// rasa

3.4K 205 11
                                    

Hari ini kampus sedang tidak ramai mungkin karena akhir-akhir ini hujan mendukung para mahasiswa bermalasan masuk kelas. Kalau aku lihat banyak sekali yang bolos kelas untuk sekedar nongkrong di kantin atau beberapa tempat sekitar kampus yang dijadikan tempat tongkrongan dan daripada ke kampus sekedar berkumpul dan suasana juga mendukung untuk bermalasan di rumah mungkin mereka memutuskan untuk hibernasi di rumah masing-masing. Entahlah. Aku menyedot habis minuman yang kupesan, rasa bosan menunggu Keera yang tengah mengerjakan tugas di depanku sesambil bercerita tentang bagaimana Alan melamarnya.

"Sumpah gue gak bisa berkutik masalahnya si Alan benar-benar manis banget kemarin tuh! Lagi pula kata dia yang penting dia ngelamar gue dulu, mau nikahnya kapan yang penting gue udah di tap-in punya dia, lucu banget gak sih dia bilang gitu!!!" jeritnya membuat bibirku tertarik ke atas turut senang.

"Bagus lah Alan nggak main-main doang, lagian lo dua cocok kok terus dewasa juga bukan tipe-tipe pacaran bocah gitu," kataku.

Keera menyengir mendengar ucapanku, "Ahh... bisa aja, lo juga cocok sama Arden...eh!"

Senyum... aku tersenyum. Aku menepuk meja di depanku, mendekatkan diri ke Keera membuat gadis itu terheran dan terkejut. "Raaaa! Kemarin gue ketemu Cameron dalam mimpi, rasanya kayak nyata gitu loh. Selama ini gue masih mikir kalau Cameron mungkin masih hidup, gue masih belum nerima kenyataan dan lagi mayat dia nggak ketem—"

"Gila lo, ya mikir begitu?! Nih setelah gue menonton beberapa drakor dan banyak yang bilang kalau kita belum bisa nerima orang kalau dia meninggal, arwah nya tuh bakalan tetap ada di sini. Lo nggak kasihan apa sama Cam? Udah tiga tahun, ayolah Na!" potong Keera menyerocos.

"Iya! Gue tau, Ra tapi balik lagi ke kenyataan kalau makam Cameron nggak ada. Lo gak mikir apa mungkin dia belum meninggal?"

Keera tampak geleng-geleng tidak percaya. Ya, aku mempunyai pemikiran gila itu. "Gue kasihan sama Cameron... terserah lo lah. Nih ya, namanya kecelakan pesawat pasti ada aja mayat yang nggak ketemu bayangin aja pesawat di ketinggian berapa, terus jatoh tuh beh! Itu badan orang-orang udah mental kemana-mana mungkin malah kepecah-pecah, Na. Lo tuh ya nggak mikir kesana apa? Pemikiran lo sempit banget, gue kesel."

Aku pun punya pikiran sama dengan Keera. "Iya gue juga mikir gitu. Tapi tenang kayaknya gue udah mulai ikhlas, omongan Cameron kemarin di mimpi gue kayak dia benar-benar datang ke mimpi gue, jadi ya mungkin memang Cameron benar-benar meninggal. Gue berharap sih kalau emang iya setidaknya mayat atau tubuh Cameron ketemu lah, gue bakal akan terus sedih kalo inget kuburan Cameron kosong,"

"Emangnya masih pencarian?"

"Iya masih, karena banyak juga mayat yang nggak ketemu dan keluarga mereka komplain. Mama Alma juga masih komplain,"

"Udahlah, Na, umur lo masih panjang mau sampe kapan lo mikirin orang yang harusnya tenang jadi nggak tenang gara-gara konspirasi buatan lo,"

Aku menghela dalam anggukan. "Tapi nih, gue kayaknya mulai ada sama Arden..."

Senyum Keera muncul saat itu juga, ia menutup laptopnya berpindah tempat duduk ke sampingku. "Oh, ya? Kok bisa dia apain elo? Tulus nggak... Gaffriel gimana? Lo nggak baper sama Gaffriel?"

"Satu-satu anjir! Nggak gue juga gak yakin banget ini perasaan ke Arden, let it flow ajalah,"

"Cuma mau bilang, aku padamu tenang aja!"

❤️❤️❤️

"Ih, lo serius mau ke kostan Arden?" tanya Keera kesekian kali, aku memutar bola mata malas.

Hari ini aku akan ke kostan Arden sesuai janjiku kemarin, aku juga lagi kosong daripada bosan di apart mending aku mengisi waktu untuk menemani Arden. "Iyaaa buset sampe bosen. Lagian lo ikut gak? Ditanya juga,"

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang