April memang tak ingin ikut campur dengan pembahasan itu, ia hanya tersenyum simpul menatap kakak kelasnya.

Tak ada yang salah dari berbuat kebaikan. Diposting atau tidak, kebaikan tetaplah kebaikan. Meski sebenarnya April menganut prinsip yang dikemukakan Almarhum Ayahnya sewaktu ia kecil di mana tangan kanan boleh memberi tanpa diketahui tangan kiri, tapi ia takkan menampik kalau menjadikan pemberian sebagai konten bukan tindakan yang salah.

Apa lagi yang menjadikannya konten adalah instansi lain, sekolah. Seolah sekolah ingin semua orang tahu, betapa hebatnya The Stanley Sisters. Betapa seriusnya sekolah mempunyai murid yang menebar kebaikan dan menjadikannya panutan di masyarakat.

JIPS yang begitu—adalah JIPS yang April kenal. Menginginkan masyarakat luas mengetahui hebatnya sekolah mereka. Diakui dan dipandang dengan sebaik-baiknya. April takkan heran, sungguh.

Namun, lagi, pertanyaan sederhananya tak bisa mendapat jawaban yang jelas; tentang kenapa mereka tak mampu membungkan Red Blood yang suka membully? Tentang kenapa postingan duka cita untuk Septria dihapus? Tentang kenapa sekolah yang terpandang dan diidolakan banyak orang ini, bisa serusak itu?

Ah, tentang Septria, April jadi teringat dengan kejadian kemarin. Ketika ia pergi ke makan dan bertemu dengan seorang lelaki asing yang ada di sana. April jadi bertanya-tanya, mungkin pengamen itu kerabatnya? Karena Septria tak pernah bercerita apa pun soal teman-temannya yang lain pada April. 

Terdiam, ia tak menemukan jawaban.

🐾🐾🐾

Suasana cafetaria JIPS ramai akan orang-orang yang sedang melahap makanan mereka masing-masing. Tak ada yang duduk sendirian di cafetaria karena rata-rata mereka punya teman komunitas mereka tersendiri.  Lagi pula, JIPS menyediakan tempat makan bagi para penyendiri yaitu taman. Ya. Banyak sekali orang-orang penyendiri yang makan di taman.  Selain karena suasananya yang tenang, di sana jarang ditemukan kelompok baseball yang pastinya akan selalu membuat keributan.

Yang benar saja, cafetaria saat ini dipenuhi oleh team baseball terutama kapten mereka, March Simpkins. Tak hanya di kelilingi oleh team baseball, para anggota cheerleader juga turut serta meramaikan lingkaran meja itu. Sempat diketahui bahwa Sang pemandu sorak sangat mencintai March Simpkins, entah dengan alasan apa.

Sebelum benar-benar  berada di lingkaran meja, March mengunjungi meja Oktof. Lelaki kelas Aksara yang gemar menerima bully dari Red Blood JIPS itu tengah menyeruput mie baksonya dengan tenang. Tak ada yang benar-benar mengganggu hingga ia menyadari bahwa March sedang berada di depannya sembari menampilkan smirk yang sempurna.

"Gue apresiasi lo yang makan sendirian di sini ..." March bertepuk tangan hingga manik mata Oktof berputar ke arahnya. "Tanpa pasangan gay lo, Si Januariz. Oh! Di mana pasangan gay lo? Berani banget makan di sini tanpa dia?"

Oktof tidak menggubris sindiran dari March, ia cuek bebek. Memalingkan wajah ke mie bakso dan kembali menyantap hidangannya.

Merasa terabaikan oleh lelaki itu, March bangkit dari tempat duduk sambil menyeringai tajam. Meraih sebotol air mineral kepunyaan Oktof dan meneguknya sedikit, ia menderap langkah hingga berada di belakang Oktof. Lelaki yang tengah menyeruput mie bakso itu tidak memedulikan March lagi, mungkin kalau diabaikan, lelaki itu akan pergi dengan sendirinya.

Namun, dugaannya salah.

Perlahan-lahan kepalanya terasa dingin dan basah. Bagai tanaman—March menumpahkan sisa air mineral itu di kepala Oktof sambil terkekeh-kekeh puas.

"Ini hukuman akibat nggak sopan sama lawan bicara. Kelas Aksara tuh gitu ... nggak di ajarin sopan santun!"

Semua orang yang berada di cafetaria melirik ke arah meja Oktof yang lagi-lagi menjadi bahan pembullyan March Simpkins.

Rasanya puas ketika melihat lelaki itu menghentikkan aktivitas makannya; menjadi patung dengan air yang menetes-netes dari ujung rambut. Sedetik kemudian, March melempar botol kosong itu ke mangkuk bakso milik Oktof dan membalikkan tubuh meninggalkan lelaki itu sendirian.

Oktof mengepalkan tangan, menarik napas dengan kasar.

Lagi-lagi harus dirinya.

Tak bisakah ia bersantai barang sehari saja di sekolah itu?

Oktof bangkit menggebrak meja, kasar. Memutar tubuh untuk pergi dari cafetaria.

Kepergiannya dari cafetaria membuat team baseball mulai bersorak-sorai, mereka tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan tanpa rasa bersalah sedikit pun. Beberapa di antara mereka menepuk bahu March,  bangga dengan apa yang dilakukan kapten mereka itu.

Setelah menyaksikan kejadian itu, Tomori mendesis geram. Kalau saja ia diberikan setitik mental baja dalam diri, sudah pasti Tomori akan meninju March dan kawanannya atau bahkan Tomori akan mempermalukan March lebih dari yang selalu ia lakukan. Sayang sekali, nyalinya sama saja dengan puluhan pasang mata yang ada di cafetaria. Hanya menatap iba tanpa melakukan sesuatu.

"Kasihan Yue," ucap Tomori. Manik matanya memperhatikan tubuh Oktof yang menghentakkan kaki ke lantai kesal, menjauhi cafetaria.

Ya. Tomori sekelas dengan Oktof. Bertempat di kelas Aksara memang seperti kutukan di JIPS. Tak hanya August, kelas aksara juga menjadi salah satu musuh terbesar bagi Red Blood JIPS. Entah apa alasannya. Padahal, tak ada satupun orang di kelas aksara yang mengusik kawanan baseball itu.

"Kenapa sih harus banget gangguin orang gitu?"

"Percuma sih protes sama batin sendiri," ucap April. "Orang kayak mereka pasti kalau ditanya ngapain gangguin orang jawabannya cuma main-main doang."

Tomori mendengkus, melirik April yang sudah mengarahkan kamera ponsel ke arah Red Blood.

"Lo ngapain?"

"Habis ngambil foto bullying," jawab April, sekenanya.

"Hah?"

"Mumpung di depan ada wartawan, sekalian aja ngasih berita yang pasti-pasti atau ... enaknya kasih berita ke media lain kali yah. Tulis di tribunnews boleh juga tuh. Menurut lo gimana, Mey-Chan?"

🐾

🐾

Seamless (TERBIT)Where stories live. Discover now