// keluh kesah

3.3K 212 23
                                    

Hari ini adalah hari ke-3 kalinya aku gagal ke tempat makam Cameron, entahlah seakan Tuhan tidak mengizinkanku bertemu dengannya. Aku menatap bunga bucket yang kubeli untuk Cameron. Aku berdiri menatap kosong jalanan yang tengah ramai didepanku dengan hujan yang menghiasi langit senja kali ini, entahlah mungkin bila di drama Korea hujan menandakan sang Goblin tengah bersedih, apa benar? Menyusahkan sekali bila Goblin benar adanya di dunia ini. Aku menghela nafas kasar, kesal akan bunga yang sudah kubeli juga dan akan menganggur di kamar Apartemen. "Salah apa Anna, Gob? eh? Blin? Apa, sih nama lo aja nggak nyambung di panggil." Keluhku kesal.

Aku meraih ponselku berniat menelpon Kak Ben, hanya saja sepertinya Tuhan kembali tidak mengizinkan aku untuk menelpon Kak Ben. Aku berdecak menatap isi pesan Keera yang belum aku tanya sudah memberi pesan bahwa gadis itu sedang kencan. Andai ingin bertanya dimana aku sekarang, aku sedang berada di halte bus untuk berteduh. Tidak menyenangkan sekali nasibku disini bahkan untuk pulang saja angkutan umum sangat ramai, taksi pun penuh terisi yang melewatiku. "Salah apa hambamu ini..."

Aku pun berdecak memilih untuk menaiki transjakarta, bajuku mulai basah karena aku harus berjalan menaiki anak tangga menuju halte busway. Hendak ingin menaiki anak tangga sebuah panggilan membuatku menoleh ke belakang, itu Arden melambaikan tangan ke arahku.

Kurang ajar.... Benakku.

Aku berlari menyampiri Arden yang berdiri di halte tempatku berdiri tadi. "Sebel!" kesalku membuat Arden terheran.

"Sama siapa?" tanya Arden dengan wajah bingung.

"Elo!"

"Hah?"

"Lo manggil gue lagi kesini, gue kan jadi basah dua kali!" ujarku kesal.

Arden menyengir seraya mengusap wajahnya. "Maaf, maaf gak ada niat, suwer deh,"

Aku mengangguk tak acuh, yang kupedulikam adalah rambutku yang basah begitupun pakaianku. "Mau pulang? Abis dari mana?"

"Aturan gue yang nanya, kok lo ke Jakarta sedangkan kuliah sama tempat tinggal lo di Depok?"

Arden kembali menyengir, "Iya abis dari tempat Alan,"

"Kan Alan sama Keera lagi—"

"Alan mau ngelamar Keera." Potong Arden cepat menjelaskan membuatku terkejut.

"APA?!" teriakku. Percayalah bila jalanan tidak ramai mungkin teriakanku membuat gempar.

Arden menutup mulutku dengan telapal tangannya panik, "Heh, buset biasa aja, Bang,"

"Serius?! Tap-tapikan... Keera nggak mau nikah muda?!"

Arden tertawa dengan bahunya yang menaik, "Mungkin di tolak kalau begitu..."

Aku geleng-geleng kepala mendengar ucapan Arden. Lelaki itu menaruh tangannya ke kepalaku membuat aku terheran, "Rambut lo basah... pulang, yuk?"

Aku berdeham, entahlah rasanya mendengar ucapan Arden seakan Cameron tengah mengajakku pulang dan memelukku di mobil bila hujan tengah turun. Apa ini? Kenapa ketika kamu pergi ada saja alasan aku kembali mengingat bagaimana manisnya kamu, Cam.

"O-oh... emang mau pulang kok," ujarku.

"Iya, sama gue... gue ngajakin lo bareng maksudnya," ucap Arden membenarkan arah ucapannya.

"Oh? Oh! Boleh..."

Arden mengangguk, detik selanjutnya ia meraih tanganku menarik ke mobil hitam miliknya. Hujan... hanya saja tangan Arden hangat mengenggam tanganku entah ini hanya perasaanku atau memang tangan lelaki di depanku ini hangat. Bahu lebarnya... wajahnya yang tersenyum untuk menatapku di belakangnya dan entah mengapa aku ikut tersenyum seakan senyumnya menular padaku, dan entah untuk apa aku ikut tersenyum.

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang