2| • Kantin

375 124 246
                                    

Aera

Aku kembali ke kamarku dan segera menghempaskan tubuhku ke tempat tidurku yang berukuran king size. Tak lama, telepon genggamku bergetar menandakan ada pesan masuk dari salah satu  aplikasi chat.

"Hey"

Ini aneh. Aku jarang sekali memberikan nomor teleponku kepada orang asing. Bahkan kontak yang ada di teleponku dapat dihitung menggunakan jari, itupun hanya  berisi kontak keluarga dan teman-teman terdekatku. Tak lama, telepon genggamku kembali bergetar, menandakan pesan kembali masuk.

"Kepalanya udah baikkan?"

WHAT!? Siapa orang ini? Dan dari mana dia tau kalau kepalaku sedang tidak baik-baik saja? Jangan bilang, dia stalker lagi! Bulu kudukku bahkan sudah merinding saat memikirkannya. Karena aku malas untuk menanggapi pesan itu, aku memilih untuk sekedar membaca dan tidak berniat membalas pesan tersebut. Aku juga segera mematikan daya ponselku agar lokasiku tidak dapat dilacak. Baiklah, sebenarnya aku bukan 'malas' menanggapi pesan tersebut tapi aku 'takut' untuk menanggapi dan membalas pesan tersebut. "Mending tuan putri bobok cantik aja dari pada mikir yang aneh-aneh," batinku.

✨✨

"Ra, kantin kuy!" Seruan Ela membuatku terkejut tepat setelah bunyi bel istirahat berbunyi. Untung saja seorang Aera Luardin Zuard tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Kalo ada, sudah pasti aku sedang dibawa ke rumah sakit dan masuk ruang UGD sekarang. Memang, suara superku ini seperti kentongan, tapi suara Ela lebih super karena terdengar seperti toa! Jadi kalian tau kan kalau Ela sedang berteriak tepat ditelinga kalian suaranya seperti apa?

Oh iya biar kukenalkan terlebih dahulu, siapa itu Ela. Nama lengkapnya adalah Clara Ela Chloe. Dia sahabatku dan Jennie. Berbeda dengan Jennie yang baru kukenal saat masuk SMA, Ela berteman denganku sudah 15 tahun atau lebih dari itu karena perusahaan papa memiliki kerja sama dengan perusahaan papa Ela. Ibu kami juga memiliki hubungan persahabatan yang baik. Jadi saat ibuku dan ibu Ela mengandung kami berdua, kami sudah dipertemukan secara tidak langsung. Meskipun aku dan Ela sering beradu mulut, tapi kami tetap saling menjaga dan menyayangi satu sama lain. Aww sweet sekali bukan?

Arah pandanganku mengarah ke Jennie. "Jen kantin kuy!" Jennie melemparkan senyum kecutnya. "Lupa bawa jajan."

Ah, aku dan Ela sudah terbiasa jika mendengar Jennie tidak membawa uang jajan. Keluarga Jennie tidak begitu harmonis, jadi aku dan Ela dapat mengerti tentang siatuasi yang dihadapi oleh Jennie. Aku dan Ela juga sudah terbiasa membelikan Jennie siomay. Ya, itu adalah makanan kesukaan Jennie.

"Oke tunggu disini aja, kami berdua beliin siomay," ucap aku dan Ela bersamaan dan serempak. Semakin hari aku semakin merasa bahwa aku dan Ela adalah saudari kembar tidak identik, bagaimana tidak? Kami biasanya ngomong aja bisa kompak.

"Hahaha, kalian berdua makin hari makin kompak aja. Btw makkasih ya, aku sayang banget sama kalian berdua. Ya udah, sekarang kalian ke kantin gih sebelum kantinnya ramai. Aku tunggu disini sambil baca novel. Kalian berdua hati-hati ya," ucap Jennie sambil mengeluarkan buku novel yang belum selesai ia baca dari minggu  kemarin.

Aku dan Ela mengangkat jari jempol kami dengan bersamaan, lalu berjalan secara beriringin menuju kantin. Selama diperjalanan kami membicarakan banyak hal yang tak penting dan terkadang tertawa karena lelucon kami sendiri. Benar kata orang-orang, kalau kami sedang berduaan pasti selalu disebut 'freak sister' karena selera humor receh kami yang sama. Berbeda dengan Jennie yang selera humornya lebih tinggi dari pada kami dan jarang tertawa karena lelucon yang kami buat. Biasalah, selera humor dollar emang beda. Tanpa sadar, kami sudah sampai di kantin. Sesuai kesepakatan kami, Ela pergi membeli siomay untuk Jennie dan aku membeli bakso untuk aku dan Ela makan di kantin.

"Bakso 2 mang," teriakku kepada babang penjual bakso dengan menggunakan suara ketonganku yang khas. Karena situasinya yang ramai, tanpa sengaja ada seorang siswi dengan model rambut bob menabrakku dan kuah baksonya tumpah mengenai seragamku lalu terjatuh ke lantai. Sialan, hari sial apa lagi ini? Baru saja beberapa minggu kemarin bola basket mencium keningku hingga dahiku memberikan pemandangan telur ayam dan sekarang, kuah bakso yang panas mengenai badanku hingga timbul bercak kemerahan dari kulitku.

"Panes woi," ucapku dengan ngegas sambil menatap tajam cewek yang berada dihadapanku ini, terselip nada kesal dan emosi disetiap perkataanku. Siswi itu hanya menundukkan kepalanya, takut menatapku karena perbuatan yang baru saja ia lakukan. Aku memandangi name tag yang berada di sisi kanan seragamnya. Annisa Match. Saat membaca namanya aku segera teringat dengan rasa matcha. Namanya membuatku terkekeh pelan dan kembali serius ketika siswi itu bersiap untuk mengangkat kepalanya. "Aku kan harus cool sekarang!"

Akhirnya, Annisa berani mengangkat kepalanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sepertinya dia anak baru, aku tak pernah melihat wajahnya. "Maaf kak," ucapnya dengan suara bergetar menahan tangis. Ow shit, aku kan gak ada maksud bikin dia nangis.

Aku ini termasuk tipekal cewek yang gak bisa liat orang lain nangis, merasa gak enak kalo menolak sesuatu dan terlalu berempati terhadap orang lain. Aku memegang kedua pundah Annisa dengan lembut, "Iya, ga pa pa."

"Tapi seragam kakak jadi kotor dan badan kakak pasti kepanasan gara-gara ketumpahan kuah bakso tadi," tangisannya semakin deras tapi tak bersuara. "Oh no, apa yang harus kulakukan untuk membuat anak ini tidak menangis lagi?"

"Hey, don't cry. See? I'm fine, Annisa," ucapku dengan suara lembut untuk menenangkannya. Sepertinya itu berpengaruh, suara isak tangisnya semakin mereda.

"Neng, ini baksonya udah jadi," ucap pedagang bakso sambil memberikan nampan yang berisi 2 mangkok bakso kepadaku. Aku mengambil nampan tersebut dan segera menyerahkan uang 20 ribu kepada pedagang bakso itu lalu beranjak dari sana. Annisa sempat meminta nomorku untuk mengganti rugi kekacauan yang ia timbulkan. Tapi aku menolak dan pergi ke arah Ela yang sedang menungguku.

"Kenapa tu seragam, abis jatoh ke got?" kekehnya. Aku memutar bola mataku dengan malas. Bukannya nolongin malah ngejek! Dasar teman!

"Cepetan makan, mau ke toilet," ucapku tak sabaran.

Setelah selesai makan, aku dan Ela kembali ke kelas untuk memberikan siomay yang kami janjikan kepada Jennie. Jennie sempat mengernyitkan dahinya dan bertanya kepadaku kenapa seragamku bisa kotor. Saat aku berniat untuk menjawab dan membuka mulutku, Ela lebih dulu mendahuluiku. "Masuk ke got," jawab Ela dengan asal sambil terkekeh geli. Ini jawaban paling tak masuk akal yang pernah aku dengar, aku menjitak kepala Ela hingga ia meringis. Setelah itu, aku dan Ela pergi ke toilet untuk membersihkan seragamku. "Hari ini hari yang melelahkan."

✨✨

ᴀᴇʀᴀ? [ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang