// safe place?

448 72 36
                                    

Sudah tepat sebulan berlalu dari kejadian malam itu yang membuat hubunganku dengan Gaffriel tidak lagi membaik, aku sudah tidak terlalu memikirkannya dan juga ikhlas dengan semua keadaan yang tertimpa denganku. Lalu lantasnya hubunganku dan Khalid kian mendekat akhir-akhir ini. Bukan, aku tidak akan menaruh hati kepada Khalid. Sudah cukup dengan orang 'baru, aku tidak ingin kejadian Arden terulang jadi kali ini aku akan lebih hati-hati dan juga tetap memberi tembok untuk hatiku. Hubunganku dengan Khalid juga membantuku melupakan kejadian malam menyebalkan itu.

Hari ini hari Selasa dimana aku sibuk dengan tugas-tugasku karena mata kuliah hari selasa adalah mata kuliah yang kusesali. Lihat saja di siang yang terik ini aku harus masih berurusan dengan laptopku dan paragraf yang tak kunjung usai, apalagi di depanku ada sejoli yang tengah bermesraan. Siapa lagi kalau bukan Keera dan Alan. Aku menghela kasar, meneguk habis minumku. "Sudahi stressmu mari kita berbucin Anna," ujar Keera tengah memeluk Alan.

"Diem lo kunyuk. Gue lagi pusing nih bisa-bisanya lo berdua bucin di depan gue, gak berbudi kalian." Ketusku membuat kedua sejoli itu terkekeh.

"Dibilang sama Gaffriel aja udah, kayaknya emang belahan dada lo," celutuk Keera di balas tepukan kepala dari Alan. "Heh! Astaga Ra, tobat kamu."

"Tau, dongo nih orang," timpalku.

Keera menyengir kuda tanpa bersalah malah ia mencomot kentang goreng milikku. "Maksudnya, ya belahan jiwa. Kalian aja yang kotor otaknya,"

"Diem, gue lagi panas nih." Omelku.

"Gue denger lo waktu itu main cabut aja Na dari wisudaan Arden," itu Alan yang bicara. Aku mendongak menatap Alan sebentar, lalu menghela. Sepertinya orang tua Arden sama berpikir dengan Alan, aku benar-benar terlihat jelek sekali di depan keluarga Arden padahal kejadiannya tidak seperti itu. "Ih, kamu mah di bahas lagi. Kamu percaya kata si Arden, yang?" Tanya Keera terdengar kesal.

Percaya? Arden bicara apa tentangku? "Gak tau aku percaya gak percaya sih," jawabnya semakin membuatku heran. "Emang dia ada omongan apa?" Tanyaku terlebih dahulu mencegah kesalah pahaman.

"Bilang kalo lo sebenernya kepaksa duduk sama keluarga Arden, terus karna Arden ngerti makanya izin mau ngajak ngomong sama lo, terus lo bilang ke Arden kalo lo kepaksa, abis itu pergi,"

Sekarang aku paham maksud omongan Dylan. Benar-benar tidak kusangka Arden memiliki sifat yang sangat buruk. "Bener, Na? Soalnya kan emang lo dateng buat temen lo yang Gaffriel itu, kan? Makanya gue setengah percaya," tanya Alan memastikan.

"Gue... udah gak tau lah. Dari diri kalian aja yang merasa, kalo emang kalian ngerasa gue begitu, ya udah. Gue udah gak peduli lagi."

Aku benar-benar capek dengan drama ini semua. Tidak kusangka sifatku jadi terlihat sangat jahat sekarang dimata orang-orang yang kukenal, entah keluarga Arden dan juga Gaffriel. Aku sudah tidak punya lagi energi untuk membela diriku, sudah cukup dengan semua beban di hidupku, tidak lagi menambah beban pikiran. Toh, aku merasa tidak bersalah. Tapi soal Malika aku mengakui salah melakukan tindakan gegabah itu hanya saja saat itu aku tidak mampu untuk menahan lagi emosi, jadi aku bertindak dengan amarahku.

"Udah, udah, gue percaya Anna gak ngelakuin hal sejahat itu kok. Kalo kamu percaya Arden yaudah, itu pilihan kamu." Kata Keera mendinginkan suasana, mungkin ia tau kalo pembahasan ini masih sensitif bagiku karna Keera juga tau mengenai kejadian Malika dan Gaffriel. Alan tampak mengangguk tidak kembali membahas. "Anna!"

Semua pasang mata beralih ke sumber suara itu, aku menatap terkejut melihat siapa yang memanggilku itu sementara sosok yang menyapaku tersenyum sumringah. "KHALID?!" Saat itu juga aku menutup laptopku asal dan menaruhnya ke totebag. "Duluan, ya! Selamat unyu-unyu deh kalian!" Izinku pamit seraya menarik baju Khalid kasar menjauh dari area kantin.

Metanoia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang