// mine

699 84 65
                                    

Hari ini hujan turun di Jakarta dari sejak siang, aku yang sedang menyelesaikan tugas tidak terlalu sadar bahwa sudah dari tadi hujan turun. Aku memandangi sekitar jalanan depan kafe yang kudatangi untuk mengerjakan tugas, hujan nya akan awet sepertinya. Tugasku sudah kelar dan saat ini aku sedang berpikir bagaimana aku bisa pulang dan sampai di aparemen sebelum malam sekali karna aku sudah pergi dari pagi tadi sekitar jam 11. Aku menatap layar ponsel untuk melihat sekarang sudah pukul berapa, ternyata sudah hampir malam... aku segera menutup laptop dan memasukinya ke tote bag yang kubawa.

Sore ini aku memilih aman untuk memesan taksi online daripada tetap egois untuk naik transjakarta yang membuat pakaianku basah nantinya. Setelah taksi datang aku segera naik dan meninggalkan kawasan kafe. Hari ini aku tidak bersama Keera karna sedang ingin menyendiri belakangan ini dan juga agar lebih fokus mengerjakan tugas-tugasku untuk mengejar deadline. Setelah sampai aku langsung membersihkan diri karna tadi sempat terkena hujan saat berjalan ke lobby. Setelah selesai aku memilih untuk mengisi perutku, membuka kulkas ternyata isi kulkas sudah tidak terisi penuh lagi semenjak aku menjauhkan diri dari Khalid. Tapi tak apa, untung juga lelaki itu tidak nekat hingga ke apartemen untuk menemuiku, pasti akan seram sekali.

Setelah mengambil bahan masakan aku segera memasak karna perutku sudah rewel untuk minta di isi. Tepat sekali saat aku ingin menyuapkan diri, pintu apartemenku seperti ada yang mengetuk. Aku segera membukanya karna tidak ingin acara makanku terganggu sampai lupa untuk melihat door viewer. Saat pintu terbuka tubuhku langsung terdiam layaknya melihat hantu berwajah seram, bahkan untuk menyapa saja bibirku tak mau terbuka. Di depanku ada sosok lelaki yang selama ini kurindukan, yang membuat pikiranku tidak fokus akhir-akhir ini dan lelaki yang aku inginkan... ya, dia Gaffriel.

Ia tampak sedikit basah mungkin karna hujan, tapi senyum canggungnya membuatku tidak berkutik sedikitpun, senyum yang kurindukan walaupun terlihat canggung. "Boleh masuk?" Katanya membuyarkan lamunanku dan segera menggeserkan diri agar ia bisa masuk.

"Lo... mau mandi dulu? Ganti baju? Gu—gue abis masak, mau makan gak? Laper gak? Lo—"

"Iya, Anna tenang aja," katanya membuat aku terdiam, aku lagi-lagi terlihat seperti orang bodoh di depannya. "Mau duduk dulu, boleh? Capek," ujarnya yang langsung saja kutarik lengannya ke ruang tengah agar ia bisa duduk.

Aduh, bodohnya aku menyeretnya begitu. Anna! Kenapa kayak orang kerasukan, sih! Bisa, lo bisa Anna! Batinku menggerutu.

Aku duduk di depannya, kami canggung sekali seperti sudah berapa tahun tidak bertemu padahal sebelumnya setiap bertemu pasti bertengkar atau berdebat. Tapi, kira-kira apa yang membawanya kesini, ya? Apa Tuhan mendengar doaku untuk mencari waktu yang pas? Tapi kan gak hari ini juga, aku belum menyiapkan mental kalau di tolak. Aku melirik sekilas melihat ia tengah memandangi seisi apartemenku lalu tak lama pandangannya berhenti, "Itu gitar siapa?" Tanyanya membuatku menoleh cepat. "Oh! Itu punya Cameron..." Ternyata Gaffriel melihat gitar putih itu yang kupajang di depan kamar.

Ia berdiri, melangkah ke arah gitar itu dan membawanya kembali ke tempat duduk. Ia membuka tas gitar, memetikan jarinya di senar gitar sesekali ia membenarkan not senarnya. "Mau nyanyi boleh?" Tanyanya.

Aku mengangguk lalu ia memainkan gitar itu begitu lembut...
"🎶 I
Can't
Show you how to
Love yourself..."

Aku menatap terus ke arah Gaffriel yang tengah memainkan gitar Cameron, mengingatkanku kepada Cameron saat menyanyikan lagu untukku.

"But I promise you
I'll
Be the one
By your side..." Ia menatapku begitu erat seolah ia menyanyikan lagu itu untukku, iya kah? Apa aku hanya pede saja? Tapi senyumku mengembang saat tatapan kami bertemu.

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang