“Ke— eum, apa kau pernah bertemu dengan Kaisar?”

Afsheen melirik sang ratu. Sepertinya tadi dia hendak menyebut nama Keigher, namun ragu.

“Mm, siapa yang tidak tahu Kaisar Keigher?” Afsheen balik bertanya.

“Benar. Tapi bukankah kau terlalu cepat menyimpulkan? Kaisar jarang muncul di depan masyarakat karena terus berada di medan perang.”

Langkah Afsheen terhenti. Dia menatap perempuan di sampingnya, lalu tersenyum. “Sebenarnya mudah. Wajah itu hanya milik Kaisar. Pria di luar tidak memiliki ketampanan seperti itu! Kau tidak merasa aura keagungan saat dia berdiri di depan kita?”

Afsheen mengerling dan segera masuk ke dalam tenda besar nan megah. Sang calon ratu mengerjap linglung, berpikir alasan Afsheen begitu tidak masuk akal tapi memilih menyerah dan ikut masuk.

Pemandangan pertama yang Afsheen lihat adalah Keigher yang tengah duduk di kursi kebesarannya dengan gaya bossy serta jendral berjirah hitam di samping kanannya. Jendral itu terus melayangkan aura permusuhan, yang jelas tidak dihiraukan Afsheen.

“Tidak ada kursi untuk tamu?” Tanpa tahu malu Afsheen bertanya.

“Aku tidak pernah menerima tamu, gadis kecil.”

Mendengar Keigher memanggilnya ’gadis kecil’ lagi, Afsheen memberengut sebal. Dia menatap ke bawah dirinya, apa yang membuat si tampan memanggilnya seperti itu?

“Dengar, aku bukan gadis kecil.”

“Gadis kecil akan menyangkal bahwa dirinya adalah gadis kecil.”

Afsheen semakin cemberut. Dia aslinya berumur 23 tahun! Mereka berdua saling bertatapan sengit— tidak, hanya Afsheen yang menatap sengit, sedangkan Keigher masih dengan tampang datarnya.

Untuk menghentikan kondisi yang tidak lazim antara Keigher dan Afsheen, sebuah suara lembut terdengar. “Maaf, mengapa Yang Mulia memanggil kami ke sini?”

Perhatian Keigher teralihkan padanya. Ia mengangkat alisnya, lalu bersuara, “Black Tiger adalah buronan kerajaan sejak dulu. Keberadaan mereka selalu tidak terdeteksi.”

Mata Afsheen memicing. Dengan kurang ajarnya dia menyela, “Kau ingin kami mengantarmu bertemu Black Tiger.”

Sudut bibir Keigher sedikit tertarik. “Tepat.”

Kini Afsheen bersedekap. Dia memang memiliki jiwa bar-bar. Apalagi ini hanya mimpi, kapan lagi dia bermimpi indah bertemu pria tampan. Juga, Kaisar ini terlihat meremehkannya. Afsheen paling tidak suka diremehkan. “Kalau aku menolak?”

Kedua siku tangan Keigher berada di atas meja. “Mengotori kamp ini dengan darah para musafirin seharusnya tidak masalah.”

Afsheen tertegun sesaat. Dia lupa Keigher adalah kaisar yang licik. Semua perkataannya multak dan tidak main-main. Jika Afsheen masih terus menyinggungnya, ia takut Keigher tidak segan-segan membunuh para musafirin.

“Baik, sesuai rencanamu saja.” Afsheen langsung keluar tanpa bersikap hormat. Meninggalkan tiga orang yang menatap kepergiannya dengan ekspresi berbeda.

Keigher yang tadinya menatap kepergiannya langsung menurunkan mata menatap meja, menyembunyikan riak yang jarang muncul di matanya. Sedangkan jendral Loth mengernyit sembari melirik sang kaisar diam-diam.

***

Sial, sial, sial. Afsheen benar-benar tidak terima kenyataan bahwa dia harus mengalah pada Keigher. Afsheen selalu memenangkan perdebatan, bahkan dia pernah mendapat juara pertama lomba debat nasional. Tapi sayangnya ribuan kalimatnya akan kalah dengan satu ancaman pria itu.

Dinginnya udara berhasil menenangkan hati serta pikiran Afsheen. Tapi belum puas merasakannya, ringkikan kuda terdengar mendekat. Afsheen berbalik, melihat rombongan yang mendekat dengan mata yang melebar.

Keigher dengan jirah emasnya, sudah menunggangi kuda putih seperti sebelumnya dengan gagah. Lima detik Afsheen tercengang menatapnya. Dia jadi teringat kalimat pangeran tampan berkuda putih. Tapi bedanya ini bukan hanya pangeran, melainkan seorang kaisar.

Afsheen pulih dari keterkejutannya saat Keigher bersuara. “Berangkat.”

Kening gadis itu mengerut. “Secepat ini?”

“Naik.”

“Humpt!” Afsheen membuang muka. Kenapa moodnya jadi buruk? Padahal sebelumnya dia sangat senang bertemu Keigher. Ia jadi kesal memiliki sifat moodyan. “Aku bersamamu saja, Jendral Loth!”

“Aku tidak sudi membawamu— tunggu, bagaimana kau tahu namaku?” Tatapan Jendral Loth menajam. Gadis ini tahu cukup banyak.

Dengan ekspresi canggung Afsheen membuang muka. “Ya sudah, aku bersama kau saja.” Afsheen menunjuk seorang prajurit berkuda biasa, mengabaikan pertanyaan dari Jendral Loth. Afsheen merutuki diri karena tidak bisa menahan diri. Dia seharusnya tidak gegabah dan membuat mereka semua curiga akan identitasnya.

Baru dua langkah mendekati prajurit tersebut, Afsheen memekik pelan saat seseorang memegang pinggangnya dan mendudukannya di atas kuda. Mata Afsheen terbelalak, lalu ia bisa merasakan seseorang duduk di belakangnya. Sepasang tangan terulur ke depan melewati tubuhnya, memegang tali pengekang kuda.

Kewaspadaan Afsheen meningkat, dia menoleh dan semakin terbelalak tatkala mengetahui bahwa orang itu adalah Keigher. Tanpa diduga, salah satu tangan Keigher memegang dagu Afsheen dan mengarahkannya ke depan, sehingga gadis itu tidak dapat melihat wajahnya lagi.

“Kau harus bersamaku, gadis kecil.” Bisik Keigher dengan suara rendah, membuat gadis itu merinding dengan sekujur tubuh kaku.

” Bisik Keigher dengan suara rendah, membuat gadis itu merinding dengan sekujur tubuh kaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

January 18, 2021.

King of the CrueltyWhere stories live. Discover now