(Bukan) keluarga harmonis

110K 7.9K 220
                                    

[Empat puluh]

"Aaaahhh! Cucuku!"

Sintya berteriak histeris dari arah dapur, keluar dengan apron penuh tepung dan sebelah tangan yang memegang ponselnya.

Bibi Nolan menghampiri nyonya besarnya itu dengan tergopoh-gopoh, takut terjadi hal yang buruk hingga Sintya bisa mengeluarkan teriakan memekakan telinga seperti itu.

"Nyonya, ada apa?" tanya bibi Nolan panik setelah mendekati Sintya.

Orang yang menyebabkan keributan itu hanya menyeka air matanya haru, duduk dimeja makan dengan bibi Nolan berdiri di sampingnya. Beberapa pelayan juga ikut mendekat. Atmaja terlihat menuruni tangga dengan dahi mengerut bingung.

"Bi, sebentar lagi saya punya cucu. Dua sekaligus," jelas Sintya dengan air mata bahagianya. Tangannya mengulurkan ponsel yang menampilkan pesan gambar berupa foto usg 2 dimensi.

Bibi Nolan melihat itu bingung. "Ini, siapa yang hamil, Nya? Cucu dari mana? Anak Nyonya kan cuma tuan muda Baskara."

"Baskara kan nikah sama Mentari. Mentari sekarang lagi hamil. Kembar. Saya bakalan punya dua cucu, Bi. Aduuh, saya udah gak sabar. Sebentar lagi rumah ini bakalan ramai sama tawa anak kecil."

"Hah? Mentari hamil anak kembar? Mentari kan keponakan saya, berarti itu juga cucu-cucu saya?" Bibi Nolan menyimpulkan dengan raut tidak percaya. Sintya mengangguk tanpa ragu.

Sementara kedua wanita yang akan memiliki cucu itu sama-sama menunjukan raut wajah terharu, Atmaja tercenung di ujung tangga.

Mentari hamil anak kembar?

Mentari yang ceroboh itu akan menjadi ibu? Apakah perempuan itu benar-benar bisa menjaga anak-anaknya kelak?

"Jemput Baskara dan Mentari, Mas. Mereka harus kembali tinggal di sini."

Atmaja menatap wajah isterinya yang mendekat, meraih telapak tangannya dengan penuh harap.

Atmaja diam sejenak, mengalihkan tatapannya dari wajah Sintya. "Tidak bisa. Baskara sudah bukan seorang Adhyastha lagi. Dia sudah tidak berhak kembali."

"Tapi Mentari sedang mengandung cucu-cucu kita, Mas. Kita harus memastikan mereka baik-baik saja!"

"Itu bukan urusanku, Sin! Aku tidak pernah merasa memiliki anak pembangkang seperti Baskara. Apalagi menantu dan cucu." Atmaja kembali menaiki tangga setelah kalimat tegasnya menyentak Sintya.

Bibi Nolan menatap itu dengan perasaan tak menentu, tangannya saling meremas takut. Mentarinya tak dianggap, apa yang harus ia lakukan untuk membantu, sementara ia hanyalah seorang pelayan di mansion itu.

"Mas, jangan egois! Memangnya apa yang membuat Mas tidak menyukai Mentari? Mas ingin menantu yang bagaimana? Apa Mentari saja tidak cukup? Mereka saling mencintai, bukankah itu yang terpenting?"

Sintya menyusul Atmaja naik ke lantai atas menuju kamar mereka. Meninggalkan para pelayannya dengan pikiran berkecamuk.

"Memang tidak cukup, Sintya! Saling mencintai bukan tolak ukur untuk menjadi keluarga bahagia. Mentari bukan pilihan terbaik! Aku sudah merencanakan pendidikan untuk Baskara dengan matang dan dia malah menikah?! Memang seharusnya kamu tidak pernah menerima perempuan itu di mansion ini!"

"Tapi Baskara tau yang terbaik untuk dirinya, Mas. Mereka bahagia, aku yang menyaksikannya sendiri. Mereka bahagia saat bersama, Mas."

"Dia tidak tau caranya memilih! Dia hanya mementingkan perasaan yang membuatnya rugi. Bagaimana dengan puteri keluarga Wijaya? Baskara menolaknya begitu saja hanya karena seorang pelayan? Dimana otak anakmu itu, Sintya?!"

Unpredictable Journey [Tamat]Where stories live. Discover now