"Satu jam dari sekarang lo harus udah dapat rumahnya, kalau gak nasib lo taruhannya. Nanti alamatnya kirim ke gue."

Baskara bergegas keluar dari sana tanpa memperdulikan Aryo lagi. Menghela napas lega saat melihat Mentari masih duduk ditempat ia meninggalkannya tadi, menunduk sesekali mengusap air mata dan memeluk perutnya sendiri.

Baskara merasakan dadanya sesak melihat itu, kakinya melangkah pelan mendekati Mentari kemudian mengulurkan tangannya. "Ayo,"

Dengan wajah sembap Mentari mendongak menatap wajah Baskara yang terlihat sedikit melembut, matanya berkaca-kaca dan dengan cepat meraih tangan Baskara yang langsung menggenggam telapak tangan kecilnya.

Mentari suka rasa hangat yang melingkupi telapak tangannya, dan semakin nyaman saat Baskara menariknya dalam pelukan erat.

Tangis Mentari pecah.

"Maafin aku, aku gak maksud buat Tuan marah." ucap Mentari disela isak tangisnya, kedua tangannya semakin melingkar erat dipinggang Baskara.

Baskara memang salah karena berbuat kasar padanya, namun ia juga salah karena berbicara tentang perceraian tanpa pikir panjang. Hubungan mereka sudah sangat serius, bukan lagi seperti sepasang remaja pacaran yang bisa dengan gampang putus dan kembali bersama.

Mereka lebih dari itu, hubungan mereka sudah terikat kuat dengan berjanji langsung di hadapan Tuhan.

Baskara menunduk mengecup puncak kepala Mentari, ia masih marah tentu saja, namun melihat Mentari menangis sendiri dan terus terdiam dengan wajah sendu membuatnya merasa sangat bersalah.

"Kita pergi makan." ucap Baskara setelah melepas pelukannya, tidak berniat menjawab permintaan maaf dari Mentari. Sebelah tangannya kembali menggenggam tangan isterinya kemudian menariknya keluar dari area toko menuju tempat makan terdekat.

Setelah tiga jam menunggu, mereka kini sudah berdiri bersiap untuk masuk ke dalam rumah baru mereka yang terletak di pinggiran kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah tiga jam menunggu, mereka kini sudah berdiri bersiap untuk masuk ke dalam rumah baru mereka yang terletak di pinggiran kota. Jarak antara masing-masing rumah yang ada di kiri dan kanannya cukup dekat, sedangkan jalan yang memisahkan tembok rumah yang akan ditempati dengan rumah yang ada di depannya hanya 4 meter saja.

Mentari dapat melihat bentuk rumah yang tergolong mini namun cocok bagi pasangan baru, dari luar tembok yang dibangun hanya sampai lehernya. Baskara mendorong pintu pagar besi yang ada di depannya, masuk dan melihat-lihat sekelilingnya. Mentari mengikuti dari belakang.

Saat masuk, terdapat satu pohon mangga di sisi kanannya, selainnya tidak ada, hanya tanah kosong hingga Mentari sampai di teras mungil dengan kubin warna putih polos.

Saat ini sudah jam 7 malam, para tetangganya yang tinggal di samping maupun depan rumahnya tidak ada yang terlihat, digantikan dengan sinar lampu teras yang menyorot terang.

"Bos, lo ... beneran udah nikah?"

Aryo yang sudah menunggu di depan teras, bertanya hati-hati disertai lirikan penasaran pada Mentari yang terus diam di belakang Baskara. Takut menyinggung sahabatnya yang kini ia tebak tidak baik-baik saja. Memangnya pengantin baru mana yang akan tinggal di rumah kecil sedangkan hartanya melimpah.

Unpredictable Journey [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang