// a party

641 88 61
                                    

Hari ini adalah hari kedua Keera menginap di apartemenku karna ia sedang sedih, apa lagi kalau bukan karna persoalan cinta. Bahkan ia masih menangis di pagi yang sangat cerah ini harusnya Keera lebih bersemangat karna beberapa hari belakangan ini Jakarta lebih sering turun hujan. "Udah Raaa... ucup, ucup, kasian ucup dari semalem gue sebut Ra,"

Keera mendorongku kasar membuatku terlonjak kaget dan terdorong ke bawah tempat tidur. "Abisaan Alann ketawan selingkuh..."

"Ish! Tanya duluu itu bener—"

"YA MANA ADA ORANG SELINGKUH NGAKU ANNA! HUAAAA...." Tangis Keera makin menjadi-jadi membuatku harus menutup mulut Keera dengan kertas kosong di sebelahku. "Berisik astagong! Tapi bener sih, cuma siapa tau itu sepupu Alan, masa iya Alan jalan yang mukanya kata lo anak SMA?"

"Siap tau kayak Orphan? Kan gak ada yang tau,"

Sontak aku menjitak kepala Keera kesal, "Heh! Anjrit Orphan lo bawa-bawa, gue sendirian nih di apartemen,"

"Lah gue apa?"

"Keera kan?"

"Ih goblok nih cewek. Diem deh Na, buat gue emosi aja lo masih pagi. Udah deh, gue laper!" Keera bangkit dari tidurnya pergi ke dapur entah mengambil makan atau membuat makan, sementara aku membenarkan tempat tidur. "Wih, banyak cemilan... jualan Na?"

Aku terkekeh mengingat siapa lagi kalau bukan gara-gara Khalid kulkasku menjadi lebih terlihat ada kehidupan. "Iya, open po nih gue," sahutku bercanda. Aku belum menceritakan soal Khalid kepada Keera padahal sudah sering sekali Keera bertanya bahkan sampai menerorku dengan alaram yang ia buat di ponselku untuk menelponnya agar bercerita soal Khalid.

"Keren lo banyak cuan sekarang,"

Aku tersenyum simpul tidak menanggapi memilih sibuk dengan membereskan boneka yang berjatuhan di lantai. "Hari ini gue pulang ah, mau ngadu ke Mama," kata Keera dengan mulut yang penuh makanan. "Masih ngadu lo?" Tanyaku dengan kekehan, "udah pacaran berapa tahun masih aja ternyata." Lanjutku.

"Iya dong! Biarin aja dia di omelin, dia juga ngadu ke nyokap gue mulu,"

"Pacaran lo kayak pacaran masih SD, ye."

Aku keluar dari kamar berniat membuat sarapan tetapi Keera mendorongku hingga ke sofa membuatku terkejut berpikir aneh-aneh. Astaga, apa Keera beralih dulu karna sakit hatinya?!

"Dih! Mikir jorok lo ya, nyet? Ogah gue sama lo, udah jago sama Cam yang ada gue yang di siksa,"

"Gue gampar lo Raaaa!!!!" Teriakku di balas tawa Keera senang. "Udah ah, gue mau masak nih,"

"Mang bisa?" Tanyaku di balas tatapan sombong Keera. "Jangan ditanya lah, masakan gue kayak masakan hotel sepuluh."

"Bintang sepuluh."

"Iya gitu ah, tapi emang ada bintang sepuluh?"

"Lo tanya eyang lo aja lah, capek Ra masih pagi." Sahutku di balas tawa lagi.

Dan disinilah aku bersama Keera yang sudah selesai dengan acara masak memasaknya, yaitu telur ceplok. "Keren, ya?" Tanya Keera sudah siap menyantapnya dengan nasi yang ia beri kecap.

Aku menatap Keera penuh kasih sayang, "Bintang sepuluh, ya?" Tanyaku lebih memastikan dan di balas anggukan antusias. "Bener! Kenapa bintang sepuluh? Karnaaaa... kuningnya setengah matang!"

Aku tersenyum lalu memakanan makanan spesial buatan Keera setidaknya telurnya tidak keasinan ataupun kelebihan penyedap rasa. "Na, lo gak ada niatan mau roomate sama gue?"

Aku mengunyah makananku seraya menatap Keera yang melahap makanannya penuh semangat, "Gak ada, soalnya lo tiap malem vidio call sampe pagi sama Alan yang ada kuping gue bermasalah denger orang pacaran tiap hari," jawabku penuh realistis.

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang