13| • Flashback Lucas

148 64 66
                                    

Lucas

Setelah memastikan Aera pulang dengan selamat hingga ke rumahnya, aku pun pulang ke rumahku dan tak sengaja bertemu pandang dengan Juna saat aku berjalan menuju ke kamarku. Kamarku dan kamar Juna hanya berjarak 10 langkah, jadi tak heran jika terkadang kami bertemu pandang. Karena moodku sedang baik hari ini, aku menyapanya tapi dia hanya melirikku dengan sinis. Moodku yang awalnya baik berubah 180° menjadi kesal karena ekspresi yang dilontarkan oleh Juna.

"Juna, kamu mau sampai kapan marah sama aku?" tanyaku dengan nada yang kesal.

Juna menatapku dengan mata elangnya yang tajam dan dingin, "Kalo sekarang kamu mau minta maaf pun udah terlambat, semuanya enggak akan pernah berubah."

"Oh iya tolong sampaikan ucapanku ini ke ayah kamu, aku enggak akan pernah ngerubah nama Andhra jadi Arion. Meskipun aku tau nama Andhra udah enggak ada artinya lagi dimata petinggi-petinggi perusahaan dan bisa aja mengancam keselamatan aku tapi aku benar-benar enggak peduli. Bahkan jika ibuku juga memaksa, lebih baik aku hidup sendiri aja," lanjut Juna dengan tegas.

"Hei, bisa gak sih kamu ubah sikap keras kepala kamu? Kalo bisa diibaratkan, dulu kita sedekat nadi, tapi sekarang apa? Kita udah sejauh matahari. Padahal sekarang kita udah jadi satu keluarga, Jun." cerocosku dengan cepat.

"Dulu sama sekarang beda, Cas! Kamu lupa kalau dulu kita udah buat perjanjian? Tapi apa!? Kamu ingkarin semua janji-janji itu. Terus sekarang kamu suruh aku percaya sama kamu? Aku gak sebego itu, Cas!" Juna pergi dari hadapanku dan menutup kencang pintu kamarnya hingga menimbulkan suara yang keras. Kalau bisa memutar waktu, aku pasti tidak akan setuju dengan janji yang dulu kubuat dengan Juna. Hal ini membuat persahabatan kami ikut hancur. Aku benar-benar menyesal.

Flashback on :

"Cas, aku dapet kabar kalau papa kamu sama mama aku bakal nikah dalam waktu dekat, aku gak setuju sama keputusan mereka. Gimana kalau kita nyusun rencana untuk batalin pernikahan mereka?" tanya Juna dengan mimik wajah serius.

"Aku juga enggak setuju, baru aja beberapa tahun mama ninggalin keluarga aku, papa udah nyari pengganti aja," jawabku dengan wajah yang sedih.

"Oke, kita janji ya buat nolak pernikahan mereka?" Juna menampilkan jari kelingkingnya dihadapanku. Tanpa pikir panjang, aku segera mengaitkan jari kelingkingku ke jari kelingking Juna.

"I'm promise."

✨✨

1 minggu kemudian...

"Kalian tadi mainnya udah bagus, kita harus pertahankan, jangan sampai kita kalah dari SMP Melati." ucap pelatih basketku kepada semua anggota tim basket dari sekolah SMP Terang Bulan.

"Tenang aja, Pak. Skor kita udah 30 dan mereka masih 15." kekehku sambil meremehkan sekolah SMP Melati.

"Mereka akan melakukan hal apapun untuk menang dari sekolah kita, Cas. Makanya SMP kita selalu jadi musuh bebuyutan sama SMP Melati," sahut anggota timku.

"Tau kok, paling juga curang lagi biar bisa menang. Tapi, tidak semudah itu ferguso. Karena kita yang bakal menang hari ini," ucapku yang mengundang kekehan dari semua orang disana.

"Udah pasti dong," jawab mereka dengan semangat dan percaya diri disela-sela kekehan mereka.

"Dreet...dreet," telepon genggam Juna berbunyi. "Sebentar Pak, ibu saya nelpon." Pak Juki yang merupakan pelatih basket kami hanya menganggukkan kepalanya lalu Juna berdiri dan mencari tempat yang lebih tenang untuk menerima telepon dari ibunya.

Setelah selesai bertelepon dengan ibunya dan kembali lagi ke lapangan, aku memperhatikan raut wajah Juna yang berubah. Raut wajahnya seperti marah, sedih, dan kecewa. Saat sedang bermain pun Juna menjadi egois dan tidak mengoper kepada teman yang lain.

"Woi, kosong!" Teriak Kenan. Juna hanya menoleh ke arah Kenan dan terus menerobos tim musuh, alhasil bola dapat direbut oleh tim musuh dengan mudah akibat keegoisan Juna. "Jangan main egois dong!" pekik Aksa. Saat aku meminta bola kepada Juna pun Juna hanya mengabaikan ku dan terus menerobos. Pertandingan berjalan begitu cepat dan tim kami kalah dengan skor 61-62.

"Apa-apaan kamu ini Juna! Saya kecewa dengan pertandingan kamu kali ini, padahal kamu ini ketua tim!" ucap Pak Juki dengan nada tinggi.
"Semuanya boleh pulang sekarang," lanjut Pak Juki lalu pergi meninggalkan kami.

Semua anggota sudah pulang kecuali aku, Kenan, Aksa dan Juna. Kami masih menunggu penjelasan dari Juna karena ini pertama kalinya Juna bermain dengan tidak profesional. "Lucas, kamu udah lupa sama janji yang kita buat seminggu yang lalu?" hardik Juna setelah terdiam cukup lama, aku tertegun ini pasti karena pernikahan ayahku dan ibunya.

"Aku punya alasan tersendiri, Jun. Maaf," cicitku pelan tapi masih dapat didengar oleh Kenan, Aksa dan Juna. Juna berdiri dan mendaratkan satu pukulan ke arah pipi kiriku dengan sangat kuat hingga membuatku jatuh terduduk. "Ini karena kamu ingkarin janji yang udah kita buat." Juna kembali mendaratkan satu pukulan lagi di pipi kananku. "Ini karena aku benar-benar kecewa sama pilihan kamu." Juna sudah bersiap mendaratkan pukulan berikutnya tapi dengan segera ditahan oleh Aksa. Sedangkan Kenan membantuku untuk bediri.

Juna melepaskan tangan Aksa yang menggenggam pergelangan tangannya dan menatapku dengan tatapannya yang tajam. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Juna mengambil tas miliknya dan berjalan melewati aku, Kenan dan Aksa. Setelah kejadian itu, kami benar-benar seperti musuh bebuyutan. Saat pernikahan ayahku dan ibunya diselenggarakan pun Juna tidak menghadiri pernikahan tersebut. Tapi karena terpaksa, Juna tetap pindah ke rumahku bersama ibunya. Dia hanya pergi saat pagi dan pulang saat malam. Dia juga selalu membayar uang sewa kepadaku ataupun ke ayahku setiap bulan meskipun pada akhirnya kami selalu mengembalikan uang tersebut dan menaruh uang itu di laci belajar miliknya.

Flashback off.

✨✨

Bel istirahat berbunyi, aku bersama Aksa dan Kenan sedang berjalan beriringan menuju kantin. Tak sengaja mataku melihat Aera beserta Ela dan Jennie juga sedang berjalan menuju kantin. Kaki, tangan dan bibirnya Aera terluka. Alhasil Aera menggunakan sendal karena tidak dapat menggunakan sepatunya. Aku menghampiri Aera dan memegang bahunya dari belakang. Dia terlihat sedikit terkejut saat melihatku lalu sedetik kemudian senyumnya segera terbit dari sudut bibirnya. "Hai, udah baikan?" sapaku disertai dengan lambaian ke arah Aera.

"Setidaknya lebih baik dari pada dipenuhi dengan lumpur," kekehnya pelan.

"Waw sepertinya aku enggak mau mengganggu dan jadi nyamuk disini. Aku duluan," ungkap Ela dan memaksa Jennie untuk ikut bersamanya pergi ke kantin. Akhirnya Jennie menyerah dan mengekor di belakang Ela lalu disusul oleh Kenan dan Aksa. Sedangkan aku dan Aera berjalan beriringan menuju kantin sambil berbincang dan sesekali tertawa bersama.

✨✨

ᴀᴇʀᴀ? [ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon