"Oohh, baguss, ya?! Main sama singa lagi? Bunda berapa kali harus bilang sama Cakra? Kalau main ke rumah kakek buyut gak boleh ke belakang, mainnya di taman depan aja. Ngapain ke kandang singa sama kuda? Cakra mau ditendang sama kudanya? Atau mau dimakan sama singa?"

Mentari memaksa Baskara pindah dari mansion Raharja setelah tahu jika peliharaan pria tua itu adalah hewan buas. Mentari masih sayang nyawa dan tidak ingin menantang maut dengan berada di wilayah yang sama dengan raja hutan itu. Jadi setelah dua bulan tinggal di sana, Baskara memutuskan untuk membeli rumah di sebuah komplek perumahan elit dengan keamanan yang terjamin.

Dan di sinilah mereka sekarang sejak kurang dari 6 tahun lalu.

Cakra diam menunduk dalam, bibirnya mengerucut sebal dengan bunda juga Candra yang penghianat. Tadi, kan sebelum masuk rumah sudah setuju tidak akan bilang pada Mentari tentang kejadian yang sebenarnya, tapi kenapa waktu dipuji sedikit saja langsung lancar mengadu? Dasar!

"Aa' denger bunda, gak?"

Cakra mengangguk. "Iya, Bunda. Aa' minta maaf," ujarnya dengan suara polos. Cakra menyenggol lengan Candra yang masih cengengesan memandang Mentari, kemudian berbisik pelan. "Adik, ayo minta maaf juga sama bunda."

"Adik, kan gak salah. Adik gak ikut sisirin singanya." Candra ikut berbisik di samping kakaknya.

"Tapi tetep salah karena kita pergi gak izin dulu sama bunda." Cakra tetap kekeuh untuk menyuruh adiknya minta maaf, Candra mengangguk mengerti.

"Bunda, Adik minta maaf ya ... tapi Bunda tau, kan, kalau Adik gak salah?"

Lho, dialognya terdengar familiar. Memangnya ada orang minta maaf tapi masih membela diri dan tidak mengaku salah? Sepertinya sifat Mentari yang tak mau kalah menurun pada anaknya satu itu, selebihnya ya diambil dari gen ayahnya.

"Iya, Bunda maafin. Sekarang kalian mandi dulu, baju kotor dan tas kalian taruh dikeranjang cucian, jangan lupa bukunya dipindahin dulu."

"Terimakasih, Bundaa ...." Cakra dan Candra merentangkan tangan ceria, bermaksud untuk memeluk Mentari yang sayangnya malah menggoyangkan telunjuk di depan mereka.

"Eeits! Jangan peluk-peluk dulu sebelum mandi. Bunda sih sudah cantik, sudah harum .... Jadi nanti pas ayah pulang Bunda bisa langsung peluk, deh." Mentari mengibaskan rambutnya yang semakin pendek.

Omong kosong jika dulu Mentari bilang ingin memanjangkan rambutnya seperti Rapunzel. Nyatanya setelah melahirkan, Mentari selalu gerah saat sibuk mengurus kedua puteranya. Alhasil rambutnya yang sebahu dipotong hingga sampai leher dan berlanjut hingga kini.

Untuk membuat penampilannya lebih dewasa, Mentari memakai lipstik gelap sebagai pengganti.

"Aa' emang gak mau peluk ayah, maunya cuma peluk Bunda!" tegas Cakra, kemudian berlalu dengan menghentak kaki keras pada lantai.

"Iya, adik juga cuma mau sama Bunda!" Candra ikut-ikutan dengan kakaknya.

Mentari mendesah pasrah dengan senyum geli diwajahnya, menghempaskan punggung disandaran sofa dan meraih remot tv.

Itulah masalahnya yang membuat Mentari selalu sibuk mengurus kedua anaknya, Cakra dan Candra hanya mau bersamanya dan cemburu bila Mentari berduaan saja dengan Baskara. Setiap malam kedua puteranya pasti selalu menyelinap masuk ke dalam kamar Baskara dan Mentari, tidur di tengah agar Baskara tidak dapat menyentuh bunda Mereka.

"Sayaaang!" Baskara berseru memanggil isterinya dari luar rumah. Mentari mendengarnya dan langsung berlari menghampiri suaminya dengan senyum lebar.

"Aku bawa oleh-oleh buat kamu sama Bintang." Baskara menyodorkan beberapa paper bag dan Mentari merebutnya cepat dengan senyum mengembang, langsung mengabaikan kehadiran suami di depannya.

Unpredictable Journey [Tamat]Where stories live. Discover now