Mentari dan Mataharinya

462K 15.3K 1K
                                    

Mencintaimu sudah cukup sulit bagiku. Jadi tolong jangan persulit lagi dengan menolakku.
__________

__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Satu]

"Woy, Pendek!!! Sini lo!"

Gadis dengan rambut terkepang dua dengan pita warna warni mendongak penasaran, meninggalkan sejenak kegiatan mengelap sepatu putihnya yang tidak sengaja terinjak.

Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, melihat mahasiswa/i baru yang penampilannya sama seperti dirinya, sebelum melongo menunjuk dadanya sendiri. "Saya, Kak?"

"Iyalah! Memangnya siapa lagi yang lebih pendek dari lo? Sini cepet!!"

Gadis itu menghela napas berat. Keterlaluan! Jika lelaki yang berperan sebagai senior garang itu berani menghukumnya karena tubuhnya yang pendek, dia tidak akan segan-segan untuk melaporkannya ke polisi dengan tuduhan perbuatan yang tak menyenangkan.

"Nama?"

"Mentari, Kak." cicitan itu keluar dari bibir Mentari, menunduk karena malas melihat kakak seniornya yang berwajah galak.

Senior laki-laki dengan kulit sawo matang itu berdecak pelan. "Nama panjang! Perkenalan saja harus disuruh-suruh. Inisiatif lo mana?! Suara lo juga, jangan bisik-bisik! Pas teriak aja suaranya keras banget!"

Lah, namanya juga teriak, ya suaranya keras lah bambank .... kalau bisik-bisik mah baca mantra namanya. Ingin sekali Mentari membalasnya seperti itu, tapi statusnya yang sebagai maba menuntutnya harus tetap anggun dan patuh pada kakak-kakak senior yang terhormat dan berbudi luhur yang pekerti.

"Nama saya Mentari, Kak. Gak ada panjangnya lagi." jelas Mentari dengan senyum manis yang jelas dipaksakan. Padahal seniornya itu jelas sudah tahu namanya dari dulu.

"Bilang dong dari awal, jadi gue gak perlu buang-buang suara buat bentak lo!"

Allahuakbar! Dari tadi juga dia sudah bilang begitu. Dan apa tadi katanya? Buang-buang suara? Semua orang juga berharap kegiatan Ospek berjalan dengan cara kekeluargaan, makan bersama misalnya. Bukan panas-panasan di tengah lapangan dengan dandanan seperti orang gila apalagi dibentak-bentak.

"Iya ... maaf, Kak." Mengalah adalah jalan ninja Mentari untuk tidak memulai perdebatan lagi. Lengannya mengelap keringat yang sudah membanjir didahinya.

"Lo tau, salah lo di mana?" tanya suara berat itu merendah. Sudah tidak membentak seperti sebelumnya, tapi tetap dengan lagak berkuasa.

Mentari menatap seniornya itu dengan mata mengedip polos. "Emangnya saya buat salah, Kak?" Mentari balik bertanya pada seniornya dengan wajah polos. Memandang ragu pada senior yang berdiri di podium kecil yang membuat semua orang mendongak untuk bisa menatapnya.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang