I'M NOT STUPID ; 31

2.1K 150 7
                                    

Vote dan Comment yak gaes, makasih!

Kania mendongak menatap awan mendung yang menghiasi langit sore ini seraya mempercepat jalannya menuju pemakaman umum di kotanya. Ditangan gadis cantik itu terdapat beberapa tangkai bunga mawar berwarna putih, merah, dan merah jambu— bunga kesukaan almarhum mamanya.

Sudah beberapa hari ini Kania tidak mengunjungi makam sang mama karena suatu hal, dan sore ini Kania datang kembali dengan mengorbankan jam lesnya bersama Mahesa. Sejujurnya, minggu ini menjadi minggu terakhir Mahesa menjadi tutor belajarnya karena minggu besok Kania sudah melangsungkan ujian tengah semester dan setelah itu akan ada jam tambahan dari sekolah. Sepertinya Kania hanya tinggal satu kali pertemuan belajarnya dengan Mahesa karena ia akan menggunakan sisa hari di minggu ini untuk melukis guna mempersiapkan lomba nasionalnya yang benar-benar mepet ujian semester.

Dan disini lah cewek itu sekarang, berjongkok di samping makam sang bunda. Kania tersenyum tipis ketika melihat banyak bunga yang belum kering sepenuhnya, pasti papanya danjuga sahabat- sahabat bundanya yang sering datang berkunjung.

"Mama," Kania berucap seraya meletakan ikatan bunga itu di atas makam mamanya. Gadis dengan senyuman indah itu kemudian memejamkan mata untuk berdoa.

Beberapa saat kemudian Kania membuka matanya. "Aku datang sendiri hari ini karena papa lagi keluar kota. Nggak papa kan, Ma? Mungkin lusa aku datang kesini sama Papa."

Gadis itu mengedarkan pandangannya menelusuri pemakaman yang luas ini dan tidak ada orang sama sekali selain dirinya. Sore ditambah cuaca mendung cukup membuat Kania merasa sedikit merasa takut. Namun dengan cepat Kania mengusir perasaannya, biasanya ia sendirian dan tidak ada apa-apa.

Pandangan Kania berhenti pada batu nisan yang bertuliskan nama mamanya itu. Ia memandanginya cukup lama sampai Kania tidak menyadari jika setetes air mata jatuh membasahi wajah mulusnya. Kania tidak bisa untuk tidak menangis, ia begitu merindukan mamanya, sangat merindukannya.

"Ma, kemarin aku di tawarin  lomba lukis nasional buat mewakili sekolah. Tapi aku takut, aku takut nggak bisa memenuhi ekspektasi Bu Agnes dan pihak sekolah.  Apalagi selama ini aku selalu dihujat di sekolah  pasti banyak dari mereka yang tambah mengolok-olok kalau aku nggak menang."

Kania menghela napas panjang lalu mendekatkan tubuhnya dan menyenderkan kepalanya pada makam mamanya yang sudah berkeramik itu. "Apa keputusan ku menerima tawaran Bu Agnes itu tepat?"

Kania selalu menceritakan semua yang ia alami pada sang mama. Meskipun tidak bisa bertatap muka secara langsung namun Kania yakin bundanya itu dapat mendengar apapun yang ia ceritakan.

"Ya udah lah ma, aku akan coba. Doain ya? Biar bisa kasih yang terbaik buat sekolah." Kania tersenyum setelahnya. "Sekarang tentang Mahesa Ma, sampai detik ini aku belum bisa masuk ke hatinya. Boro-boro masuk, mengetuknya saja susah. Kemarin aku ngelakuin kesalaham sama Shella dan kepergok Mahesa sampai tuh cowok marah banget. Kania udah spam chat dan spam call di semua sosmednya dia tapi nggak direspon sama sekali. Aku juga kemarin masakin Mahesa sebagai tanda minta maaf eh masakannya malah di kasih ke adik kelas. Emang tega banget tuh orang tapi aku sayang dia makanya nggak bisa marah."

"Kata Mama, dulu Papa juga susah buka hati kan? Bedanya Papa bisa jatuh ke pelukanMama pada akhirnya, sedangkan aku? Rasanya kayak susah dan nggak mungkin banget."

Kania memang mengetahui kisah cinta mama dan papanya. Dimana dulu Sando di perjuangkan oleh mamanya waktu zaman sekolah dulu. Jika kalian berpikiran kisah cinta Kania sama dengan kisah mamanya, maka jawabannya iya. Namun bedanya mereka sampai menikah sedangkan kisah Kania belum tahu endingnya seperti apa.

Ah, sedang asik bercerita dengan mamanya tiba-tiba Kania merasakan rintik air mengenai kepalanya. Semuanya berjalan sangat cepat ketika gerimis berganti dengan hujan.

[RWS#1] I'M NOT STUPIDWhere stories live. Discover now