Kehadiran Mereka

111K 7.8K 514
                                    

[Tiga puluh sembilan]

Alvino datang dengan senang hati ke rumah Baskara saat lelaki itu meminta untuk dipinjami mobil. Apalagi alasannya kalau bukan karena gadis belia bernama Safira.

Gebetan Alvino yang tidak menyukai lelaki itu karena menjadi orang kaya. Lucu memang, Safira berkali-kali menolak Alvino karena anti dengan lelaki kaya. Katanya, tidak ada lekaki kaya yang benar-benar tertarik dengan gadis biasa seperti dirinya, dan mungkin Alvino mendekatinya karena hanya ingin mempermainkan perasaannya saja.

"Bang Baskara? Kok dia ke sini terus, sih? Aku jadi gak bisa main lagi ke rumah Abang!" Safira merengek di belakang Mentari, menatap Baskara yang sudah rapi dengan pandangan protes.

Alvino yang berdiri di depan teras menghela napas pelan. "Beiby, aku serius sama kamu. Aku cinta sama kamu pada pandangan pertama, dan sedikitpun gak punya niat buat permainin kamu."

"Bohong! Safira gak percaya sama muka playboy kayak kamu. Safira maunya yang sederhana aja kayak bang Baskara. Iya, kan, Bang?"

Safira tersenyum manis pada Baskara setelah sebelumnya menatap Alvino dengan sinis.

Lo belum tau aja sekaya apa bang Baskara, batin Alvino sambil geleng-geleng kepala.

"Aku orangnya sederhana, kok, beib. Itu semua cuma harta orang tuaku aja. Aku bahkan gak punya rumah sendiri, ini sudah cukup sederhana gak menurut kamu? Terima aku, ya?" Alvino memandang Safira memelas.

Baskara yang merasa jengah melihat drama percintaan remaja itu mendengus, menarik pelan tangan isterinya dan Safira keluar rumah dan mengunci pintu dengan cepat.

"Kita pergi, Tar. Gue takut muntah lihat yang beginian. Jijik," komentar Baskara geli.

Bagaimana bisa ia memiliki saudara sepupu seperti Alvino? Merayu gadis dengan kalimat menjijikan seperti itu, memangnya dia tidak malu?

Mentari dan Baskara sudah berada diluar pagar, Safira berlari mengikuti.

"Tunggu ... Safira juga mau pulang. Gak betah lihat muka Vino."

"Loh, beib? Aku gimana? Aku sudah sesederhana ini, kamu masih gak mau? Memangnya aku harus semiskin apa dulu baru kamu terima?" Alvino mengikuti langkah Safira keluar halaman rumah Baskara.

Melihat Safira yang sudah masuk ke halaman rumahnya sendiri dan mengunci pintu pagar.

"Aku gak mau punya pacar miskin kaya kamu, rumah aja gak punya! Aku maunya yang kayak bang Baskara. Punya rumah sendiri, mandiri dan bertanggung jawab!" teriak Safira kemudian masuk ke dalam rumah.

Alvino mendesah lelah. "Terlalu kaya, salah. Terlalu miskin, juga salah. Maunya apa coba?"

Mentari tertawa kecil melihat pertunjukan yang dilakoni oleh Alvino dan Safira dari dalam mobil. Sedangkan Baskara, berjalan mendekati Alvino dan menepuk bahunya pelan.

"Gue ngerti perasaan lo. Cewek emang sesulit itu buat dimengerti," ucap Baskara prihatin, berjalan mendekati mobil dan membuka pintu. "Gue pergi dulu. Kalau lo masih mau usaha, gue bisa kasih nomernya pak RT buat lo," kata Baskara lagi, kemudian masuk menyusul isterinya.

Baskara sudah membuat janji dengan dokter bedah plastik sejak dua hari lalu untuk berkonsultasi masalah sedot lemak yang akan dilakukan isterinya. Ia melajukan mobil menuju rumah sakit ternama yang ada ditengah kota, rumah sakit besar yang memiliki dokter-dokter yang terkenal hebat dan profesional.

Mentari yang ada di sampingnya tak berhenti tersenyum memikirkan akan memiliki tubuh langsing bak model-model yang ada dimajalah.

"Seneng banget, nih, kayaknya yang mau sedot lemak?" goda Baskara tersenyum geli.

Unpredictable Journey [Tamat]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon