34| Hilang kendali

809 38 0
                                    


Ruang hati ini, kosong, gelap dan tak bertuan.


🎶🎶

Kehilangan sesuatu dalam hidup itu terasa sangat menyakitkan, apalagi kehilangan seseorang yang teramat di sayangi. Begitulah yang Terra rasakan, dia yang pemegang kendali dirinya, kini sudah pergi, meninggalkan Terra yang tak punya semangat untuk menjalani hari-harinya.

Terra menatap dirinya di pantulan kaca, tak ada senyuman yang terukir di sana, apalagi matanya menatap kosong di hadapannya. Beban masalahnya membuat Terra menjadi berubah, atau menyesuaikan diri tanpa tuan.

Lalu ia berjalan keluar dari kamar. Menuruni anak tangga satu persatu, berjalan ke arah garasi menuju motornya.

Ia memakai helm, lalu menghidupkan mesin dan berjalan keluar dari gerbang yang sudah di bukakan oleh Mang Jawir.

Malam yang begitu bercahaya dengan sinar bintang yang berkelap-kelip, namun tidak secerah hati Terra. Bahkan hatinya teramat mendung, gelap, sangat gelap.

Tempat yang di tuju Terra adalah clubing. Ia butuh tempat untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Ia kesini hanya seorang diri, tak ada Sheril ataupun Renata yang menemaninya, karena hal inilah yang sedang Terra butuhkan.

Ia memakirkan motor, membuka helm lalu masuk ke dalam club, melewati petugas yang berjaga di depan pintu masuk.

Tangga satu persatu ia naiki, untuk menuju club yang pusat tempatnya berada di atas, saat sudah sampai di atas, masih belum banyak orang yang datang, karena memang Terra pergi ke club, jam sepuluh malam. Ia berjalan menuju bartender yang tengah mengelap meja.

Kedatangan Terra, membuat bartender yang sudah mengenal Terra lumayan lama pun, melihat Terra yang kini sudah duduk di hadapanya yang di batasi meja.

"Tumben, ke sini jam segini Ra. Renata sama Sheril, mana?" Tanya Zaky– bartender.

"Lagi pengen, gue sendirian," jawabnya, dengan wajah yang banyak masalah.

Zaky yang melihat raut wajah Terra pun paham. Ia sudah hafal betul, dengan raut wajah yang Terra tampilkan ini. Karena kebanyakan orang-orang yang datang kemari, entah mereka sedang banyak masalah, makanya melampiaskan dengan meminum alkohol, ataupun hanya senang-senang saja, mengikuti hawa nafsu untuk meminum alkohol.

"Zaky... Whiskey satu," ujar Terra, Zaky pun mengangguk lalu mengambilkan satu botol Whiskey dan gelas, lalu diletakkan di depan Terra.

Terra membukanya lalu menuangkan minuman beralkohol itu ke dalam gelas, setelah itu ia meminumnya sambil memejam rasa Whiskey ini.

Kadar alkohol minuman Whiskey memang aga tinggi, membuat kepala Terra aga terasa pening. Biasanya ia hanya meminun Wine ataupun Beer. Tapi kali ini ia mencoba hal yang baru.

Ia menuangkannya kembali, membuat Zaky yang sedari tadi memerhatikan, dalam hati bertanya-tanya tentang Terra. Masalah apa yang di miliki oleh anak sekolahan seperti Terra, paling tidak jauh dari yang namanya percintaan, pikir Zaky.

Terra menengakkan minuman kembali. Ini gelas kedua, dan kepalanya benar-benar pusing, tetapi ia masih sangat sadar, sampai suara dering ponsel berbunyi, ia mengambilnya yang berada di saku jaketnya ini. Ia menggeser tombol hijau dan meletakkan ponselnya ke telinga.

"Apa?" Tanya Terra.

"Oke... Gue bakal dateng ke situ," ujarnya, lalu mematikan sambungan, lagi-lagi Terra menuangkan minumannya dan menenggaknya lagi.

Setelah puas berminum, Terra pun keluar dari club setelah membayarnya, jalanya aga sempoyongan, namun Terra harus menjaga kesadaran dirinya.

Terra pun menaiki motor, dan langsung saja pergi dari tempat clubing, sesekali ia memejamkan mata agar bisa menguatkan kepalanya yang sudah pusing.

Tujuan Terra malam ini adalah ke tempat arena balapan liar, ia tidak pulang ke rumah. Karena tadi temannya ada yang menelpon, mengajak Terra untuk bergabung malam ini, dan menyuruh Terra untuk turun ke jalan juga.

Ia pun akhirnya sampai, motornya membawa ia berhenti di titik kumpulnya teman-temannya itu. Ia mematikan mesin, lalu membuka helm, turun dari motor berjalan ke arah temannya–Sesil.

"Datang juga lo Ra," ujar Sesil, saat melihat Terra berjalan ke arahnya.

"Pasti dateng," jawab Terra, terkekeh.

"Jadi, siapa malam ini yang turun?" Tanya Terra.

"Malam ini cewek yang turun, si Alkiya sama si Dena," sahutnya.

"Lo mau turun gak?" Tanya Sesil, pada Terra.

"Boleh deh."

"Yaudah, gue ke si John dulu ya," pamitnya, Terra mengangguk setuju, dia pun pergi meninggalkan Terra.

Ia memejam matanya, lalu memijit pangkal hidungnya agar bisa meredakan rasa pusingnya, walaupun tidak hilang. Matanya sudah mulai memerah, namun Terra harus tetap menjaga kesadarannya.

"Ra! Balapan mau di mulai," cetus Sesil tiba-tiba, Terra pun mengangguk kepalanya, lalu membawa motornya ke bawah garis finis.

Lelaki yang memakai jaket lepis berwarna hitam, berdiri tak jauh dari garis finis, menyipitkan matanya untuk melihat perempuan yang tengah mendorong motornya itu.

Ia dengan penasaran pun berjalan ke arah sana, padahal balapan mau di mulai, masa bodo dengan hal itu.

Ia menepuk bahunya, lalu dia menoleh dengan matanya memerah, membuat lelaki itu kaget, dia sedang mabuk.

"Terra! Lo mabuk gila. Ngapain ikutan balapan?" Tanya Lelaki itu tidak habis pikir.

"Nail... Lo ngapain di situ! Ini mau mulai balapannya," ujar Temannya–Jonh.

"Dia gak jadi ikut balapan, dia mabuk Jonh. Yang ada nanti malah kecelakaan," cetus Anailza, yang memang sedang berada di arena balapan ini.

Lelaki yang bernama Jonh itu pun menatap Terra, dan benar mata Terra memerah dengan wajah yang sudah sayu.

"Yaudah, lo bawa sana," suruhnya.

Anailza pun membawa Terra ke pinggir dengan merangkul bahu Terra, menempatkan Terra di tempat duduk tidak jauh dari arena balapan.

Kesadaran Terra sudah mulai menipis, apalagi dia sudah merancau tidak jelas. Anailza tidak habis pikir bagaimana bisa Terra mengikuti balapan, sedangkan dia dalam keadaan mabuk.

"Terra... Lo kenapa bisa kaya gini? Astaga," tanya Anailza, tidak habis pikir.

"Coba kalau gue gak ada, mungkin aja lo udah balapan malam ini. Lo tuh perempuan, yang bisa bikin gue se khawatir ini tau gak," tuturnya, dengan kesal.

Tiba-tiba saja Terra menangis, bahunya gemetar membuat Anailza kaget dan bingung.

"Terra... Lo kenapa?" Tanya Anailza.

"Hiks... Mathar... Hiks," suara isak tangis Terra, seraya menyebutkan nama Mathar tanpa sadar.

"Lo kaya gini karena lelaki Terra? Ya ampun, segini frustasinya lo karena dia."

"Bener-bener brengsek banget lelaki kaya gitu, udah ninggalin perempuan yang tulus kaya lo Ra," timpalnya, sambil mengelus lengan Terra.

"Udah ya lo jangan sedih lagi, gue bakal selalu ada buat lo. Kata lo kan, gue malaikat lo Ra," tuturnya, mencoba menenangkan Terra, dagunya ia letakan di atas kepala Terra.

Sungguh Anailza merasa kesal melihat penyebabnya Terra seperti ini. Kalau saja ia mempunyai perempuan seperti Terra, ia tidak akan menyakitinya, apalagi meninggalkan, karena mencari yang benar-benar cinta dan sayang itu, sangat susah, dan lelaki seperti Mathar yang sudah meninggalkan Terra, dia akan merasakan penyesalannya nanti, saat dia benar-benar tidak menemukan ketulusan dari orang lain.

🎶🎶🎶

Jangan lupa untuk bahagia selalu😉

Tetap jaga kesehatan ya untuk kalian semua, dan jangan keluar rumah. Mendingan baca cerita ini aja, buat menemani kesendirian kalian:v😋😁

BADGIRL MY GIRLFRIEND [Completed✅]Where stories live. Discover now