16

1.6K 183 7
                                    


-Berbahagialah, Kebahagiaanku-

Duduk di antara barisan tamu undangan menanti tibanya acara sakral itu di mulai. Hati Alam berdesiran, jantungnya berdetakan, semua beradu tidak bisa dihiraukan, meski ia mengalihkannya pada benda persegi panjang nan pipih di genggaman.

Terlebih saat muncul seorang pria gagah, tinggi, rupawan dari arah belakang mengenakan jas hitam yang membalut tubuh, serta peci standar nasional Insonesia menyandang di kepala. Sarung tenun berwarna cokelat semakin membuat penampilannya memikat.

Ah, Alam seolah sudah tiada kekuatan lagi untuk menyangga hati. Remuk ajor, berkepingan. Ambyar. Ia mencoba menguatkan diri untuk tersenyum lebar menyapa ini. Semua ia yang memutuskan, ia juga yang enggan memperjuangkan. Maka, Alam harus ikhlas melihat kebahagiaannya berbahagia dengan orang lain.

Sepasang bola mata tajam milik Alam menelusur ke sekitar, ia ingin melihat bagaimana cantik gadisnya mengenakan busana pengantin. Namun, ia sama sekali tak menemukan sosok Desti. Yang ada justru kerumunan keluarga pengantin di pintu ndalem. Di sana juga tampak Santi yang ia kenal berlari ke luar.

Benaknya di buat penasaran dengan raut-raut wajah panik di sana. Terlebih Kyai Fajar yang semula sudah duduk di kursi pelaminan, ikut beranjak menghampiri istrinya yang sedang belingsatan di depan pintu ndalem.

"Ada apa, ya itu?" Alam menyiku lengan pria di sisinya dengan mata terus menyasar ke arah ndalem.

"Gak tau aku," jawab Amir acuh tak acuh.

Alam beranjak menghampiri Santi yang terlihat ke luar gerbang pesantren bersama satu temannya. Namun, lengannya ditahan Amir, pria itu menggeleng pada Alam untuk menghentikan tindakannya.

"Ndak usah cari perkoro!" ujar Amir menasehati.

"Aku kudu tau apa yang terjadi."

Alam tetap melangkah ke luar. Pria itu keras kepala, tidak bisa ditahan jika egonya sudah mengekang. Sekajab Amir mengedarkan pandangan ke sekeliling, untungnya para tamu undangan masih banyak berdatangan belum duduk terbius sakralnya suasana. Sehingga ia nyelong ke luar menyusul langkah Alam.

Alam menangkap dua gadis yang dikenali berdiri tidak jauh dari parkiran pondok. Salah satunya mendekap terlihat lemas dengan sesenggukan. Berkurangnya rasa penasaran Alam makin mendekat untuk mendapatkan kebenaran.

"Santi? Ada apa?"

Kedua gadis di hadapan Alam terdiam. Kedua sama-sama menahan sesenggukan dan menghapus air mata yang berderai di pipi.

"Desti pergi, Mas," jawab Santi.

Seketika dada Alam tersentak kaget, ini di luar sangkaannya. Mengapa Desti tega meninggalkan pernikahannya? Demi apa? Alam tidak bisa membayangkan bagaimana malu keluarga Kyai Fajar jika acara pernikahan itu batal, sementara tamu undangan sudah banyak berdatangan.

"Tadi ada, bahkan udah dirias, tapi begitu kita tinggal Desti kabur."

Alam langsung beringsut pergi selepas mendengar penjelasan Santi, sementara Heni--satu temannya malah terisak pilu. Pria itu tidak tahu mengapa. Amir yang baru datang makin di buat penasaran sebab Alam berlari ke parkiran dan menyuruhnya segera menyusul.

"Lam, udahlah katanya kamu ikhlasin Desti!"

Amir bediri di depan pintu mobil ingin menghentikan langkah Alam yang menurutnya terlalu ikut campur. Namun, lagi-lagi tidak bisa sebab Alam keras kepala.

"Kemarin kamu ngelepasin Desti, tapi sekarang mau cari dia?"

Pria berjambang tipis yang tengah fokus memutar stir itu diam saja. Matanya fokus mengedar ke pinggiran jalan daerah pesantren Al Hidayah, berharap menemukan Desti.

Teruntuk Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang