// again

6K 353 66
                                    

Aku menatapnya dari jauh dengan senyum yang tak luput dari wajah tampan nya. Aku melebarkan lenganku pada lelaki itu memberikan pelukan hangat, lalu detik ke lima lelaki itu melepaskan pelukannya sementara aku menatapnya kesal. "Kok kamu bau, Na? Mandi dulu sono lu,"

Aku mendorong tubuh nya kasar kesal akan ucapan asal dari bibir manis nya. "Cameron!!! Enggak ngerti apa gue kangen sama lo, nyet? Nunggu lo pulang kerja kayak nunggu onta makan nasi padang," Omelku pada lelaki itu.

Dia tersenyum padaku, kurasa dia gemas akan omelanku. Dia mencubit hidungku gemas, "Gemay deh!" Ujarnya dengan wajah gemas sementara tangan nya masih menyubit hidungku. "Aah, sakit, bego!" Jeritku.

Dia merubah mimik wajahnya dengan senyum nya yang masih membuat jantungku berdebar walau itu hal yang biasa sebenarnya. Dia menghelus kepalaku lembut dan detik tiga dia menarikku ke dekapan nya. "Anna, buat dede gemay, yuk? Anna mau berapa?"

"Mau seribuu!!!" Teriakku layaknya bocah.

Tiba-tiba senyum nya luntur begitu saja, wajah nya berubah sendu dan menatapku. Air matanya jatuh ke pipiku setetes. Aku menatapnya heran. "Maaf, Anna, aku enggak bisa kasih kamu bayi laki-laki yang kamu mau ... maaf Anna, aku pergi ..."

Lalu dia pergi begitu saja tenggelam dalam cahaya yang seakan memakan tubuhnya.

"CAAMM!!!"

Aku berteriak, dadaku naik-turun dengan keringat yang membanjiri leher jenjangku. Ini sudah biasa, mimpi yang menyeramkan bagiku melihat dia pergi begitu saja walau kenyataan nya dia pergi tanpa pamit meninggalkanku. Aku menghela nafas kasar ke udara, menyenderkan punggungku. "Kenapa akhirnya kamu pergi terus, Cam?" Gumamku masih mencoba menetralkan nafasku.

Satu helaan, aku menggeleng cepat. "Nggak ... Lo udah lupain Cameron, Anna ingat Cam mau lo lupain dia, udah jelas kan? Hidup lo nggak bergantung sama Cameron, oke?" Kataku mencoba menetralkan diriku sendiri dan ini sudah biasa. Walau sudah melupakan nya mimpi itu terus berdatangan selayaknya mimpi hal yang menyeramkan.

Aku menepuk dadaku dengan pandangan ke depan, "Lo bisa, Na, nggak boleh mikirin masa lalu yang sekarang lo jalanin masa depan, oke? Bisa Anna!"

Mataku teralihkan saat dering telpon berbunyi, aku segera menatap layar ponselku disana tertara nama Gaffriel. Aku segera mengangkat telpon dari Gaffriel. "Haloo?"

"Lo baru bangun? Daritadi gue telpon,"

Aku segera menatap jam dinding yang berada di dekat pintu kamarku. "Gue kelas nya jam sembilan, masih ada waktu siap-siap,"

"Mau gue antar? Gue ada kelas siang,"

"Nggak usah, kejauhan Friel,"

"Gue udah di depan tower lo,"

Aku melongo kaget, apa? Sudah di depan tower? "Eh! Gue belum siap-siap kan!"

"Ya siap-siap sana, gue tunggu,"

Sambungan mati dari Gaffriel. Aku mendesis keras kesal akan sifat Gaffriel yang semaunya. Akupun segera membersihkan diri untuk berisap ke kampus.

Lift terbuka aku berjalan dan disanalah Gaffriel berdiri dengan ponsel yang di pegangi nya. Aku menoel lengan Gaffriel, "Woy! Sibuk bener, bos?" Sapaku walau sebenarnya kaku.

Dia mendongak tidak menampakan wajah terkejut sedikitpun. Benar-benar es balok. "Udah jam sembilan," Ujarnya tanpa menyapaku balik.

"Hah? Oh, yaudah lagi kelas gue nggak penting banget yang ini," Ujarku enteng.

"Lo udah sarapan?" Tanya nya di balas gelengan kecil. "Belum lah, gak tau diri banget lo nunggu gue makan dulu di apart,"

Dia mengangguk kecil, "Yaudah makan dulu,"

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang