Ekstra part 1

2K 278 31
                                    

SMA Pradika baru kemarin selesai melangsungkan Penilaian Akhir Semester (PAS). Hari ini para murid sudah terbebas dari pelajaran, hanya tinggal menunggu pengumuman nilai dan liburan sekolah.

Sudah tiga minggu semenjak Galang pergi ke Singapura. Sekarang sudah tak banyak orang yang begitu mempedulikan kondisi Galang. Mereka menjalani hari dengan biasa seakan tak kehilangan Galang sama sekali.

Lain hal dengan Qinan, gadis itu sampai sekarang masih belum bisa menjalani hari seperti biasa. Justru, semakin lama, rasanya dia semakin merindukan Galang. Apalagi, dia tak mendapat kabar apapun tentang bagaimana kondisi pemuda itu.

"Kira-kira Kak Galang udah bangun belum, ya?" Qinan bergumam. Ketiga temannya yang sedang memakan bekal masing-masing tersebut langsung menatap ke arahnya.

Res mengarahkan roti lapis miliknya ke depan mulut Qinan, membuat Qinan refleks membuka mulut dan mengigit roti lapis tersebut sedikit. Res tersenyum manis, berkata, "Jangan dipikirin terus, Qi. Gue gak mau nanti itu justru jadi beban buat lo. Abisin makanannya!"

Rama mengangguk setuju, dengan mulut penuh nasi ia ikut berkomentar. "Lo masih belum tanya ke Kak Gilang? Dia mungkin tau sesuatu," sarannya.

Gadis berkuncir itu menggeleng pelan. "Gue masih belum berhubungan lagi sama Kak Gilang. Entah kenapa, gue ngerasa kalo Kak Gilang sengaja ngindarin gue." Terakhir kali Qinan berhubungan dengan Gilang adalah ketika Gilang memberitahunya jika Galang sudah sampai di Singapura. Setelah itu, Gilang tak pernah menghubunginya lagi, membalas pesan, atau bahkan menyapa pun tak pernah hingga sekarang.

"Ulah suuzon, Qi." Kibo menimpali, "Palingan Kak Gilang itu lagi menenangkan diri dulu sekarang. Dia juga pasti masih terpukul karena Kak Galang pergi jauh."

"Sampai kapan dia begitu? Kenapa terus terpuruk?"

"Sama aja kayak lo, Qi." Rama menatap gadis itu lurus, "Lo sampe sekarang masih dilanda kesedihan. Apalagi Kak Gilang? Harusnya lo paham soal itu." Ucapan Rama membuat Qinan tersadar. Rama benar, harusnya dia bisa paham, bukannya terus mengeluh seperti ini.

"Qi, bersikap biasa aja, belum tentu gak peduli. Kita juga peduli, kita cemas, kita juga nunggu kabar dari kondisi Kak Galang, tapi kita berusaha gak nunjukkin itu dan menjalani hari seperti biasa lagi." Res memegang tangan Qinan. "Jangan sedih terus, Qi. Kita gak mau lihat lo gini terus."

Qinan mengangguk kecil. Ya, mungkin ini saatnya lepas dari rasa sedih karena ditinggal tanpa pamit, juga untuk menahan rindu karena terus menunggu.

Mereka benar, Qinan tak bisa terus seperti ini. Ada hari ini yang harus dijalani, ada hari esok yang harus dihadapi.

***


Qinan pulang sekolah dengan sepedanya, bersama Rama yang mulai menemaninya menaiki sepeda lagi.

Tak ada percakapan apapun di antara keduanya, akhir-akhir ini Qinan memang jadi pendiam, membuat Rama terkadang merasa kesal sendiri. Namun, Rama paham, karena memang berat ditinggal oleh orang yang kita sayang. Apalagi, tanpa pamit dan tanpa kabar seperti apa yang dialami Qinan.

"Qi."

Qinan melirik Rama sekilas, lalu meluruskan pandangan ke jalanan lagi. "Kenapa?"

"Liburan nanti, lo gak akan ke mana-mana, 'kan?"

Qinan terkekeh pelan. "Bagi gue liburan itu adalah rebahan di rumah."

BITTERSWEET : TWINS ✓Where stories live. Discover now