• Erlangga 08 •

15.9K 1.5K 241
                                    

JANGAN LUPA TEKAN BINTANG NYA























Mungkin pilihan Senja datang ke rumah Elang kali ini tepat. Karena, tidak ada kehadiran Reta di sini. Saat ini. Senja melangkahkan kaki nya menaiki undakan tangga setelah sebelumnya menemui Mama Elang dan cepat saja menuju kamar Elang karena tante Zara yang menyuruhnya.

Gadis itu mengetuk pintu bercat abu di depannya. Dua kali mengetuk tidak ada tanggapan apapun membuat Senja berani meraih knop pintu dan membukanya. Senja masuk. Suara gemericik air di dalam kamar mandi membuat Senja yakin kalau saat ini Elang tengah membersihkan diri.

Gadis itu duduk di tepi ranjang. Sudah biasa menunggu Elang yang tengah membersihkan diri dengan hanya duduk berdiam diri meski ujung-ujungnya Elang akan memarahinya.

Elang keluar dari kamar mandi dengan setelan rumahnya dan juga handuk kecil yang mengalung di tengkuknya. Sudah tidak akan kaget jika tiba-tiba melihat perempuan merepotkan duduk di tepi ranjangnya.

"Mau ngapain?!" sinis Elang berjalan menuju lemari besar berkaca. Mengeringkan rambutnya dengan handuk yang masih mengalung di tengkuknya.

"Soal kemarin malam... "

"Gue cuma bercanda!" cetus Elang begitu saja. Menatap pantulan Senja yang bisa ia lihat di cermin lemari nya. Gadis itu tersenyum karena menyadari akan dirinya yang menatap gadis itu lewat cermin.

"Itu bukan hal kecil yang bisa di bercandain, Lang."

Elang menghentikan gosokan handuk di rambutnya. Menaikan sebelah halis. Ia yakin Senja bisa melihatnya.

"Lo gak liat gimana reaksi Papi dan orangtua lo semalam?" Senja menghela napas. "itu justru akan lebih sulit untuk membuat kita mengakhiri semuanya, Lang."

Elang berdecak. Tak terima jika harus di salahkan. "mana gue tau!" kali ini Elang berbalik. Menatap Senja langsung.

"Lang... "

"Waktu itu lo bilang lo bisa mengakhiri semuanya! Tapi mana? Lo malah diem kan?!" kenapa Elang jadi emosi?

"Lang... "

"Lo bilang. Lo bisa batalin perjodohan ini tanpa batalin niat baik bokap lo!" tekan Elang.

Senja menatap Elang sendu. Laki-laki di depannya tidak akan pernah mengerti apa yang sedang ia alami. Lebih tepatnya tidak ingin tahu sama sekali.

"Lang... "

"Apa?! Lo mau ngeles?!"

"Gue bahkan belum ngomong apa-apa, Lang. Tapi kenapa lo emosi?" tanya Senja tidak mengerti.

"Karena gue muak liat muka polos sialan lo!" bentak Elang dan dengan tanpa rasa bersalah laki-laki itu melemparkan handuk yang tadi menggantung di tengkuk nya tepat mengenai wajah Senja.

Smartwatch jantung di pergelangan tangan kirinya Senja berbunyi. Jantung nya berdetak sangat cepat karena kaget.

Basah handuk yang beberapa detik lalu Elang lempar kepada nya bahkan mengalahkan sikap dingin Elang terhadapnya. Senja raih handuk basah yang barusan mendarat di wajahnya. Menatap Elang yang kini menatapnya tajam dengan mata sedikit memerah dan rahang yang mengeras. Se-emosi itu Elang meski Senja belum menjelaskan apapun mengenai keadaan Papi nya yang membuat hatinya bimbang untuk mengakhiri ini semua.

"Papi sakit, Lang."

"Peduli setan! Bukan urusan gue!"

"Papi aja peduli sama orang tua lo! Sama keluarga lo! Kalau bukan karena Papi--"

Elang berjalan cepat menghampiri gadis yang masih duduk di tepi ranjang nya.

