(Part masih lengkap dan sudah terbit di @_gentebooks)
Ada tiga hal yang Erlangga benci.
Pertama, berisik. Kedua, hal-hal merepotkan. Ketiga, Senja.
Namun, menurut Senja hal-hal yang Erlangga benci adalah hidupnya. Cerewet dan merepotkan? Mungkin.
Se...
Senja menatap sekitar, terlihat Elang tengah menatapnya dari kejauhan sana tapi tanpa niat membantu nya. Senja kembali meringis saat rasa sakit nya semakin nyata, belum lagi darah yang terus keluar dari hidungnya.
Senja mendongak, Meira sudah bersiap untuk melempari nya lagi. Senja memejamkan mata nya saat bola hendak melayang ke arah nya.
Menyebalkan memang saat mendapati tokoh protagonis yang di tindas tanpa melakukan perlawanan sedikitpun. Tapi memang nyatanya kini Senja tidak bisa melakukan apapun. Melakukan pembelaan pun tidak ada artinya setelah semua orang mempercayai jika dirinya lah seseorang yang jahat, yang tega mencelakai orang lain.
Ega menepis bola yang hampir saja mendarat ke Senja membuat Meira menatapnya sinis.
"Kamu gak papa?" tanya Ega saat berjongkok di hadapan Senja.
Apa Senja terlihat baik-baik saja dengan darah yang keluar dari hidung dan juga dada nya yang terasa sangat sakit?
Ega mengangkat tubuh Senja setelah sebelumnya menatap tajam Elang yang bergeming di tempatnya. Bisa-bisa nya laki-laki itu membiarkan Senja di perlakukan seperti ini.
***
"Makasih," ucap Senja setelah memberikan gelas minum nya kepada Ega setelah sebelumnya memakan obat.
Ega mengangguk lalu menyimpan gelas ke atas nakas yang berada di UKS. "mendingan?" tanya Ega membuat Senja mengangguk.
"Harusnya kamu jangan dulu Sekolah, Ja." Ega menatap Senja khawatir.
"Gak papa."
"Kamu sama Elang lagi berantem atau--" ucapan Ega terhenti saat Senja bergerak untuk turun dari brankar. "mau kemana?"
"Ke kelas," jawab Senja sembari memakai sepatu nya.
Senja mendongak setelah selesai memakai sepatu nya. "Makasih ya sekali lagi," ucap Senja lalu meraih tas kecil berisi obat nya setelah itu melangkah pergi meninggalkan Ega.
Senja berjengit kaget saat hampir saja bertabrakan dengan Fatia di pintu UKS membuat gadis itu dengan cepat menarik nafas nya karena jantung nya berdetak lebih cepat.
"Maaf, Ja. Lo gak papa 'kan?" tanya Fatia khawatir dan merasa bersalah karena tidak menemani Senja tadi.
Senja menggeleng. "Enggak, lo juga gimana? Udah mendingan?" tanya Senja.
Fatia mengangguk. "nih, gue bawa seragam lo, kita ganti." ucap Fatia. Gadis itu memang meninggalkan UKS sebentar untuk mengambil seragam Senja setelah tadi membantu Ega untuk menghentikan darah yang keluar dari hidung Senja.
Kini giliran Senja yang mengangguk lalu keduanya berjalan beriringan menuju toilet perempuan.
***
Zara tersenyum saat mendapati Elang baru saja memasuki rumah. Elang cium punggung tangan Mamah nya.
"Darimana dulu?"
"Rumah Meira," jawab Elang.
"Yaudah, kamu bersih-bersih terus makan ya?"
Elang menggeleng. "Aku mau langsung tidur."
Zara terdiam sesaat memandang wajah lelah putra nya lalu mengangguk membuat Elang melangkahkan kaki nya menuju kamar.
Zara melangkahkan kaki nya menuju ruang kerja Bimo. Pukul sudah menunjukkan jam delapan malam. Mengetuk pintu terlebih dulu sebelum akhirnya masuk.
Bimo yang tadinya menunduk sembari memegangi kepala nya menjadi mendongak menatap siapa yang baru saja masuk.
"Kamu udah gak marah?" tanya Bimo.
Zara duduk di kursi yang berhadapan dengan Bimo. Hanya terhalang meja kerja saja. Zara tersenyum hangat membuat Bimo lega. Pasalnya setelah pertengkaran dengan Elang dan sempat berbicara kasar kepada Elang.
"Mas," ucap Zara sembari meraih telapak tangan Bimo. Mengelusnya lembut dengan ibu jari. "Apa mas gak akan memperbaiki hubungan dengan Erlan?" tanya Zara.
Bimo menghela napas berat. "Maafin aku udah ngingkarin janji."
"Aku gak butuh kata maaf, Mas." Zara genggam tangan besar suami nya. Menatap Bimo penuh pengertian. "Kata maaf cuma buat penenang. Setelah aku maafin, kamu pasti mengulangi kesalahan dan kembali minta maaf."
Bimo menunduk menatap tangan nya yang di genggam oleh Zara. "Aku menyesal."
"Mas," panggil Zara membuat Bimo mendongak. Menatap istri nya sayu. "boleh aku minta sesuatu?"
"Apa?"
"Bebasin Erlan. Jangan peralatan Erlan, Mas."
"Tapi--"
"Mas, apa kamu gak merasa bersalah setelah apa yang telah kamu lakukan?" Zara memotong ucapan Bimo. "Kamu terlalu egois, Mas. Kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri."
"Apa kamu gak mikirin bagaimana perasaan Fajar dan juga Senja? Mereka pasti kecewa setelah tau kalau kamu cuma memperalat mereka. Apa gak cukup pegang Perusahaan Reno sampai kamu berniat menjodohkan kembali Erlan dengan Meira?"
"Perasaan itu gak bisa di paksakan, Mas. Kamu tau bagaimana rasa nya di jodohkan dengan perempuan yang tidak kamu cintai. Kamu mau Erlan menjadi brengsek seperti kamu?"
"Sayang--"
"Dan kamu juga tau, aku merasakan betapa sakitnya menerima kenyataan jika laki-laki yang aku cintai dan mencintai aku terpaksa harus mengorbankan perasaannya karena keegoisan orang tua nya."
"Aku harap, setelah aku keluar dari sini kamu bisa memutuskan semuanya. Pikirkan perasaan Erlan, Senja dan juga Fajar. Mereka semua sudah menjadi korban atas keegoisan kamu."
Tidak memberi kesempatan untuk Bimo berbicara, Zara langsung saja beranjak pergi setelah mengucapkan itu.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Update terakhir di tahun 2020
Ada pertanyaan nih, mau tanya dari dulu tapi lupa mulu. Jawab ya, hehe