XXXIV. When we first met

11.7K 2.1K 217
                                    

Napasnya terputus-putus

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Napasnya terputus-putus. Bintik-bintik keringat yang meluap dari kulitnya semakin banyak, menggumpal lalu mengalir lancar melalui pipi hingga dagu. Bibir pucatnya terkatup erat, kekuatan dalam tubuhnya seolah terkuras setengah. Mata beriris merahnya menyipit, menanggung rasa menyakitkan tak terdefinisi di tubuhnya. Sesuatu seolah membakar organ dalamnya, diiringi gerogotan di setiap sel.

“Yang Mulia.” Ksatria bayangan Keigher muncul, berlutut di hadapannya dengan kepala tertunduk. Meski ekspresi wajahnya dingin seperti mesin pembunuh, namun saat ini ada sedikit sentuhan kekhawatiran di matanya. “Kami tidak menemukan ramuan yang Anda maksud dari keluarga Andrastos.”

Keluarga Andrastos adalah keluarga penyihir yang hilang ratusan tahun lalu. Bagaimana Keigher menemukan keberadaan mereka? Itu sesuatu yang disengaja, ketika dia tahu bahwa ada ramuan ajaib yang bisa memutar waktu. Dia mengarungi semua tempat, dengan mempertaruhkan nyawanya. Namun saat ini ramuan tersebut hilang? Keigher mengerutkan kening kesal di tengah rasa sakitnya.

Pria berpakaian tidur putih dengan bagian dada terbuka itu berdiri, dengan langkah lambat berjalan menuju balkon kemudian menatap bulan purnama sempurna yang terpampang jelas di atas langit. Pupilnya sedikit menyusut, rasa sakit bergejolak di dadanya. Tangannya yang menggenggam pembatas balkon mengerat, lalu darah segar mengalir dari sudut bibirnya.

“Yang Mulia.” Ksatria bayangan itu hendak maju begitu mendengar batuknya diiringi bau darah yang menguar di udara, namun Keigher mengangkat satu tangan untuk menghentikannya.

Namun batuk Keigher tidak berhenti, darah terus keluar dari mulutnya. Sklera matanya sedikit memerah, berusaha sebaik mungkin menekan rasa sakit di tubuhnya yang semakin merajalela. Penglihatannya perlahan meredup. Seberusaha apapun ia menahan diri, kegelapanlah yang melahapnya.

Keigher....”

Suara itu mengalun lembut dalam benaknya, entah kenapa membuat rasa sakitnya sedikit mereda. Dan itu juga suara yang ia rindukan sejak dulu, suara yang ia cari selama ini.

“Keigher!”

Kelopak mata Keigher terbuka. Pandangan kaburnya perlahan menjadi jelas, memperlihatkan wajah cantik yang diliputi kekhawatiran. Wajah itu tumpang tindih dengan wajah yang sama, yang membedakan adalah gaya rambut dan latar belakang. Seperti ilusi, latar belakang ruangan putih perlahan berubah menjadi langit yang biru. Perempuan itu menundukkan kepala dengan mulut komat-kamit tanpa ada suara yang memasuki indra pendengarannya. Keigher tenggelam dalam pikirannya sejenak, kehilangan akal.

Perasaan lega seolah menemukan apa yang dia inginkan menghantam dadanya. Dia mengulurkan tangan, menarik leher gadis itu mendekat lalu dengan akurat menempelkan bibir mereka. Sesuatu yang ingin dia lakukan sejak mereka pertama kali bertemu.

Mata Afsheen terbelalak kaget. Sebenarnya dia tidak ingin datang ke kamar Keigher, namun dia tahu bahwa pria itu belum keluar kamar sejak pagi. Para pelayan yang datang untuk melayaninya tidak berani masuk tanpa perintah, jadi Afsheen memutuskan masuk untuk memeriksanya. Namun yang dia dapati adalah Keigher masih berbaring lurus di atas ranjang. Awalnya Afsheen ingin mengerjainya, tetapi melihat ada yang salah dengan Keigher, rasa isengnya diganti menjadi rasa panik.

King of the CrueltyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz