[40]. Tembak

929 97 0
                                    

EMPAT PULUH

***

TANGAN Diego mengepal ketika ia melihat Regal tengah mengarahkan pistol yang dipegangnya ke arah Diego. "Lo udah gila?" teriaknya sembari menarik Melody untuk bersembunyi di balik punggungnya.

Regal tertawa hambar lalu berjalan untuk bisa lebih dekat dengan Diego hingga jaraknya kini hanya terpaut lima meter saja. "Dari dulu gue diem, gue pasrah saat lo nolak gue, Mel. Tapi sekarang, gue gak bisa lagi. Hasrat gue buat milikin lo semakin besar. Gue--"

"MELODY MILIK GUE!" Diego memotong ucapan Regal dengan penuh penekanan. Matanya mulai memerah, menandakan bahwa ia marah.

Mendengarnya, Regal tersenyum smirk. Jari jemarinya terlihat mulai memainkan pistol yang sedaritadi berada di genggamannya. "Diego, lo cuma jadi benalu di hubungan gue sama Melody. Lo cuma jadi parasit," desisnya kemudian.

Nafas Diego mulai menggebu. Ia bisa saja menghipnotis atau menggunakan kekuatannya untuk melawan Regal. Tetapi masalahnya, lelaki itu membawa senjata. Diego takut nanti pistol yang dipegangnya itu menembak tak tentu arah dan mengenai ... Melody. Yah, berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Maka dari itu, Diego memilih untuk diam.

"Mau lo apa?" Nada bicara Diego terdengar sangat dingin, membuat Melody yang berdiri di belakangnya semakin merasa tertekan.

"Permintaan gue cuma satu. Lo lepasin Melody buat gue. Maka gue akan--"

"Gue gak akan pernah ngelepasin Melody buat orang gak waras kayak lo!" Diego merasakan sebuah jemari dingin tiba-tiba menggenggam tangannya. Itu jemari Melody. Gadis ini nampak sangat ketakutan, dilihat dari tangannya yang menggenggam tangan Diego dengan sangat erat.

"Lo gak perlu takut, Mel. Gak bakalan terjadi apa-apa," bisik Diego, melepaskan genggaman Melody lalu melangkah untuk mendekati Regal tanpa rasa takut sedikitpun.

"Gue tanya, otak lo ada di mana? Lo mau bunuh gue dengan senjata lo itu?" Pandangan Diego beralih untuk menatap pistol hitam yang masih berada di genggaman Regal.

"Iya, lo takut?"

Tawa Diego pecah. Salah satu tangannya kini terangkat dan menampilkan sebuah gelombang air yang berputar-putar di atasnya. Hal itu tentu saja membuat Regal maupun Melody sama-sama terkejut. Pasalnya, Melody tidak pernah melihat Diego mengeluarkan kekuatannya seperti ini.

"Lo takut?" Diego balik tanya dengan nada bicara yang sama percis dilakukan oleh Regal tadi.

Di sana, Regal nampak menormalkan ekspresinya. Ia sekarang tahu bahwa Diego, bukanlah manusia biasa. Tapi tenang saja, hal itu tidak akan membuat ia menggagalkan rencananya.

Regal berdecih seraya menurunkan senjatanya. "Kalau gue ngerelain Melody buat lo, emang Melody mau nerima lo yang jelas-jelas bukan manusia normal?" Sebenarnya ini hanya akal-akalan Regal saja untuk memancing emosi Diego. Namun nampaknya, ucapannya itu justru sukses membuat Diego terdiam.

Benar juga. Apakah karena dirinya seorang Merman, Melody jadi tidak pernah membalas cintanya? Apa karena Diego bukanlah seorang manusia, Melody terus-terusan menggantungkan perasaannya seperti ini?

Melihat Diego yang terdiam, Regal tak menyia-nyiakan kesempatan ini. "Sekarang gue tanya sama Melody." Mata Regal bergulir untuk menatap Melody yang masih berdiri di belakang sana. "Mel, emang lo cinta sama Diego?" tanyanya kemudian.

Diego ikut melirik ke arah belakang, melihat Melody yang kini terlihat gelagapan. Gadis itu merapatkan bibirnya, tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya ia juga bingung, apakah dirinya mempunyai rasa atau tidak terhadap Diego. Rasa yang ditempuh Melody terlalu rumit.

Salah satu sudut bibir Regal terangkat ketika Melody tak mampu menjawab pertanyaannya. Ia kembali menatap Diego yang juga balik menatapnya. "Lihat? Melody gak pernah ada rasa sedikitpun sama lo. Dia gak pernah cinta dan gak akan pernah cinta sama lo," ucap Regal penuh penekanan.

Tangan Diego mengepal, memperlihatkan buku-buku jarinya yang mulai memutih. Tanpa berbicara lagi, ia pun mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk melawan Regal. Namun sayang, Regal lebih dulu untuk menarik pelatuknya ke arah Diego.

Dan,

"DIEGO AWAS!"

Diego terkejut bukan main ketika Melody tiba-tiba saja memutar tubuhnya lalu memeluknya hingga

DOR

Darah Diego berdesir hebat. Detak jantungnya seakan terhenti. Pelukan Melody merenggang bersamaan dengan tubuh gadis itu yang mulai merosot--jatuh ke tanah.

Melody ...
Telah menyelamatkannya.

Mata Diego melebar dengan tangan yang refleks membawa Melody ke dalam pangkuannya. "Mel, Melody!" Diego mengusap pipi Melody dengan perasaan takut yang berkecamuk. Matanya kini beralih untuk melihat salah satu tangannya yang dipenuhi oleh bercakan darah.

Dengan gerakan cepat, Diego beranjak untuk melihat punggung Melody dan seketika membelalak ketika ia mendapatkan begitu banyaknya darah yang berceceran di sana.

Nafas Diego tercekat. Ia kembali menangkup pipi Melody dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Mel ... Mel bangun!" serunya, menepuk-nepuk pipi Melody bermaksud untuk membuat mata yang terpejam itu kembali terbuka.

Sementara di sana, Regal, lelaki itu sama terkejutnya. Ia tidak berniat sedikitpun untuk menyakiti Melody. Targetnya hanyalah Diego. Ia melakukan semua ini hanya karena ia kesal, karena waktu itu Diego menjelek-jelekkan dirinya di depan adiknya--Alin. Ya, insiden waktu itu membuat dirinya berambisi untuk memisahkan Melody dengan Diego.

"Melody, buka mata lo!" teriak Diego yang nampak sangat frustasi. Lelaki ini mendekap Melody dengan sangat erat, seakan ingin memberitahukan kepada Melody bahwa ia sangat, sangat, sangat mengkhawatirkannya.

Diego tersentak ketika ia merasakan hembusan nafas dari hidung Melody. Walaupun hembusannya sangat pelan, itu membuat Diego senang karena ia setidaknya mengetahui bahwa Melody masih hidup. Dengan cepat, Diego menggendong Melody dan memasukkannya ke dalam mobil. Kemudian, dengan kecepatan di atas rata-rata, mobilnya melaju menembus jalan raya dengan tujuan ke Rumah Sakit. Semoga saja, Melody bisa terselamatkan. Semoga saja.

_____________________________

next?

MELODY [END]Where stories live. Discover now