Rezaya-34: Persinggahan

3.6K 633 106
                                    

PAGI hari saat Alena baru saja turun dari kamarnya menuju ruang makan, ia mendapati Rafa yang berjalan terburu-buru menuju pintu keluar.

"Papah mau kemana?"

Pertanyaan Alena membuat langkah Rafa terhenti, ia berbalik menatap Alena yang terlihat segar sehabis mandi.

"Papah mau ke rumah sakit, Safira pulang lebih cepat karena keadaannya memburuk." Meski terlihat khawatir, Rafa berusaha tersenyum tenang agar Alena tak ikut panik.

"Alena ikut, sebentar Alena ke atas dulu." Tanpa menunggu jawaban Rafa, Alena kembali menaiki anak tangga dengan terburu-buru.

"Pelan-pelan Alena! Jangan lari! Papah tunggu di mobil."

Alena jelas tak memperdulikan peringatan Rafa, ia berlari secepat mungkin menuju kamarnya. Mengambil ponsel dan sling bag nya kemudian menuruni anak tangga dengan tergesa.

Begitu masuk mobil, Alena langsung duduk di kursi penumpang bagian belakang bersama Rafa dengan napas terengah dan wajahnya yang menyiratkan kekhawatiran.

"Alena takut," ungkap gadis itu dengan suara lirih tapi bisa didengar Rafa.

"Kita harus yakin, Safira pasti baik-baik aja." Rafa mengusap puncak kepala Alena.

"Semoga," timpal Alena, menahan air mata yang berusaha menerobos keluar.

"Kuat ya sayang, untuk Safira juga." Tangan Rafa beralih merangkul Alena, membuat tangis yang sedari tadi ditahan akhirnya luruh juga.

Rafa membiarkan Alena menumpahkan tangisnya, ia merasakan ketakutan yang sama seperti Alena. Tapi Rafa harus kuat untuk kedua puterinya.

***

Komplikasi penyakit Safira kian parah dan butuh perawatan intensif. Itu kata dokter begitu Rafa tiba dirumah sakit.

Geovano duduk dikursi tunggu depan ruangan, keadaannya terlihat sangat kacau. Safira terlalu berharga untuk Geovano.

Alena dan Rafa setia berdiri didepan ruangan Safira, menatap tubuh Safira yang terbaring dengan berbagai alat bantu. Mereka belum bisa masuk kesana, jadi hanya bisa memperhatikan Safira melalui kaca saja.

Karena tak sanggup melihat keadaan Safira, air matanya kembali tumpah. Alena menggigit bibir agar suara tangisnya tak mengganggu banyak orang.

Rasa nya menyesakkan melihat seseorang yang sangat berjasa dalam hidup Alena terbaring lemah tak berdaya sedangkan dirinya hanya bisa berdiam diri menatapinya saja.

Tak tega melihat keadaan Safira, Alena memilih pergi darisana. Meninggalkan Rafa yang juga sama terlukanya seperti dia.

***

Sudah hampir satu jam Alena berdiam diri di taman rumah sakit bagian belakang, taman yang jarang dikunjungi oleh orang-orang.

Air mata Alena tak lagi deras namun masih menetes membasahi pipinya.

Sebagai orang yang banyak menerima kebaikan Safira, Alena merasa tak berguna karena gadis itu harus berjuang sendirian.

Untuk segala hal yang telah Safira berikan, Alena rela menukar hidupnya untuk Safira.

Seandainya bisa, pasti Alena sudah lakukan itu sejak lama.

Ditengah kekalutannya, seseorang duduk disamping Alena sambil tersenyum paksa.

"Papah tau Alena sedih, tapi Alena harus kuat. Jangan terlalu sering nangis, Papah gak mau Alena jatuh sakit." Rafa mengusap puncak kepala.

"Maaf Pah maaf," perkataan Alena tersendat saat air matanya kembali deras. "Alena gak bisa bantu Papah dan Safira, Alena gak berguna, Alena cuma nyusahin aja."

REZAYA [REVISI]Where stories live. Discover now