PART 28 : TERBONGKAR?

5.5K 1K 592
                                    

Hai, gimana harimu? Coba gambarkan dengan emoticon.

Ada yang lagi patah dan hampir menyerah? Jangan! Tunggu dulu, tunggu sebentar lagi. Kamu cuma harus sedikit bersabar. Kalo kamu nyerah, kesempatannya langsung ilang.

Ha? Apa? Kamu bilang perjuanganmu terlalu berat?
Oh, nggak usah khawatir. Berarti hasilnya nanti bakal lebih indah.

Pernah denger pepatah perjuangan nggak akan mengkhianati hasil, kan? Jangan berhenti berjuang sebelum kamu bisa membuktikan kalo pepatah itu benar.

***

"Dewangga?" Kening Marcel berkerut saat mendapati percakapan line yang muncul di layar ponsel Rose. "Mbul, lo masih di R.S?"  Marcel membaca tulisan dari balon chat bernama Dewangga. Setelah merenung beberapa saat, senyum culas terulas di bibirnya.

Tadi cewek itu bilang kalo dia kuliah di Universitas Garuda. Dan barusan gue liat chat dari Dewangga di hpnya. Kebetulan macem apa ini?  Ada yang salah paham kayaknya.

"Heh, Cel!" Hanif menegurnya. "Lo ngapain? Nggak baik, dih, kepo sama urusan orang." Laki-laki itu melenggang dari ruang periksa. Wajahnya berubah serius.

"Lebay!" Marcel mendengkus, tak sedikit pun tampak menyesal. "Salah sendiri balon chatnya dimunculin."

"Tapi itu nggak sopan, Cel." Hanif menyambar ponsel Rose lalu digenggam erat-erat macem lagu balonku tinggal empat, kupegang erat-erat.

"Paan, sih. Nggak usah ikut campur lo," balas Marcel sembari berusaha merampas ponsel Rose yang dijauhkan Hanif dari jangkauannya. "Balikin sini."

"Ke pemiliknya? Oke!" jawab Hanif singkat. "Dengan senang hati kukembalikan pada pemilknya."

Belum juga melangkah, Marcel berhasil menarik kerah belakang jas putih yang dikenakan Hanif. Laki-laki itu mulai gusar. Bersikap lunak pada Marcel tidak ada gunanya. Sebelum memutar tubuh, Hanif mencekal tangan Marcel yang masih mencengkeram kerah belakang jasnya.

"Lo kalo dibaikin malah makin ngelunjak, ya." ucap Hanif dengan suara dingin. "Gue dari tadi udah nyoba sabar, tapi lo-nya aja yang emang nggak punya etika."

Marcel tersenyum sinis. "Nggak punya etika lo bilang? Ngaca lo! Dari tadi lo pura-pura manis di depan Dokter Gonzales, cuma buat cari muka doang, kan?"

Menjadi saksi mata dari perdebatan dua koas itu, Rose tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mematung di ruang periksa sembari menatap keduanya dengan wajah bingung. Namun saat fokus Rose sepenuhnya tertuju pada Hanif, entah sebab apa hatinya tiba-tiba berdebar. Untuk pertama kalinya ia dibela mati-matian oleh seseorang, apalagi cowok tampan, calon dokter pula. Bikin melting nggak, sih?

"Astaga!"

Dokter Gonzales berdecak saat memasuki ruang prakteknya dan mendapati kedua anak didiknya sedang berebut ponsel.

"Saya percayakan ruang praktek ini ke kalian, tapi malah dijadikan arena tinju," tegur pria itu. Kesal bukan main melihat tingkah polah kedua anak didiknya. Terutama Hanif, bukannya laki-laki itu memiliki pembawaan tenang? Ternyata bisa bar-bar juga?

"Si Marcel loh, Dok." Hanif menjelaskan dengan kepala tertunduk. "Dia buka-buka hpnya pasien. Kan nggak sopan ya, Dok?"

Dokter Gonzales melirik Marcel, meminta penjelasan. "Benar begitu, Cel?"

Marcel mengibas-ngibaskan tangannya membela diri. "Saya nggak sempet ngebuka-buka kok, Dok. Cuma ngelirik doang."

"Berarti ada niatan mau buka-buka hp-nya, kan?" tuding Hanif, mendapat celah menyerang lagi. "Lo kalo lagi nugas bisa serius dikit, nggak?"

GEMAYA (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now