// break up

612 76 41
                                    

Di dalam perjalanan aku hanya terdiam seraya mencubit jari-jariku agar menahan tangis yang sudah meluap sejak tadi, bahkan tenggerokanku rasanya perih sekali. Di depanku ada Malika dan Gaffriel yang berbincang-bincang, mata Gaffriel sesekali menatapku dari pantulan kaca entah kenapa. Ah, rasanya sakit sekali bahkan untuk pura-pura seakan keadaanku baik-baik saja susah sekali, lagi pula kenapa Gaffriel harus berbohong segitunya untuk Mal— oh, iya, justru harusnya aku yang kenapa, udah tau Gaffriel memang sayang sama Malika.

Aku menghela beberapa kali, menatap ke luar kaca untuk mengalihkan pembicaraan mereka yang tak kuketahui. Perjalanan kami mungkin sudah setengah jam jadi pasti tidak lama lagi akan sampai dan aku akan langsung turun mencari toilet tidak peduli lagi apa pemikiran Malika ataupun Gaffriel nanti. "Isi bensin bentar, ya," Ujar Gaffriel seraya membelokan setir. "Iyaa gapapa, biar ntar langsung pulang, ya?" Tanya Malika di balas anggukan.

Aku mendengus diam sementara Gaffriel sudah turun dari mobil menyisihkan aku dan Malika di dalam mobil. "Cie pasti sedih ya liat pacarnya bela-belain jemput cewek lain? Udah tau cowoknya suka sama cewek lain, masa maksa sih," cibir Malika disana.

"Lagian kok lo gak putusin, sih?! Lo nyari masalah sama gue, ya? Lagian suka lo itu karna fisik Gaff doang kan? Gak usah sok tulus gitu lah, basi amat." Lanjutnya lagi membuat rasa tangisku makin meluap. Tahan Anna, yang waras ngalah, ya...

Tuhan berkehendak kepadakku karna saat Malika ingin membuka suara lagi Gaffriel sudah memasuki mobil. Entah mungkin Gaffriel tau tapi dia menatapku dari kaca spion sebelum akhirnya menyalakan mesin mobil dan aku masih tetap memilih diam.

Setelah sampai di tempat aku menuruni mobil seraya dengan Gaffriel, ia mendekati Malika berbisik entah apa tapi Malika menatapku sinis lalu meleggang masuk ke dalam. Aku membenarkan posisi tote bagku yang agak berat sebelum mengikuti langkah Malika, tapi Gaffriel menahan lenganku tepat saat aku melangkah di depannya. "Apa?" Tanyaku sinis.

"Lo kenapa gak nurut?" Aku menatapnya heran, ia menghela berat menungguku membuka suara dan akhirnya aku memilih mengalah untuk menjawab pertanyaan konyolnya. "Nurut apa?" Tanyaku balik.

"Nurut buat gak ke parkiran,"

Aku terkekeh sinis. Apa yang kudengar? Benar-benar pertanyaan yang membuat dirinya terlihat brengsek. Tapi entahlah aku ini memang wajar untuk marah atau tidak karena memang pacaran ini terjadi karena paksaan. "Emang kenapa? Biar lo gak ketawan jalan sama Malika? Lo bohong buat biar gak ketawan? Lucu banget, lo yang ngajak lo yang panik." Sinisku.

"Enggak Anna dia yang dateng sendiri ke gue karna liat Zenly, gue juga kaget tiba-tiba dia nelpon nanyain mobil gue parkir dimana," jelasnya begitu terlihat khawatir akan aku. Baru saja aku ingin membalas ucapannya, salah satu teman Gaffriel menyapa untuk masuk ke dalam sehingga Gaffriel memilih untuk mengikuti ajakan temannya dan menarik tanganku untuk ikut masuk.

Aku menatap terus bagaimana Gaffriel menggandengku bahkan amarahku tiba-tiba terlupakan berganti menjadi senang karna tindakan Gaffriel yang sangat tidak kutebak. Di dalam Gaffriel menyapa beberapa temannya masih dengan posisi menggandeng tanganku lalu seusai acara menyapa ia menarik tanganku ke arah kursi penonton. "Lo duduk disini dulu ya, tunggu gue istirahat main kita omongin. Gue mau ganti baju dulu," ujarnya lalu kutahan lengannya sebelum ia balik. Masih dalam diam aku merogoh tasku mengambil tempat minum berisi penuh kepada Gaffriel lalu ia meraihnya dalam senyum. "Makasih, ya, Anna." Lalu berlalu menyisihkan aku yang diam-diam tersenyum malu.

Kurang ajar cuma karna gandengan Gaffriel aku kembali luluh. Sepertinya aku sudah gila akan Gaffriel dan ini sungguh akan menyakitkan nantinya. Baru saja ingin bersandar tenang Malika datang duduk di sampingku, ia melipat kedua lengannya di depan dada. "Jangan merasa istimewa karena di gandeng Gaffriel, kemaren-kemaren gue sering. Oh, iya, cepetan deh lo putusin dia atau lo kema imbasnya. Gue masih baik loh nahan selama mau dua bulan." Ujarnya lalu ia pergi kembali ke kerumunan tempat teman-teman kampusnya.

Metanoia Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz