13. Ijin

253 20 0
                                    


Assalamu'alaikum

Bismillah

Cuz baca, plis taburan bintang dan komennya ya pembaca budiman ...



Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa jam di dinding kamar telah menunjukkan pukul 10.30. Pram dan Hana masih berbaring malas di tempat tidur mereka. Enggan melepas pelukan.

Hana berbaring dengan tangan kiri Pram sebagai bantal. Tubuhnya miring menghadap Pram sedang Pram terlentang menghadap langit-langit kamar.

Tangan kiri Hana tak henti mengelus dada bidang Pram sambil menikmati irama tarikan nafas Pram yang teratur. Sedang jari-jari tangan kiri Pram memainkan rambut Hana.

Sudah sekian lama mereka dalam posisi itu. Saling diam tanpa suara. Larut dalam pikirannya masing-masing. Padahal mereka tidak tidur.

Pram kembali teringat keinginannya untuk menemui Ayun. Dia tidak tahu kenapa susah sekali menahan kerinduannya sejak semalam bertemu. Padahal selama ini dia sudah berusaha keras menyimpannya dengan rapi bersama kenangannya bersama Ayun. Tapi rasa itu tiba-tiba muncul kembali dengan kuat bersamaan pertemuan tak terduga itu.

"Apa Ayah tak menikmatinya kali ini? Ayah hanya terdiam sejak tadi tanpa sedikitpun bicara. Katakan pada Bunda apa yang kurang atau yang salah pada Bunda. Insyaallah Bunda bisa memperbaikinya dan berusaha lebih baik dalam melayani Ayah. Tapi please, jangan mendiamkan Bunda seperti ini," kata Hana memecah keheningan di antara mereka.

Pram menghela nafas panjang dan mengganti posisinya menghadap Hana. Tangannya memeluk tubuh Hana hingga tidak ada lagi jarak di antara mereka.

"Tidak ada yang salah padamu, Sayang, terima kasih. Kamu yang terbaik untukku," ucap Pram. Kemudian bibirnya mencium bibir Hana, lembut.

"Tapi kenapa diam saja sedari tadi?" tanya Hana sambil mengelus rahang kokoh Pram.

"Hhmm, sebenarnya aku punya urusan hari ini. Tapi aku enggan meninggalkanmu. Karena aku sudah berjanji kalau akhir pekan aku sedang tidak piket atau sedang tidak ada dinas maka seluruh waktuku adalah milikmu. Aku paling tidak bisa melihatmu sedih dan merajuk. Susah membujuknya," jelas Pram sambil terkekeh.

Mendengar itu Hana ikut tertawa.

"Jadi ceritanya suamiku ini takut istri to?" tanya Hana sambil tangannya mencubit pinggang Pram. Pram menggeliat.

"Tentu saja, Sayang. Kalau kamu lagi merajuk, duniaku gelap rasanya. Jiwaku terasa kosong dan hampa tanpa senyum manis dari bibir cantik ini. Dan pasti aku tak akan mendapat kehangatan seperti tadi," bisik Pram sambil jarinya menyentuh bibir Hana.

"Halah gombal, dasar Ayah mesum," ucap Hana berusaha melepaskan diri dari pelukan Pram untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Rona itu yang selalu aku rindukan, Sayang," kata Pram tak melepas pelukannya.

"Ayolah Ayah, ini sudah siang. Apa nggak capek kayak gini terus? Sudah dulu ya gombalnya. Sebentar lagi anak-anak juga pulang," bujuk Hana dengan muka melas.

"Tapi boleh ya disambung nanti malam?" goda Pram lagi.

"Ya ampun Ayah ... ingat sama umur, sudah tak muda lagi tahu?" ucap Hana sambil melepas tangan Pram dari pinggangnya.

Namun tangan itu tak bergeming sedikitpun dari tempatnya.

"Emang, apa hubungannya sama umur?" tanya Pram pura-pura bingung.

Ijinkan Aku Melepasmu  (Cerita Tentang Rasa) Where stories live. Discover now