14. Menguak fakta

Mulai dari awal
                                    

"Yang jadi anaknya siapa?" Tanya Raka menanggapi ucapan bocah tengil itu.

Devin menunjuk dirinya bangga, "aku lah!"

"Ogah gue kalau anaknya kayak lo,"

Devin menatap Raka sebal, sejurus kemudian bocah itu berusaha menjambak rambut Raka. Dengan sigap Raka meraih tangan kecil itu kemudian memeluknya gemas dan tertawa keras.

Tanpa Shiren sadari, gadis itu tersenyum hangat melihat suasana kekeluargaan ini. Sudah sejak pagi Shiren disini, namun semua orang yang ada di dalam rumah ini memperlakukan Shiren seperti anak dan saudara sendiri.

Bunda Raka yang tadi berpamitan untuk  pergi ke toko bahan kue demi membuat kue bersama Shiren membuat hati gadis itu terenyuh. Kak Sila yang sejak tadi bercerita padanya tentang ini dan itu, mengajak Shiren untuk drakoran bareng sampai wi-fi rumah tiba-tiba mati dan sekarang rela manjat-manjat demi bisa melanjutkan drakornya bersama Shiren.

Baru sehari bersama mereka namun Shiren merasa memiliki keluarga yang bisa menerimanya seutuhnya. Hal kecil bagi mereka, namun cukup berarti besar untuk Shiren.

"Kak, lo ngapain sih dari tadi manjat gitu?" Raka mendongak menatap Sila yang sejak tadi terus mengotak-atik kabel POE wifi. Copot-pasang-copot-pasang.

Sila berdecak, "ini loh. Gue lagi drakoran ama Shiren tiba-tiba wifi nya mati. Kayaknya rusak deh."

Raka menatap Sila malas, bego di piara, "ya jelas mati! Stopkontak nya dicabut sama anak lo."

"DEVIINNNNNN," kiamat.

* * *

Raka menarik persneling lalu menyenderkan duduknya ke kursi mobil sambil menekan tombol kunci agar tidak ada pintu yang bisa terbuka.

"Kok malah dikunci?" Shiren menatap Raka. Mereka sudah sampai di depan rumah Shiren tapi cowok itu tidak mengizinkan Shiren untuk turun.

"Nyokap gue suka sama lo," ucap Raka tenang sambil menatap Shiren dalam.

Shiren menatap Raka sepenuhnya, kedua manik mata mereka bertemu. Sungguh empat kata yang mampu membuat Shiren bahagia. Sangat bahagia. Gadis itu mengulum bibirnya, bingung harus menjawab apa.

"Thanks lo udah mau main bareng keluarga gue yang.... Apa adanya," Raka tersenyum tipis di akhir kalimatnya.

Gadis itu membalas senyum Raka dengan senyum simpulnya, "gue yang harusnya terimakasih. Gue berasa masuk dalam keluarga gue sendiri. Mereka itu.. Kayak bener-bener bunda dan kakak gue." Shiren menghela nafas singkat, "gue nyaman sama mereka. Gue berasa dirumah sendiri."

"Udah nggak sedih lagi kan?" Raka mengangkat kedua alis, mengingat tadi pagi perasaan Shiren sangat berantakan.

Gadis itu menggeleng, "gue bahagia." Untuk sejenak kedua mata mereka bertemu tanpa ada yang berniat menyudahi pandangan itu.

"Ren?"

"Hm."

Raka tampak berpikir sejenak, "Gimana kalau gue bantu buat nyari bonyok lo?"

Shiren membelalakkan mata antusias, "serius?" Ujarnya.

Cowok di depannya mengangguk tipis, "gue ngerasa ada yang aneh. Siapa tau kita bisa cari tau bareng?"

Shiren mengangguk mantap, " gue juga ngerasain hal yang sama. Gue nggak nemuin satu pun foto dari keluarga gue. Berkas yang ditinggalin buat gue cuma KK dan surat-surat rumah ini. Selain itu gak ada lagi."

"Lo gak pernah ketemu sama om atau tante lo gitu?" Raka menyilangkan tangannya di dada.

Shiren melengos, "gimana gue bisa tau kalau dia om atau tante gue sedangkan ketemu orang tua gue aja gak pernah sama sekali."

Kerutan di kening Raka semakin dalam, "lo bilang satpam dan asisten rumah tangga lo itu kepercayaan nenek lo kan?"

Shiren mengangguk.

"Lo gak tanya ke mereka tentang keluarga lo?"

Shiren merapatkan bibirnya, "udah. Tapi mereka selalu jawab nggak tahu. Mereka ada buat nenek gue sekedar kerja doang."

Raka menggeleng tipis, "nggak mungkin."

"Maksud lo?"

"Kalau mereka memang orang yang di percaya sama nenek lo, berarti mereka udah lama kerja buat nenek lo dan pastinya mereka tau banyak tentang masa lalu lo," ujar Raka.

Shiren menggeleng tak paham.

"Pekerja yang terpercaya itu biasanya termasuk orang yang sudah lama kerja sama majikannya. Mangkannya nenek lo percayain mereka ke lo, karena nenek lo pasti udah paham gimana sifat dan watak mereka."

Kali ini Shiren mengangguk. Ternyata masih ada sesuatu yang selama ini dirinya tak mengerti.

"Satu lagi," kata Raka membuat Shiren kembali menoleh padanya.

"Selama ini siapa yang biayain hidup lo?"

"Ibu panti," jawab Shiren.

"Ibu panti?" Ulang Raka.

"Iya. Ibu Wulan, dia kepala panti yang gue tempatin," melihat Raka yang menaikkan sebelah alisnya, Shiren menyerongkan duduknya menatap Raka. "Kata bu Wulan, nenek gue punya uang warisan yang udah seutuhnya diberikan ke gue. Nah, dari uang itu setiap bulan bu Wulan ngasih uang ke gue."

Raka mengangguk paham, "yang gaji satpam sama asisten rumah tangga lo?"

Mata Shiren membulat, gadis itu menggeleng kuat-kuat, "gue gak tau," ujarnya kemudian beralih memegang knop pintu, "gue harus tanya ke mereka. Mereka pasti tau banyak tentang keluarga gue."

Raka memegang lengan gadis itu lembut,"hey." Panggilnya, "mereka cuma bawahan. Desakan yang membuat mereka bungkam."

Shiren menatap Raka, tampak sekali raut cemas pada wajah cantik itu.

"Kalau lo paksa satpam sama ART lo buat ngaku, yang ada malah mereka ngadu." Ucap Raka, "sekarang lo tenang. Bersikap normal seperti biasanya. Jangan gegabah. Kita pecahin masalah ini bareng-bareng."

"Tapi, Ka..."

"Semua bukti sudah lenyap. Mungkin berkas yang ada di lo sekarang cuma berkas palsu," kata Raka membuat Shiren bungkam, "lo ikut apa kata gue. Jangan ada gerak-gerik lo yang buat satpam tau ART lo curiga."

Raka menggenggam erat kedua tangan Shiren, "gue janji, gue bakal temuin semua bukti, dan bikin lo bahagia sama keluarga lo lagi."

Cowok itu membawa genggaman tangan mereka ke dadanya, "gue janji," ujarnya penuh penekanan.

* * *

Terimakasih sudah membaca.
Tinggalkan vote dan komen agar aku semangat lanjut.

RAKA - The Ruler Of Ramos ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang