Pupus

135K 8.9K 146
                                    

[Dua puluh satu]

Baskara berjalan tak acuh keluar dari rumah sakit, tidak peduli dengan lirikan penuh tanya yang ditujukan untuknya oleh orang-orang yang berada disekitar tempatnya berdiri saat ini.

Lelaki itu meringis melihat bajunya yang penuh darah dibagian kiri, tangan kirinya terasa kaku saat digerakkan. Luka akibat tikaman yang dilakukan Mentari mendapatkan beberapa jahitan membuat Baskara semakin ingin memberikan perhitungan pada gadis itu.

"Bang! Lo ngapain udah keluar?!" Alvino dengan motornya berhenti di depan Baskara, turun dan memandang khawatir pada kakak sepupunya yang keras kepala.

"Gue gak pa pa." jawab Baskara pendek.

"Gak pa pa gimana? Itu baju lo udah basah gara-gara darah lo. Kita cari orangnya, masukin penjara sekalian!" Alvino berjalan mondar-mandir dengan panik.

Sungguh, ia sangat ngeri melihat begitu banyak darah yang membasahi baju Baskara. Selama hidupnya, Alvino tidak pernah terluka parah, terakhir kali ia dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya adalah ketika ia tidak sengaja menendang kaki meja dan membuat kuku jari kakinya lepas. Itupun ibunya sampai menangis histeris dan memaksanya dirawat hingga satu minggu.

Alvino adalah anak kesayangan ibu dan ayahnya, dan memang anak satu-satunya. Ahh~ ia jadi rindu kedua orang tuanya, ingin cepat-cepat pulang. Tapi nanti jika sudah mengurus kakak sepupunya yang terlantar ini.

"Cuma orang gila, lagian orangnya udah pergi. Lo urus motor pak Budi yang ada di taman. Gue pulang."

"Orang gila?" beo Alvino bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan jika ia yang berada diposisi Baskara, diserang orang gila hingga masuk rumah sakit? Mungkin ia akan langsung ke psikiater karena trauma.

Alvino mengejar Baskara yang sudah berlalu ke deretan taksi yang terparkir di depan rumah sakit. "Ini gue beliin baju, lo gak mau bunda lihat keadaan lo yang kayak gini, kan?"

"Thanks." Baskara menerima uluran paper bag dari tangan Alvino, kemudian masuk ke dalam taksi dan menyebutkan alamatnya.

"Aargh." Baskara mengerang pelan saat mengangkat tangannya untuk melepas baju. Melirik bahunya yang diperban dan memasang baju yang telah dibelikan Alvino.

Sopir taksi yang melihat itu dari kaca spion hanya meringis ngilu dan mengabaikannya, berpikir jika Baskara adalah pemuda berandalan yang terluka karena berkelahi atau bahkan tawuran.

"Mentari ...." lirih Baskara dengan wajah datarnya, membiarkan kepalanya penuh dengan sosok gadis yang sudah berani membangunkan sisi liarnya.

Satu tarikan pendek dari sudut bibir Baskara menandakan hidup Mentari tidak akan baik-baik saja seterusnya. Hanya Baskara dan Tuhan yang tahu.

Mentari memasuki kamarnya dengan tergesa-gesa, menguncinya cepat dan berjalan mundur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mentari memasuki kamarnya dengan tergesa-gesa, menguncinya cepat dan berjalan mundur. Wajah ketakutannya memandang pintu kamarnya yang sudah terkunci dengan jantung berdebar kuat.

Unpredictable Journey [Tamat]On viuen les histories. Descobreix ara