"TAPI BOKAP LO GAK PERNAH MIKIRIN PERASAAN GUE!" Elang mendorong kedua pundak Senja kasar meski tak sampai membuat gadis itu terjatuh karena tangan gadis itu yang sigap ia jadikan penopang.

Senja pegangi dada nya saat rasa sakit itu semakin nyata.

Matanya tak bisa lagi membendung air mata yang sedari dari menumpuk di pelupuk mata. Air matanya mengalir begitu saja saat di bentak Elang sekasar itu. Bahkan Elang berani mendorong kencang kedua pundaknya.

Laki-laki itu mengepalkan kedua tangannya di masing-masing sisi tubuh. Menatap tajam Senja dengan napas memburu.

Senja angkat tangannya untuk menutupi wajahnya. Ia benci menangis di depan Elang. Karena ia tahu Elang pasti akan semakin membencinya.

Elang berdecih menatap Senja yang malah menangis semakin menjadi sembari menutupi wajahnya.

"Liat? Ini yang gak gue suka! Lo itu cewek penyakitan!" sarkas Elang membuat tangis Senja semakin kencang meski gadis itu mati-matian meredamnya.

"Stop ngejar gue! Karena itu cuma buang-buang waktu lo!"

"Nangis aja terus. Kalau bisa sampe mampus!" Elang berjalan menuju lemari baju nya. Mengambil hoodie berwarna hitam lalu keluar.

Suara keras pintu di tutup semakin membuat tangis Senja semakin pecah. Elang ... memang tidak sepeduli itu padanya.

***

Sekarang pukul menunjukan jam 18.25. Senja masih berdiam diri di kamar Elang setelah tadi meminum obat, untungnya Senja selalu membawa air minum di dalam tas nya. Senja tidak mungkin keluar dan pulang dengan keadaan mata sembab. Memperhatikan penampilannya sekali lagi lalu keluar dari kamar Elang. Tadinya setelah berpamitan Senja akan langsung pulang. Tapi tante Zara bersikeras membujuknya untuk makan malam di rumah Elang saja dan mau tidak mau dirinya menyetujui.

Dan di sinilah ia sekarang. Duduk di meja makan bersebrangan dengan Elang. Sesekali laki-laki itu menatap dirinya tajam.

"Om, tante. Senja pamit pulang dulu ya?" izin Senja sstelah makan malam nya selesai.

"Yaudah. Kamu Erlan antar ya?"

"Gak." tolak Elang cepat.

"Lan... "

"Tante, Om. Gapapa, Senja bisa pulang sendiri kok,"

"Gak. Gimana kalo sesuatu yang gak diharapkan terjadi? Kamu itu perempuan. Harus ada yang jagain," Tante Zara tersenyum meyakinkan Senja lalu menatap Elang. "Lan,"

Elang bangkit lalu berjalan lebih dulu keluar rumah setelah sebelumnya meneguk habis air putih di gelasnya.

Jika biasanya mobil yang di tumpangi oleh Elang dan Senja akan berisik oleh ocehan Senja. Kali ini tidak. Gadis itu memilih menatapi setiap jalanan yang ia lalui.

Elang beberapa kali menoleh menatap gadis di sebelahnya. Merasa aneh. Dua tahun ke belakangan ini bila ada Senja di dalam mobil nya pasti akan berisik. Gadis itu akan terus mengoceh meski tak mendapati tanggapan apapun dari Elang. Bahkan saat mobil berhenti di pekarangan rumah Senja. Gadis itu langsung saja membuka pintu mobil dan berlalu masuk ke dalam rumah begitu saja tanpa harus membuang-buang suara dan tenaganya membujuk Elang agar mampir barang sebentar ke rumahnya.

Elang mengangkat kedua bahu. Ini awal yang bagus agar gadis itu jauh dari hidupnya.










TBC

Terima kasih untuk kalian yang sudah menyukai cerita ini❤

Erlangga: Bad Fiance ✓Where stories live. Discover now