// what a day (2)

3.2K 237 62
                                    

"Halo, Anna... kamu tambah cantik."

Rasanya sakit, sesak, nafasku tidak teratur. Arden panik disana tidak membuka suara mungkin ia belum mengerti keadaan apa yang terjadi. Cameron berdiri menatap Arden, "Awas lu ah, istri gue dipegang-pegang belom pernah gue tampol make sendal surga lo ya," omelnya pada Arden.

"Apaan sih, anjing," sahut Arden ikut kesal pasalnya ia tidak mengerti apa yang terjadi.

"Lah, disuruh awas malah ngatain gue anjing. Awas bego, udah tiga tahun kagak ketemu ini ngertiin kek mau peluk-peluk rindu, bangsat,"

Aku juga masih belum mengerti, rasanya ingin tertawa akan ucapan asal Cameron. Ucapan yang selalu membuatku tersenyum, semua kata kasar yang Cameron yang selalu terdengar lucu. Aku menangis, aku masih belum mengerti rasanya lidahku kelu untuk membuka suara. "Anna sumpah gue nggak ngerti, ini dia zombie apa setan apa gimana, sih? Kok galak banget antara takut sama kesel gue," ujar Arden disana.

"Engg—nggak tau..." jawabku singkat.

"Makanya sana lo kalo gak ngerti, monyet deh, ya batu banget! Gue mau ngobrol cantik,"

"Ngobrol-ngobrol, masa gue ninggalin dia sama hantu,"

"Lah, sue banget gue dikatain hantu. Sana apa ih, kayak parasit kagak mau pegi, sana dulu perlu gue cipok dulu lo baru nurut, ha?!"

"Anna, gue tinggal kalo dia hantu teriak ya?" Arden pergi meninggalkanku yang masih terduduk dalam tangis.

Cameronpun berjongkok menatapku, ia mengusap kepalaku disana. "Maafin aku ya, pergi begitu aja. Aku tau kok aku jahat, tapi mungkin emang ini takdir kali ya?"

Aku mendongak menatap Cameron, bibirku seperti tersihir aku tidak bisa berbicara disana. Cameron mengusap air mataku dengan senyumnya, menarikku dalam peluk. "Sayang... udah jangan nangis dong, kamu kalo mau marah, marah aja, Na... aku tau aku bajingan banget ninggalin kamu gitu aja, tapi aku emang nggak pantes buat kamu Anna, kamu berhak dapetin lelaki di luar sana yang bisa jadiin kamu wanita yang sesungguhnya, melahirkan, merawat, mendidik anak kamu sampai sukses nanti. Aku ramal anak kamu pasti cantik, kalo ganteng ya semoga ganteng kayak aku, tapi kan aku bukan ayahnya makanya kamu cari yang cakep biar ganteng kalo cowok anak kamu Na.,"

Aku sontak mendorong tubuh Cameron, rasa kesal di saat seperti ini lelaki itu masih saja mengucapkan hal-hal konyol dari mulutnya. "Kamu tuh kurang ajar! Di saat kayak gini kamu masih konyol, Cam?! Kamu tau nggak, gimana rasanya jadi aku?!"

"Aku tau... aku liat kamu dari atas sana, sayang,"

Aku mengernyit heran. Maksudnya apa sih? Sebenarnya Cameron dari mana? "Anna... kan kamu bilang sendiri kalau aku akan jadi matahari di siang hari yang jaga kamu dari atas sana, dan aku akan jadi bulan bahkan bintang di malam hari yang jaga kamu di atas sana. Aku selalu jagain kamu, Na, aku selalu berharap bisa peluk buat bilang kalau aku baik-baik aja di sana, bilang kalau aku nggak suka kamu sedih karena aku."

Cameron menarik daguku dengan pipi yang basah, dia kembali mengusap pipiku, mencium dahiku, lalu kedua pipiku. "Aku sayang kamu, dan aku selalu tau kalau kamu sayang sama aku. Perjalanan Anna masih panjang sementara Cameron sudah selesai tiga tahun lalu, Cameron nggak akan bisa lagi di samping Anna untuk menua bareng, Cameron juga udah nggak bisa jagain Anna, peluk, bahkan cium Anna. Sekarang Cameron cuma bisa jaga Anna dari atas sana, sedangkan Anna butuh seseorang yang nyata, yang benar-benar ada buat Anna. Biar Cameron selalu ada di hati Anna, tapi setidaknya kasih ruang buat orang baru yang mau jaga Anna, yang mau sayang sama Anna kayak sayang Cameron ke kamu Na." lanjutnya.

Tangisku menjadi-jadi, lalu ini adalah mimpi? Mengapa rasanya sangat nyata; sentuhannya, senyumnya, hangatnya, bahkan saat ia menghapus air mataku. "Udah cukup kamu menderita karena aku, aku baik-baik aja di atas sana, sayang. Aku cuma mau kamu bahagia, karena itu aku disini peluk kamu, dan bilang ini semua. Sudah, ya cukup? You deserve better, sweetie. Cameron nggak mau liat Anna sedih lagi, jadi baik-baik, ya? Biar aku di sini liat kamu jadi seorang Ibu dari anak-anak kamu kelak, biar aku jadi penonton dan penjaga di hidup kamu sekarang. Kamu sehat-sehat, jangan sakit lagi, sekarang kamu hapus air mata kamu, kamu nggak boleh tangisin bajingan kayak aku, Anna. Cukup kamu tau betapa bersyukurnya bisa dicintai sama perempuan cantik kayak kamu Anna, dan betapa bodohnya aku menyia-nyiakan kamu. Biar aja ini hukuman buat aku, kamu cukup hidup bahagia aja, yaa. Aku pamit, buka hati kamu, udah cukup kamu tangisin aku. Aku tunggu cerita bahagia kamu dari atas sana..."

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang