// cerita lama

3K 164 50
                                    

Bau khas rumah sakit tercium jelas di hidungku bau yang sangat aku benci beberapa tahun kemarin karena aku sering ke rumah sakit entah masuk UGD, check up, bahkan di rawat seperti saat ini. Kali ini pemandangan pertama aku bangun adalah Bunda yang tengah mengupas buah pir kesukaannya, aku tersenyum melihat wajah serius Bunda dari samping. Saat seperti inipun Bunda tetap terlihat cantik tak heran cerita Bunda bagaimana Ayah mengejar Bunda sebegitu getolnya. "Heh, kok gak bilang udah bangun!" ujar Bunda sadar aku tatap dari jauh dan berjalan mendekati ranjangku.

Aku menghela berat, tersenyum menatap Bunda. "Kali ini parah banget ya, Bun?"

Bunda hanya tersenyum simpul lalu menyodorlan pir potongan Bunda padaku, "Nih, kesukaanmu." Ujar Bunda mengalihkan topik, oh ya buah pir juga salah satu buah kedua dari nanas yang kusuka. "Bang Drico sama Ayah kemana?" tanyaku menyadari hanya Bunda di ruanganku.

"Drico lagi ketemu kliennya, Ayah lagi cari makan di luar. Kamu pusing gak mau Bunda panggilin suster?"

Aku menggeleng, mengambil buah pir di piring Bunda, "Nggak kok gak sakit, biasa aja,"

Bunda menaruh piring berisi buah pir itu padaku, "Dah, nih makan aja Bunda mau minum jus aja," aku menyengir mengetahui bahwa Bunda mengerti maksudku.

"Oh, iya itu temenmu mau kesini entar. Nomor Keera gak aktif jadi Drico yang nelpon temenmu, siapa ya? Gafbriel ya? Itu lah ah susah-susah amat sekarang nama anak-anak, dulu Ismaul aja udah bagus banget," komentar Bunda padahal memang Bunda susah menghafal nama orang baru begitupun Bang Drico. "Gaffriel? Yaampun Bun, gampang itu tuh," kataku tidak terima.

"Ih, nama orang spanyol begitu,"

Aku tertawa mendengar ucapan Bunda yang sangat netral. Bunda pintar sekali menutupi rasa khawatirnya. "Terus Gaffriel udah kesini?"

"Belum, kayaknya entar sama abangmu,"

"Aaahh, kenapa dia sih,"

"Heh? Kok gitu ih kamu,"

"Aturan mah si Arden gituu, ahelah Bang Drico..." Bunda geleng-geleng kepala mendengar komentarku yang tidak tau diri. Percayalah aku hanya bercanda tapi dalam lubuk hatiku aku memang berpikir kalau akan ada Arden karena aku jujur soal perasaanku pada Bang Drico.

"Eh, tapi Bunda senang loh kamu bisa buka hati lagi, kali ini pasti cowoknya bener-bener baik dong, yaa?"

Aku berdeham tiba-tiba tenggerokanku terasa kering. Akupun tidak tau apa pilihanku kali ini benar-benar baik atau tidak, tapi aku tetap harus mencoba bukan untuk mengetahui jawabannya? Modalku hanya percaya dan selalu berpikir positif karena bila aku masih berisikeras untuk takut memulai tanpa mencoba, aku akan tetap jalan ditempat saja tidak ada kemajuan. Semuanya proses dan harus di jalani mau tidak mau. "Semoga, ya, bun..."

Pintu kamar terbuka menampilkan sosok Bang Drico dengan setelan baju formalnya yang membuat Bang Drico terlihat gagah, dan juga disana ada Gaffriel dengan kaos oblong hitam dan celana robeknya. Berandal berdarah dingin. "Ehh, princess udah bangun..." sapa Bang Drico terdengar menyebalkan.

Bunda nampak terkekeh, "Iseng banget kamu Co," di balas tawa kecil Gaffriel. "Bun, ini ada gorengan," ujar Bang Drico menyodorkan kantong pelastik berisi makanan surga itu.

"Ngapa lo bego," tanya Gaffriel sudah di sebelah ranjangku. Baru saja ingin membalas ucapan Gaffriel Bang Drico sudah berjalan ke ranjangku dan menyambar ucapan Gaffriel. "Ngos-ngosan dia ngehaluin Cameron lagi,"

Aku mendengus kesal, "Mau gorengan gak?" tawar Bang Drico sudah menyodorkan cireng padaku. "Mau." aku merampas cireng yang mengiurkan itu dan memilih memakannya dengan penuh dendam pada Bang Drico. tanpa membalas ucapan menyebalkannya. "Biasa kali gigitnya, udah kayak beruk nyari mangsa," timpal Gaffriel di balas pukulan kecil. "Diem lo jelek."

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang