"Nggak perlu. Gue bisa ngurusin diri gue sendiri!"

"Hmm...," April menggelengkan kepala sembari mengambil camilan itu lagi. "Ngurusin makanan aja nggak bisa, gimana mau ngurusin diri sendiri?"

Febrian berdecak. Ia tidak merespon apapun dan langsung melangkah pergi dengan dengusan kasar.

Ditinggal seperti itu membuat April agak bingung, ia tak bergeming dengan menimang-nimang sesuatu. Lelaki itu terlihat kelaparan dan lelah. Mungkin seharian ini ia sudah mengamen tapi belum mendapatkan hasil apapun. April tersenyum. Kepikiran untuk membeli beberapa camilan untuknya. Hitung-hitung permohonan maaf karena Muzdalifah sempat menyinggungnya kala itu.

Febrian sudah agak jauh, tapi April berhasil menyusulnya dengan berlari. Tepat di sebuah gubuk yang berukuran sangat kecil, Febrian masuk tanpa memedulikan April lagi.

April tak sadar kalau dirinya sudah jauh dari rumah sakit dan memasuki gang-gang sempit yang sepi. Tempat yang begitu kumuh, tak terurus. Hanya ada gubuk kecil di sana.

"Stop ngikutin gue!" teriak Febrian tepat saat April mendekati gubuk itu.

April tak diberi kesempatan bicara, ia bergeming cukup lama hingga melihat seorang wanita keluar dari gubuk dengan kening yang berkerut.

"Kenapa, Feb?"

"Ini kak, cewek ini ngikutin aku terus!"

Lantas wanita itu menoleh ke arah April, mengamatinya dari ujung rambut hingga kaki.

"Oh—ada perlu apa yah dengan Febrian?" tanyanya dengan lembut.

April tak menyia-nyiakan kesempatan, ia menyerahkan sekantung plastik camilan yang ia beli di toko tadi ke arah wanita tersebut.

"Hanya mau ngasih ini aja kak."

"Kak, jangan terima apa pun dari dia. Dia ini yang nuduh kalau uang kita hanya dipake buat nonton bioskop!"

"Aku nggak nuduh kok."

April membela diri sambil mendelik kesal. Namun, wanita yang ada di hadapan mereka hanya terkekeh pelan. Merasa lucu karena melihat dua anak muda di depannya sedang beradu mulut.

"Maaf yah, Febrian memang begitu orangnya. Emosian," sahutnya lagi. Febrian berdecak kesal kemudian pergi meninggalkan April dan wanita itu di luar.

"Feb, kamu nggak akan mencuri lagi, kan?" tanya wanita itu lembut.

Langkah Febrian tertahan melirik intens ke arah April. Ia tidak menjawab pertanyaan dari kakaknya dan hanya terus melangkah keluar gubuk meninggalkan mereka.

"Ish! Anak itu."

Merasa tak ada gunanya marah pada Febrian, wanita itu kembali melirik April.

"Kakak minta maaf yah kalau Febrian udah kasar ke kamu, dia emang suka tersinggung dan marah. Tapi sebenarnya dia nggak niat gitu kok." Kemudian mengamati seragam April dengan lencana emas yang ada di dasinya. "Oh, kamu dari JIPS yah?"

April mengangguk.

"Mungkin itu juga salah satu alasan kenapa Febrian marah."

"Eh?" April mengernyit. "Emang, JIPS kenapa, Kak?"

Keceriaan yang semula terpancar dari wajah wanita itu berubah menjadi murung, seakan menyimpan sesuatu penyesalan atau kekecewaan di baliknya.

"Septria, sahabatnya dari sekolah itu bunuh diri satu bulan yang lalu," jawaban itu membuat April tertegun. Sepintasingatan mengenai Febrian yang ada di pusara Septria timbul begitu saja dalamkepalanya.

"Kakak kenal Septria?"

"Dia sahabat Febrian sejak masih kecil."

"Kakak tahu kenapa Septria bunuh diri?"

Gantian wanita itu yang tampak terkejut mendengar pertanyaan April. Ekspresi yang tak bisa April tebak antara tahu sesuatu—atau terkejut baru mengetahuinya.

"Maaf, nggak seharusnya aku nyinggung itu." Wanita itu tampak ingin melarikan diri, tapi April cepat menahannya dengan raut memohon.

"Aku sahabatnya Septria, kak."

"Kamu?"

April mengangguk.

"Kalau kamu sahabatnya, kenapa kamu tanya Septria bunuh diri?"

"A—aku ...," April terbata. Malu menjelaskan kalau ia memang sahabat Septria, tapi tak mengetahui apa-apa tentang gadis itu.

"Septria nggak pernah cerita apa-apa ke kamu?"

April menggeleng.

"Kak, maaf aku lancang tapi aku mau tahu kenapa Septria bunuh diri ... aku bener-bener sahabatnya kak."

Wanita itu tampak ragu, menimang-nimang sejenak lalu akhirnya menghela napas panjang.

"Kalau gitu, setelah aku cerita, kamu harus pastiin kalau kamu nggak akan melakukan apa pun setelah ini."

April mengernyit mendengar tawaran itu. Terdengar seperti sesuatu yang berat, yang memungkinkan April tak bisa melakukan apa pun setelah mendengar keseluruhan cerita Septria. 

🐾

🐾

Seamless (TERBIT)Where stories live. Discover now