. Tapi sepertinya, harapan Galang tak terkabul.

"Udah, tapi gue gak bisa maksa. Dia gak mau diganggu dulu." Rama menjawab, lalu pamit dan memasuki kelasnya.

Galang mendesis kesal, ia hendak masuk ke ruangan kelas tersebut, namun segera Gilang cegah dengan menahan pundaknya. "Mau ngapain?"

"Bukan urusan lo."

"Jangan ganggu dia."

Galang mengenyit. Lalu menghadap pada Gilang sepenuhnya. "Siapa yang lo maksud?"

"Gak mungkin lo gak paham." Gilang tahu Galang sebenarnya paham. Ia lalu menurunkan intonasi bicaranya, "Gue lihat lo punya ketertarikan sama dia. Tapi, untuk sekarang jangan ganggu dia dulu, biarin dia menenangkan diri sampai rumor ini mereda."

"Lo pemicunya, lo yang buat dia begitu." Galang menyudutkannya, "Seharusnya lo jangan putus sama Via." Lalu segera pergi melewati tubuh Gilang yang masih diam di tempat.

Si mantan ketua OSIS itu mengepalkan tangan sesaat. Meski beberapa detik kemudian kepalan tangannya melonggar ketika melihat Via datang, melangkah dengan anggun di koridor.

Via jelas sadar jika ada Gilang yang beridiri tegak di depan sana. Bahkan sejak dari ujung koridor pun dia sadar jika itu Gilang. Tapi, Via tak akan menghindar, ia tak mau di anggap lemah dengan menghindar, walaupun sakit hati sampai rasanya ingin membenci dan menjauh pergi.

BITTERSWEET : TWINS ✓Where stories live. Discover now