Epilog

212K 7.6K 270
                                    

Semua udah pada buka puasa, kan? Kalau udah, aman berarti. 😋
Part ini mengandung unsur dewasa 🔞. Mohon bijak dalam membaca dan untuk anak di bawah umur, kalian bisa skip aja part ini.
=========================

Tayangan gosip yang sebelumnya menyita perhatian wanita bergincu cokelat tua itu buyar saat melihat bayangan dari arah belakangnya lewat sudut mata. Tahu jika itu bukan bahaya, wanita yang adalah Mentari itu memilih melanjutkan tontonannya, namun deheman keras yang sengaja ia lakukan membuat bayangan itu berhenti sejenak dan kembali berjalan lebih pelan.

"Bintaang ...," panggil Mentari dengan suara lembut, namun siapa saja yang sudah mengenalnya pasti akan tahu sesuatu yang buruk akan terjadi jika yang akan ia lihat nanti tidak sesuai dengan yang seharusnya.

"Iya, Bunda," jawab dua orang anak serempak dengan tak kalah manisnya. Mereka tahu jika bunda mereka memanggil dengan nama 'Bintang' itu berarti mereka berdua yang Mentari maksud, lain lagi jika memanggil dengan hanya nama depan.

Dua bocah laki-laki berumur lima tahun dengan rupa mirip kemudian terihat mendekat dan berdiri di depan Mentari dengan senyum lebar. Salah satu dari dua anak itu menampilkan satu gigi ompongnya dideretan gigi bawah. Lucu.

Mentari bersedekap, melihat penampilan kedua anaknya dengan pandangan menyelidik.

"Cakra, Candra, kalian abis dari mana?" Mentari bertanya pada kedua anaknya dengan senyum lembut namun berbeda dengan matanya yang menajam.

Melihat Cakra yang sekarang menyibukan diri dengan menggosok telapak kakinya dengan kakinya yang lain. Tangannya menenteng tas punggungnya dengan sebelah tangan hingga tas itu menyentuh lantai, terlihat kotor dibeberapa bagian, begitu pula dengan seragam TKnya yang berantakan.

Candrapun begitu, namun anaknya yang satu itu masih terlihat menggendong tas punggungnya dan ujung baju yang masih terselip dipinggang celananya.

"Uum, Aa' sama adik abis pulang sekolah. Terus di jalan tiba-tiba ada ujan, jalanannya jadi becek. Terus, terus kita lari, bunda ... Aa' jatoh terus ditolongin sama Adik. Iya, kan, Dik?" Cakra beralih pada Candra setelah menjelaskan kejadian versi dirinya dengan singkat kemudian mengedip-ngedipkan matanya cepat pada Candra.

Candra yang mendapat kode dari sang kakak mengangguk cepat dan balas mengedip-ngedipkan matanya. "Iya, Bunda," jawabnya kemudian dengan senyum meyakinkan ke arah sang bunda.

"Ooh, begitu ya?" Mentari mengangguk masih mempertahankan senyumnya.
"Coba Bunda tanya sekali lagi, kali ini sama Adik, ya. Candra, anak Bunda yang manis .... Kalian abis dari mana?"

Mentari beralih tersenyum ke arah anaknya yang ompong, bertanya dengan nada lembut agar anaknya itu berkata jujur. Untuk Cakra, Mentari rasa anak itu terlalu usil untuk dipercaya ucapannya.

Cuaca cerah seperti ini bisa datang hujan dari mana? Jikapun hujan, ada sopir yang menjemput mereka menggunakan mobil. Jadi tidak mungkin mereka begitu kotor hanya karena pulang dari sekolah dan kehujanan.

"Kita di ajak kakek buyut ke istananya, lihat kuda sama singa. Aauuumm!" Candra mengangkat sepuluh jarinya ke udara seolah-olah hendak menerkam Mentari.

"Terus sama kakek buyut disuruh sisirin rambut singanya. Aa' Cakra mau, tapi Adik gak berani. Jadi yang main sama singa cuma kakek buyut sama Aa' Cakra aja. Bunda gak marah sama Adik, kan? Yang main sama singa, kan cuma Aa' aja," lanjut Candra menjelaskan dengan lancar, matanya mengedip polos melihat bundanya yang tersenyum puas.

Cakra yang ada di sampingnya sudah mati kutu, takut bergerak sedikitpun namun di dalam hati sudah kesal dan berniat tidak akan bertegur sapa lagi dengan Candra.

Unpredictable Journey [Tamat]Where stories live. Discover now