"Sejam loh, Ren. Kemana aja?" Tanya Bara pada Shiren.

Shiren meresleting tasnya lalu menatap Bara. Kini mereka berjalan bersama di koridor sekolah, "panjang ceritanya." Jawab Shiren.

"Untung gak ada pak Herman, jadi lo gak perlu lari keliling lapangan."

Shiren hanya terkekeh kecil sebagai jawaban. Entahlah ia masih canggung dengan suasana ini.

Mereka terus berjalan beriringan hingga Bara mencekal tangan Shiren tepat saat gadis kucir kuda itu hendak berbelok ke lorong IPA . Shiren menatap tangannya yang di genggam Bara, masih terasa hangat, sama seperti dulu. Saat degup jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, Shiren spontan menarik tangannya, ia tidak boleh sampai terjatuh pada Bara lagi.

Bara membasahi bibir bawahnya, cowok itu juga sama salah tingkahnya dengan Shiren, "mereka lagi pelajaran. Kalau lo masuk tanpa surat ijin. Lo bakal dihukum."

Shiren mengangguk membenarkan.

"Ikut gue ke ruang Osis buat surat ijin lo."

* * *

Kelas 12 IPA 6 sedang gaduh-gaduhnya. Mereka sedang mempersiapkan pentas seni yang akan diselenggarakan akhir tahun nanti. Tujuan pentas seni ini sebagai kenang-kenangan yang diberikan anak kelas dua belas kepada sekolah, dan nanti seluruh drama pentas seni dari setiap kelas akan di CD kan dan dibagikan kepada anak kelas dua belas saat kelulusan nanti sebagai cindera mata yang bisa mereka kenang selamanya.

Berbeda dengan kelas lainnya yang masih santai tidak terlalu memikirkan drama tersebut. kelas 12 IPA 6 justru malah keasyikan dengan tugas akting ini. Kata mereka, kita harus mempersembahkan sesuatu yang terbaik di hari terakhir kita.

Pentas ini bukan seperti drama pada umumnya. Disini setiap kelas harus mengangkat kisah nusantara dan di iringi dengan gamelan sebagai musik yang juga harus dimainkan sendiri oleh Siswa.

Enam orang memainkan alat musik gamelan sebagai pengiring drama dan sisanya memainkan peran di atas panggung. Bukan hanya itu, pentas ini juga harus disertai tarian di dalam ceritanya.

Sungguh klasik dan menyusahkan.

Kelas 12 IPA 6 mengangkat tema Roro Jonggrang. Dengan Dicky sebagai Bandung bondowoso dan Luna sebagai Roro jonggrang.

"Pokoknya nanti terakhirnya itu lo dikutuk jadi batu," kata puspita menjelaskan pada Dicky.

"Di cerita asli nya kan Roro jonggrang yang dikutuk jadi candi? Ini malah kenapa gue yang dikutuk jadi batu? Berasa malin kundang," Protes Dicky, segala sesuatu yang jelek memang selalu ditimpakan padanya. Sial!

Mendengar penuturan itu Gerald terkekeh kecil, "Dicky dikutuk jadi apa aja pantes. Jangankan batu. Dikutuk jadi ikan pari juga pantes."

"Lo bagian musik ya!" Kata Puspita pada Gerald, "udah hafal belum lo irama gamelannya?" Tanya gadis itu lagi. Emang dia yang bagian marah-marah dikelas ini.

"Hapal lah," kata Gerald, "Tung tak tung— AOOWW!!" Gerald meringis saat Raka dengan tega menjitak kepalanya.

Jovan dan Tristan tertawa keras saat mendengarkan penuturan gila dari Gerald. Bukannya membuat puspita diam dari marah-marah malah buat suasana makin bising dengan teriakan puspita.

Saling memberi pendapat, komentar, dan menjahili satu sama lain tetap berlanjut sampai suara bel istirahat membuyarkan mereka tanpa aba-aba. Raka dan anggota inti Ramos berjalan ke arah parkiran belakang sekolah untuk menikmati nasi campur bu Menik, kalau kata Dicky: sambel nasi campurnya bu Menik bikin cepet-cepet pengen menikah.

Dalam perjalanan mereka ke belakang sekolah, ada seorang gadis tengah berlari sembari meneriaki nama Raka  yang sudah berada jauh di depannya. Namanya Raneea Starla, semua orang memanggilnya Nia, hanya Raka yang memanggil gadis itu dengan panggilan Starla.

Entahlah apa yang istimewa. Yang jelas bagi Raka, gadis itu berbeda.

"Kak Raka," suaranya mungil sama seperti ukuran tubuhnya yang hanya se dada Raka. Gadis dengan gigi gingsul itu sudah akrab dengan Raka sejak ia masuk ke sekolah ini karena sebuah insiden.

Starla berhenti di depan Raka. Sejenak gadis itu merunduk mengatur nafas membuat Raka tersenyum tipis dibuatnya.

"Waah, degem nya Raka dateng nih." Celetuk Dicky.

"Kenapa lari Nia? Latihan maraton?" Kata Gerald mencoba membuat gadis itu kesal. Ya, Starla memang mudah sekali menggerutu dan kesal. Sisi itulah yang dinilai sangat menggemaskan bagi inti Ramos, termasuk Raka.

"Kalian semua udah diteriakin satu-satu gak ada yang denger!" Starla berkacak pinggang. "Itu telinga apa gantungan panci, hah? Gak ada gunanya!"

"Jangan suka marah adek kecil, entar tambah pendek loh," ucap Jovan membuat Starla menghentakkan kaki kesal, kini tangannya ia lipat di depan dada.

"Ngapain kesini?" Tuturan Raka membuat Starla teringat tujuan utamanya mengejar cowok ini, seketika wajah cemberut Starla menjadi tersenyum lebar.

"Kak Raka. Inget nggak helm yang gue bilang waktu itu? Kak Raka lagi pengen banget helm kayak gitu kan?" Starla mengotak-atik ponselnya sementara Raka sibuk mengingat tentang helm yang dimaksud.

"Helm?" Raka tidak berhasil mengingat helm itu.

Starla menunjukkan gambar helm di ponselnya pada Raka. Cowok berjakun itu mengangguk kecil, "Emangnya disini ada yang jual? Setau gue itu barang luar."

"ADAA!! Emang barang luar, tapi dijual disini, Limited edition," Kata Starla histeris ala cewek yang senang banget kalau ketemu barang branded favoritnya, "jadi kak Raka langsung aja ke Casablanca terus helm itu adanya di toko paling pojok sebelah kiri sebelum eskalator, tapi pojoknya gak pojok-pojok banget. Agak kesinian dikit."

Bukannya paham dengan ucapan Starla, Raka justru mengerutkan kening, "hah?"

Starla berdecak, "jadi tempatnya itu d—"

"Nanti malem anterin gue kesana," Kata Raka tanpa basa-basi memutus ucapan Starla yang hendak menerangkan letak toko itu.

Gadis berambut sebahu mengerjapkan mata dengan mulut terngaga. Ini pertama kalinya seorang Raka Sayudha mengajakanya keluar malam. Biasanya sekedar megantar Starla pulang kerumah setelah jam sekolah berakhir, itupun bisa dihitung jari saking jarangnya.

"Na.. Nanti malem?" Ulang Starla.

Raka mengangguk tenang. Daripada dia ribet nyari toko yang katanya pojok tapi pojok-pojok banget, agak kesinian dikit. Lebih baik ia mengajak Starla saja agar tidak berlama-lama berbelanja.

Starla tampak menimbang sebentar penawaran Raka, "hmm.. Oke deh."

Raka tersenyum tipis lalu berbalik pergi setelah Starla pamit ke kantin dan menjauh dari pandangannya. Sungguh, niat Starla murni menunjukkan helm yang Raka inginkan waktu itu. Tidak ada modus sama sekali agar Raka mengajaknya jalan.

Tapi yasudahlah. Hanya beli helm. Bukan nge- date, jadi jangan baper.

* * *

An:

Udah keluar semua nih toko utama ceritanya. Kalian team siapa?

RakaShiren

RakaStarla

WithLove,
Sheyla-

RAKA - The Ruler Of Ramos ✓Where stories live. Discover now