Rezaya-13: Boneka

15.5K 1.6K 226
                                    

A/n: sorry banyak typo

***

Nyatanya, manusia lebih jahat dari iblis.

***

SEPULANG sekolah Reza mengajak Alena untuk berbicara empat mata di halaman belakang. Sengaja ia mencari tempat sepi karena tak ingin ada orang yang mendengar percakapan mereka nantinya.

Dengan perasaan gelisah Reza menunggu kedatangan Alena. Memikirkan berbagai macam ekspresi yang akan ia dapatkan dari Alena. Karena baginya, kesehatan mental Alena sangat penting.

Reza tersenyum canggung saat melihat kedatangan Alena dengan wajah jutek seperti biasa.

"Mau ngomongin apa lo? Kalo gak penting, awas aja!" Ancam Alena begitu duduk di samping Reza.

"Penting ini Al tapi gue harap lo bisa kendaliin emosi lo" pinta Reza.

"Hah? Emang kenapa Za?" Tanya Alena bingung

"Pokoknya lo gak boleh syok, tenang, jangan emosi atau takut" pesan Reza.

"Apaansih? Gak usah basa-basi, gue mau kerja sekarang" protes Alena kesal.

Mata Reza menatap Alena lamat-lamat, membuat gadis itu mengernyit bingung. Tanda tanya semakin memenuhi kepala Alena saat Reza mengulurkan selembar kertas yang sudah kusut.

Tanpa suara Alena langsung mengambil kertas tersebut, menatap Reza sebentar sebelum akhirnya membaca kertas tersebut.

Tak sedetik pun mata Reza beralih dari Alena. Ia masih menunggu bagaimana reaksi Alena setelah membacanya.

Di luar dugaan Reza, Alena justru terkekeh usai membaca surat itu. Tak ada ekspresi takut, tegang, kaget atau hal lain selayaknya seseorang saat mendapat teror.

"Lo gila Al?" Tanya Reza bingung "ini bukan masalah sepele, kok lo malah ketawa?"

"Ya terus gue harus gimana? Kaget? Takut?" Tanya Alena gamblang.

"Al, gue serius ya! Keselamatan lo penting"

"Ciee Bang Eza khawatir" ledek Alena sambil tertawa.

"Alena!" Sentak Reza kesal.

Tubuh Alena langsung diam saat Reza membentaknya. Belum pernah Reza marah terhadap Alena, belum pernah juga ia membentak Alena. Kalaupun Reza marah di depan Alena, itu di tunjukkan untuk orang-orang yang mengganggunya.

"Ini masalah nyawa Al! Ini bukan suatu hal yang bisa lo anggap bercanda" peringat Reza.

Alena menatap balik Reza lamat-lamat. Ia menepuk pundak Reza pelan. "Keep calm Za. Gue bisa jaga diri." Alena tersenyum, senyum yang terlihat menyedihkan dimata Reza.

"Gimanapun ekspresi gue setelah mendapat ancaman kayak gini, gak akan ngerubah apapun Za. Mereka yang teror gue bakal tetep benci sama gue, mau gue nangis darah pun gak akan merubah pandangan mereka sama gue Za. Gue akan tetap di pandang sebelah mata, gue masih terus di remehin, gue masih terus dianggap jijik dan gue akan terus di benci"

Segala ucapan Alena, berhasil menohok Reza ke bagian terdalam. Selama ini, Alena benar-benar menjalani hidup yang mengerikan sendirian.

"Ini bukan pertama kali gue dapet surat yang berisi ancaman Za. Gue udah sering dapet itu semua dan gue baik-baik aja. Jujur, awalnya gue takut sama setiap ancaman yang gue dapat. Tapi semakin sering ancaman datang, gue semakin terbiasa."

"Tapi Al, gak semuanya bisa lo anggap biasa" sela Reza.

"Ini cuma ancaman biasa Za" Alena mengangkat kertas ancaman tersebut, tersenyum meyakinkan agar Reza tak perlu khawatir "mereka cuma mengancam tanpa bertindak Reza"

REZAYA [REVISI]Where stories live. Discover now